Definisi llmu Tajwid
Lafadz Tajwid menurut bahasa artinya membaguskan. Sedangkan menurut istilah adalah:
"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya."
"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya."
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti AI Jahr, Isti'la', istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahak huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa' dan lain sebagainya.
Hukum Mempelajari llmu Tajwid
Hukum mempelajari Ilmu Tajwid secara
teori adalah fardhu kifayah, sedangkan hukum membaca Alquran sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid adalah fardhu 'ain. Jadi, mungkin saja terjadi
seorang Qori' bacaannya bagus dan benar, namun sama sekali ia tidak
mengetahui istilah-istilah ilmu Tajwid semisal izh-har, mad dan lain
sebagainya. Baginya hal itu sudah cukup bila kaum muslimin yang lain
telah banyak yang mempelajari teori ilmu Tajwid, karena -sekali lagi-
mempelajari teorinya hanya fardhu kifayah. Akan lain halnya dengan orang
yang tidak mampu membaca Alquran sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu
Tajwid. Menjadi wajib baginya untuk berusaha membaguskan bacaannya
sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam.
Dalil kewajiban membaca Alquran dengan tajwid adalah sebagaiberikut:
1. Dalil-dalil dari Al_Qur'an
- Firman Allah 'azza wajalla
"Dan bacalah Alquran dengan tartil” (QS. 73:4)
Ini adalah sifat Kalamullah, maka wajib bagi kita untuk membacanya dengan apa yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla.
- Firman Allah Azza wa Jalla:
“Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka
membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya.
Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang
yang rugi.” (Al Baqarah: 121)
Dan mereka tidak akan membaca dengan sebenarnya kecuali harus dengan
tajwid, kalau meninggalkan tajwid tersebut maka bacaan itu menjadi
bacaan yang sangat jelek bahkan kadang-kadang bisa berubah arti. Ayat
ini menunjukkan sanjungan Allah Azza wa Jalla bagi siapa yang membaca Al
Qur’an dengan bacaan sebenarnya.
2. Dalil-dalil dari As Sunnah
1. Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya bagaimana bacaan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab bahwa bacaan
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan panjang-panjang kemudian
dia membaca “Bismillahirrahman arrahiim” memanjangkan (bismillah) serta
memanjangkan (ar rahmaan) dan memanjangkan ar rahiim.” (HR. Bukhari)
2. Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat agar
mengambil bacaan dari sahabat yang mampu dalam bidang ini sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, telah bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Mintalah kalian bacaan Al Qur’an dari
Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz
bin Jabal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini adalah para sahabat yang mulia, padahal mereka itu orang-orang
yang paling fasih dalam pengucapan Al Qur’an masih disuruh belajar, lalu
bagaimana dengan kita orang asing yang lisan kita jauh dari lisan Al
Qur’an?
3. Dan dalil yang paling kuat sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh
Sa’id bin Mansur ketika Ibnu Mas’ud menuntun seseorang membaca Al
Qur’an. Maka orang itu mengucapkan:
“Innamash shadaqatu lil fuqara-i wal masakin.”
Dengan meninggalkan bacaan panjangnya, maka Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu katakan, “Bukan begini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat ini kepadaku.” Maka orang itu jawab, “Lalu bagaimana Rasulullah membacakan ayat ini kepadamu wahai Abu Abdirrahman?” Maka beliau ucapkan:
“Innamash shadaqaatu lil fuqaraa-i wal masaakiin.”
Dengan memanjangkannya. (HR. Sa’id bin Mansur)
Ibnu Mas’ud langsung menegur orang ini padahal ini tidak merubah
arti, akan tetapi bacaan Al Qur’an itu adalah suatu hal yang harus
diambil sesuai dengan apa yang Rasulullah ucapkan.
3. Ijma’
Seluruh qura’ telah sepakat tentang wajibnya membaca Al Qur’an dengan tajwid.
Fatwa Para Ulama Dalam Permasalahan Ini
1. Fatwa Ibnu Al Jazary
Tidak diragukan lagi bahwa mereka itu beribadah dalam upaya memahami
Al Qur’an dan menegakkan ketentuan-ketentuannya, beribadah dalam
pembenaran lafadz-lafadznya, menegakkan huruf yang sesuai dengan sifat
dari ulama qura’ yang sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
(Annasyr 1/210)
2. Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Adapun orang yang keliru yang kelirunya itu tersembunyi (kecil) dan
mungkin mencakup qira’at yang lainnya, dan ada segi bacaan di dalamnya,
maka dia tidak batal shalatnya dan tidak boleh shalat di belakangnya
seperti orang yang membaca “as sirath” dengan ‘sin’, pergantian dari
“ash shirath, karena itu qira’at yang mutawatir. (Majmu’ Fatawa 22/442
dan 23/350)
Dari fatwa ini bisa kita ambil kesimpulan:
- Tidak selayaknya seorang yang masih salah dalam bacaan (kesalahan secara tersembunyi) untuk menjadi imam shalat, lalu bagaimana dengan yang mempunyai kesalahan yang fatal seperti yang tidak bisa membedakan antara ‘sin’ dengan ‘tsa’ atau ‘dal’ dengan ‘dzal’, yang jelas-jelas merubah arti.
- Secara tidak langsung Syaikhul Islam telah mewajibkan untuk membaca Al Qur’an dengan tajwid karena kesalahan kecil itu tidak sampai merubah arti, beliau melarang untuk shalat di belakangnya, lalu bagaimana dengan kesalahan yang besar.
