Apakah Memakai Cadar Itu Wajib ? ( Bag. 05 )


Oleh : Dr. Yusuf Qardhawi

   Kaum muslim pada zaman dulu telah bersikap sangat ketat dengan alasan "membendung pintu fitnah" (saddudz dzari'fah ila al-fitnah), lalu mereka mengharamkan wanita pergi ke masjid. Dengan demikian, mereka telah menghalangi kaum  wanita untuk mendapatkan kebaikan yang banyak, sedangkan  ayah atau suaminya belum tentu dapat menggantikan apa-apa yang seharusnya mereka dapatkan dari masjid, seperti ilmu  yang bermanfaat atau nasihat-nasihat yang dapat menyadarkannya. Sebagai akibatnya, banyak wanita muslimah   yang hanya hidup bersenang-senang dengan tidak pernah sekali  pun ruku kepada Allah. Padahal Rasulullah saw. dengan tegas  mengatakan:
  
   "Janganlah kamu larang hamba-hamba perempuan Allah datang ke  masjid-masjid Allah." (HR Muslim)
  
   Secara berkala terjadilah diskusi-diskusi di kalangan kaum  muslim seputar masalah kegiatan belajar kaum wanita dan  kepergiannya ke sekolah atau kampus. Yang menjadi hujjah  golongan yang melarangnya ialah saddudz dzari'ah. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa wanita yang berpendidikan  lebih mampu membuat keterampilan dan berbagai kesibukan tulis-menulis atau surat-menyurat. Akhirnya, diskusi itu berkesudahan dengan keputusan bahwa kaum wanita boleh  mempelajari semua ilmu yang bermanfaat untuk dirinya,  keluarganya, dan masyarakatnya, baik mengenai ilmu agama  maupun ilmu dunia, dan kondisi inilah yang dominan di semua  negara Islam tanpa ada seorang pun yang mengingkarinya,  kecuali hal-hal yang menyimpang dari adab dan hukum Islam.
  
   Cukuplah bagi kita hukum-hukum dan adab-adab yang telah  ditetapkan oleh syara' untuk menutup pintu kerusakan dan  fitnah. Seperti kewajiban mengenakan pakaian menurut aturan syara', tidak boleh bertabarruj (membuka aurat), haramnya berduaan antara laki-laki dan perempuan, wajib bersikap serius dan sopan dalam berbicara, berjalan, dan beraktivitas, serta wajib menahan pandangan terhadap lawan jenis. Kiranya hal ini sudah cukup bagi kita sehingga tidak perlu lagi kita memikirkan larangan-larangan lain dari kita sendiri.

H. Diantara dalil mereka lagi: 'urf (kebiasaan) yang berlaku  di kalangan kaum muslim selama beberapa abad, bahwa kaum wanita menutup wajahnya dengan selubung muka, cadar, dan sebagainya.
  
   Sebagian ulama berkata: "'Urf didalam syara' mempunyai penilaian, karena itu diatasnya hukum ditegakkan."
  
   Selain itu, Imam Nawawi dan lainnya telah meriwayatkan dari  Imam al-Haramain - dalam berdalil tentang tidak bolehnya wanita memandang laki-laki - bahwa kaum muslim telah sepakat  melarang wanita keluar rumah dengan wajah terbuka.
  
   Akan tetapi, saya tolak alasan dan anggapan ini dengan beberapa alasan sebagai berikut:
  
 1.Bahwa 'urf ini bertentangan dengan 'urf yang berlaku pada  zaman Nabi, zaman sahabat, dan pada zaman generasi terbaik,  yaitu generasi yang mengikuti jejak langkah para sahabat   (yakni tabi'in).
  
 2.Bahwa 'urf itu bukan 'urf umum, bahkan 'urf itu berlaku di  suatu negara tetapi tidak berlaku di desa-desa dan  kampung-kampung, sebagaimana yang sudah dimaklumi.
  
 3.Bahwa perbuatan Nabi al-Ma'shum saw. tidak menunjukkan  hukum wajib, tetapi hanya menunjukkan kebolehan dan  pensyariatan sebagaimana ditetapkan dalam ushul, maka   bagaimana lagi dengan perbuatan orang lain?
  
   Karena itu, 'urf atau kebiasaan ini - meskipun kita terima sebagai 'urf umum sekalipun - tidak lebih hanya menunjukkan bahwa mereka menganggap bagus memakai cadar itu, sebagai sikap kehati-hatian mereka, dan tidak menunjukkan bahwa  mereka mewajibkan cadar sebagai ketentuan agama.
  
 4.'Urf ini bertentangan dengan 'urf atau kebiasaan yang  terjadi sekarang, sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan  perkembangan zaman, tuntutan kebutuhan hidup, tata kehidupan   masyarakat, dan perubahan kondisi kaum wanita dari kebodohan kepada keilmuan (berpengetahuan), dari kebekuan kepada  pergerakan, dan dari cuma duduk di dalam rumah menuju ke  aktivitas dalam berbagai lapangan yang bermacam-macam.
  