3. Fatwa Syaikh Nashiruddin Al Albany
Ketika ditanya tentang perkataan Ibnul Jazary tersebut di atas, maka
beliau mengatakan kalau yang dimaksud itu sifat bacaannya di mana Al
Qur’an itu turun dengan memakai tajwid dan dengan tartil maka itu adalah
benar, tapi kalau yang dimaksud cuma lafadz hurufnya maka itu tidak
benar. (Al Qaulul Mufid fii Wujub At Tajwid, hal. 26)
4. Fatwa Asy Syaikh Makki Nashr
Telah sepakat seluruh umat yang terbebas dari kesalahan tentang
wajibnya tajwid mulai zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai
zaman sekarang ini dan tidak ada seorang pun yang menyelisihi pendapat
ini. (Nihayah Qaul Mufid hal. 10)
Sumber: Panduan Praktis Tajwid & Bid’ah-bid’ah Seputar
Al Qur’an serta 250 Kesalahan dalam Membaca Al Fatihah, penulis: Al
Ustadz Abu Hazim bin Muhammad Bashori, penerbit: Maktabah Daarul Atsar,
Magetan. Hal. 33-38.
Fadhilah (Keutamaan) llmu Tajwid
Ilmu Tajwid adalah ilmu yang sangat
mulia. Hal ini karena keterkaitannya secara langsung dengan Alquran.
Bahkan dalam dunia ilmu hadits, seorang alim tidak akan mengajarkan
hadits kepada muridnya sehingga ia sudah menguasai ilmu Alquran.
Diantara keistimewaannya adalah sebagai berikut:
- Mempelajari dan mengajarkan Alquran merupakan tolok ukur kualitas seorang muslim. Sabda Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam: "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya " (HR. Bukhari)
- Mempelajari Alquran adalah sebaik-baik kesibukan. Allah 'azzawajalla berfirman dalam hadits Qudsi: "Barang siapa yang disibukkan oleh Alquran dalam rangka berdzikir kepadaKu dan memohon kepadaKu niscaya Aku akan memberikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan keutamaan Kalam Allah daripada seluruh kalam yang selain-Nya seperti keutamaan Allah atas makhlukNya." (HR. Tirmidzi)
- Dengan mempelajari Alquran, maka akan turun sakinah (ketentraman), rahmat, malaikat dan Allah menyebut-nyebut orang yang mempelajari Alquran kepada makhluk yang ada di sisiNya. Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu masjid dari masjid-masjid Allah kemudian mereka membaca Alquran dan mempelajarinya, melainkan turun kepada mereka ketentraman, diliputi dengan rahmat, dinaungi oleh malaikat, dan disebut-sebut oleh Allah di hadapan makhluk-Nya." (HR. Muslim)
Tujuan Mempelajari llmu Tajwid
Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah untuk menjaga lidah agar terhindar dari kesalahan dalam membaca Alquran.
Kesalahan dalam membaca Alqur’an, dikategorikan dalam dua macam, yaitu:
1. AL-LAKHNU AL-JALIY (kesalahan besar/fatal)
Adalah kesalahan yang terjadi ketika
membaca lafadh-lafadh dalam Alqur’an yang dapat mengubah arti dan
menyalahi ‘urf qurro. Melakukan kesalahan ini, hukumnya HARAM.
Yang termasuk kesalahan jenis ini antara lain:
a. Kesalahan makhroj (titik/tempat
keluarnya) huruf. Kesalahan ini biasanya terjadi pada pengucapan
huruf-huruf yang hampir serupa, seperti : ‘a (‘ain) dibaca a (hamzah), dlo dibaca dho, dza dibaca da, tsa dibaca sa, ha dibaca kha, thi dibaca ti , dan sebagainya.
b. Salah membaca mad, yaitu yang
seharusnya dibaca pendek (1 ketukan) dibaca lebih panjang (2 ketukan
atau lebih) dan sebaliknya. Misalnya: Laa (aa dibaca panjang; artinya TIDAK) dibaca La (a dibaca pendek; artinya SUNGGUH-SUNGGUH)
c. Salah membaca harokat. Contohnya:
kharokat di akhir kata benda, karena kharokat akhir kata menunjukan
jabatan kata itu dalam kalimat. Contoh: yarfa’ullohu (artinya: Allah mengangkat) di baca yarfa’ulloha (artinya menjadi: dia mengangkat Allah).
2. AL-LAKHNU AL-KHOFIY (kesalahan kecil)
Adalah kesalahan yang terjadi ketika
membaca lafadh-lafadh dalam Alqur’an yang menyalahi ‘urf qurro namun
tidak mengubah arti. Melakukan kesalahan ini hukumnya makruh.
Yang termasuk kesalahan jenis ini antara
lain: kesalahan dalam membaca dengung (idghom, ikhfa’, iqlaab,
dll), kesalahan (lebih/kurang panjang) dalam membaca mad, kesalahan
menampakkan sifat huruf (seperti: hams, qolqolah, keliru membaca
tahkhim/tarqiq), dan lain sebagainya.
Kesalahan membaca Alqur’an, baik yang
JALIY maupun yang KHOFIY, tetaplah sebuah kesalahan. Bila kesalahan itu
tetap muncul, maka bacaan Alqur’an kita tidak lagi sesuai dengan bacaan
saat pertama kali Alqur’an diturunkan. Karena itu, marilah kita
belajar ilmu tajwid ini, mudah-mudahan kita terhindar dari segala
kesalahan dalam membaca Alqur’an.
Blogger Comment