   Sedangkan hukum-hukum yang ditetapkan berdasarkan 'urf atau  kebiasaan di suatu tempat dan pada suatu waktu, ia akan  berubah sesuai dengan perubahannya.

SYUBHAT TERAKHIR


Akhirnya saya kemukakan juga  di  sini  suatu  syubhat  yang ditimbulkan  oleh  sebagian orang yang peduli terhadap agama yang  ingin  mempersempit  ruang  kebebasan   wanita,   yang ringkasnya sebagai berikut:

"'Kami  menerima  argumentasi  yang  Anda  kemukakan tentang disyariatkan (diperbolehkan)-nya  wanita  membuka  wajahnya, sebagaimana  kami  juga  menerima  bahwa  kaum  wanita  pada periode pertama - masa Nabi dan Khulafa ar-Rasyidin -  tidak
memakai  cadar  melainkan  pada  keadaan  tertentu saja yang
sedikit jumlahnya.

Tetapi kita harus mengerti bahwa zaman itu  merupakan  zaman yang  ideal,  akhlaknya  bersih,  rohaniahnya tinggi, wanita aman  membuka  wajahnya   tanpa   ada   seorang   pun   yang mengganggunya.  Berbeda dengan  zaman kita dimana kerusakan sudah  merajalela,  dekadensi  moral  terjadi   dimana-mana, fitnah menimpa  manusia  dimana-mana,  maka  tidak ada yang lebih utama bagi wanita daripada menutup wajahnya,  sehingga tidak menjadi mangsa serigala-serigala lapar yang senantiasa mengintainya di setiap penjuru."

Terhadap syubhat ini dapat saya  kemukakan  jawaban  sebagai berikut:

PERTAMA:  bahwa meskipun periode awal merupakan periode yang ideal, yang tidak ada tandingannya dalam hal kesucian akhlak dan  ketinggian  rohaninya,  tetapi  mereka  masih  termasuk periode manusia juga, yang didalamnya  ada  kelemahan,  hawa nafsu,  dan kesalahan. Karena itu di antara mereka ada orang yang berbuat zina, ada yang dijatuhi hukuman had,  ada  yang melakukan  tindakan-tindakan  yang  masih dibawah zina, ada
orang-orang yang durhaka, dan ada pula orang-orang gila dan sinting  yang  suka  mengganggu kaum wanita dengan melakukan ulah-ulah yang menyimpang. Dan telah turun ayat (dalam surat al-Ahzab)  yang menyuruh wanita-wanita beriman mengulurkan jilbab ke tubuh mereka agar  mereka  dapat  dikenal  sebagai wanita-wanita  merdeka  yang  sopan  dan menjaga diri hingga tidak diganggu:

"... Yang demikian  itu  supaya  mereka  lebih  mudah  untuk dikenal,  karena  itu  mereka tidak diganggu ..." (Al-Ahzab:59)

Selain itu, telah  turun  pula  beberapa  ayat  dalam  surat al-Ahzab  yang mengancam kaum durhaka dan "sinting" itu jika mereka tidak mau meninggalkan  perbuatan  mereka  yang  hina itu. Allah berfirman:

"Sesungguhnya   jika  tidak  berhenti  orang-orang  munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya, d n orang- orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya  kami  perintahkan  kamu  (untuk  memerangi)  mereka kemudian   mereka  tidak  menjadi  tetanggamu  (di  Madinah) melainkan  dalam  waktu  yang   sebentar,   dialam   keadaan terlaknat. Dimana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya." (al-Ahzab: 60-61)

KEDUA: bahwa dalil-dalil syariah -  apabila  telah  sah  dan jelas-bersifat  umum  dan  abadi.  Ia bukan dalil untuk satu atau dua periode saja, kemudian berhenti dan tidak dijadikan
dalil  lagi.  Sebab,  jika  demikian, maka syariat itu hanya bersifat temporal, tidak abadi,  dan  hal  ini  bertentangan dengan predikatnya sebagai syariat terakhir.

KETIGA:  kalau  kita  buka  pintu  ini,  maka kita bisa saja menasakh   (menghapus)   syariat   dengan   pikiran    kita, orang-orang  yang ketat dapat saja menasakh hukum-hukum yang
mudah dan ringan dengan  alasan  wara'  dan  hati-hati,  dan orang-orang  yang  longgar  dapat  menasakh hukum-hukum yang telah baku dengan alasan perkembangan zaman dan sebagainya.

Yang benar, bahwa syariat adalah yang menghukumi bukan  yang dihukumi,  yang diikuti bukan yang mengikuti, dan kita wajib tunduk kepada hukum syariat, bukan hukum syariat yang tunduk kepada peraturan kita:

"Andaikata  kebenaran  itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit  dan  bumi  ini,  dan  semua  yang  ada  di dalamnya ..." (al-Mu'minun: 71 )

BEBERAPA PERNYATAAN YANG MENGUATKAN PENDAPAT JUMHUR


Saya  percaya bahwa persoalan ini telah begitu jelas setelah saya kemukakan argumentasi kedua belah pihak,  dan  semakin jelas  bagi  kita  bahwa pendapat jumhurlah yang lebih rajih (kuat) dalilnya, lebih mantap pendapatnya, dan lebih lempang jalannya.

Namun demikian, perlu kiranya saya tambahkan disini beberapa pernyataan yang menambah kuatnya pendapat jumhur, dan  dapat melegakan  hati  setiap  muslimah  yang  taat  dan mengikuti pendapat ini tanpa merasa kesulitan, insya Allah.

PERTAMA: Tidak Ada Penugasan dan Pengharaman Kecuali  dengan Nash yang Sahih dan Sharih

Bahwa pada dasarnya manusia itu terbebas dari tanggungan dan taklif (beban tugas), dan tidak ada  taklif kecuali  dengan  nash   yang   pasti.  Karena  itu,  masalah  mewajibkan  dan mengharamkan dalam ad-Din itu merupakan  suatu  urusan  yang serius,   bukan  urusan  sembarangan,  sehingga  kita  tidak mewajibkan kepada manusia apa  yang  tidak  diwajibkan  oleh Allah,   atau  kita  mengharamkan  kepada mereka  apa yang dihalalkan  oleh  Allah,  atau  kita  membuat  syariat  atau peraturan dalam ad-Din yang tidak diizinkan oleh Allah.

Karena itu, para imam salaf dahulu sangat berhati-hati dalam mengucapkan kata haram kecuali terhadap sesuatu  yang  sudah diketahui   pengharamannya  secara  pasti  sebagaimana  yang dikemukakan Imam Ibnu Taimiyah dan saya sebutkan dalam kitab
saya al-Halal wal-Haram fil-Islam.

Disamping  itu,  pada  asalnya  segala  sesuatu  dan  segala tindakan yang merupakan adat kebiasaan adalah  mubah. Maka apabila  tidak  didapati   nash   yang   shahih   tsubut (periwayatannya)  dan  sharih  (jelas)  petunjuknya   yang menunjukkan   keharamannya,   tetaplah  hal  itu  pada  asal kebolehannya.  Dan  orang  yang   memperbolehkannya   tidak dituntut dalil, karena apa yang ada menurut hukum asal tidak perlu  ditanyakan  'illat-nya,  justru  yang  dituntut  agar mengemukakan dalil ialah orang yang mengharamkan.26

Sedangkan  mengenai  masalah  membuka wajah dan tangan tidak saya jumpai nash yang  sahih dan sharih yang menunjukkan keharamannya. Andaikata Allah hendak mengharamkannya niscaya sudah diharamkan-Nya dengan nash yang jelas dan qath'i  yang
tidak meragukan, karena Dia telah berfirman:

"...  sesunguhnya  Allah  telah  menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang  terpaksa  kamu memakannya..." (al-An'am: 119)

Sedangkan  dari apa-apa yang telah dijelaskan-Nya tidak kita dapati masalah haramnya membuka wajah  dan  telapak  tangan. Maka   tidak   perlulah  kita  mempersukar  apa  yang  telah dimudahkan Allah, sehingga kita  tidak  tergolong  ke  dalam kaum  yang disinyalir oleh Allah karena mengharamkan makanan yang halal:

"...  Katakanlah:  'Apakah  Allah  telah   memberikan   izin kepadamu   (tentang   ini)  atau  kamu  mengada-adakan  saja terhadap Allah?'" (Yunus: 59)

KEDUA:Perubahan Fatwa karena Perubahan Zaman

Diantara ketetapan yang tidak diperselisihkan lagi  ialah bahwa fatwa itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, adat kebiasaan, serta situasi dan kondisi.

Saya percaya bahwa zaman kita yang telah memberikan sesuatu kepada kaum wanita  ini  telah  menjadikan  kita  menerima pendapat-pendapat yang mudah,  yang  menguatkan  posisi  dan kepribadian kaum wanita.

Sungguh, musuh-musuh Islam baik dari kalangan misionaris, Marxis, orientalis, atau lainnya, telah mengekspos kondisi buruk kaum di beberapa negara Islam, dan menyandarkannya kepada Islam itu sendiri. Mereka juga berusaha menjelek-jelekkan hukum-hukum syariat Islam  beserta ajarannya  mengenai wanita, dan  digambarkannya dengan gambaran  yang  tidak  cocok dengan hakikat yang dibawa oleh Islam.

Karena itu  saya  melihat  bahwa  keunggulan  pendapat  dari sebagian  orang pada zaman kita sekarang ialah pendapat yang menyadarkan kaum wanita dan peran serta  kaum  wanita  serta kemampuannya menunaikan hak-hak fitrahnya  dan  hak-hak syar'iyahnya, sebagaimana yang  telah  saya  jelaskan  dalam kitab saya al-Ijtihad fi asy-Syari'ati Islamiyyah.





______________________________________________________________________________________
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X

Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama