“Allah SWT telah meletakan dua kelopak mata kita di depan sebagai
pembelajaran yang menakjubkan, sebuah isyarat agar kita senantiasa
melihat kedepan, bukan kebelakang. Muslim yang cerdas, tidak hanya
melihat kedepan dengan segala keindahan dan rintangannya, namun ia mampu
menggunakan penglihatannya untuk fokus kepada satu titik yang pasti ia
dilalui, yaitu sebuah jembatan bernama kematian yang akan menghubungkan
kehidupannya dunia ini dengan kehidupan lain di akhiratnya”.
Jembatan kematian, adalah sebuah jembatan rahasia yang pasti akan dilalui setiap ruh manusia yang hidup.
Seorang muslim yang cerdas, hatinya tidak gentar saat ujian dan musibah
itu menerpanya. Aktifitas berfikir, hati dan dirinya senantiasa terarah
dan fokus pada jembatan kematian beserta kehidupan di sebrangnya yang
dahsyat. Sehingga ia senantiasa mengingat dan mempersiapkannya, dalam
hatinya terntanam tekad bahwa ia harus melewatinya dengan sebuah target
yang ia perjuangkan dikeseluruhan hidupnya, sebuah target yang
menentukan keselamatannya, target yang menjadi harapkan semua manusia
beriman; yaitu khusnul khatimah.
“Khusnul khatimah atau akhir yang baik adalah bukan gelar cuma-cuma yang
akan dihadiahkan kepada siapa saja, sertifikasi itu hanya diberikan
kepada hamba yang diridhai-Nya, hamba yang senantiasa berjalan dengan
penuh harap dan takut, yang senantiasa berjalan menuju-Nya. Teruntuk
hamba-hamba-Nya, dan bukan hamba-hamba syaitan”.
Hinga seorang muslim yang menyadari perannya tidak akan menyempatkan
banyak waktunya untuk merisaukan hal-hal yang akan berakhir ketika
kehidupan sementara ini berakhir.
“Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan
bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,” (Q.S. An Najm:
44-45)
Allah menghidupkan segala yang hidup di dunia ini dan Dia juga yang
telah menetapkan kematian mereka. Seorang muslim tidak akan terlalu
risau saat dunia ini belum sempat ia genggam semuanya, karena ia telah
tahu lebih dulu yang akan menyadarkannya bahwa dunia itu akan ia
campakan selepas penguburan jasadnya. Dari kesadaran yang konstan itulah
ia bangkit dan hidupnya selalu optimis serta bahagia!
Seorang muslim yang cerdas, hatinya tidak akan berlarut-larut untuk
memikirkan masa lalu atau menyesalinya. Ia dapat dengan mudah memaafkan
masa lalu dan merelakannya menjadi kenangan berharga yang ia simpan di
archive masalalunya. Ia paham bahwa rangkaian kejadian yang ia temui
adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan yang membawanya kepada
hari ini. Ia memahami bahwa hari ini adalah hari terbaik yang sangat
akan menentukan hari esoknya di Akhirat.
Baginya, hari ini pun terlalu singkat untuk sebuah persiapan hari yang
Abadi. Sehingga ia menghargai setiap detik-detik yang ia lewati di hari
harinya, memulai paginya dengan senyuman penuh harapan serta menutup
malamnya dengan penuh kesyukuran.
Ia tidak ingin mencemari nuansa iman di hatinya dengan keluhan. Ia tidak
akan begitu saja menangis saat kehidupan memaksanya untuk menangis, ia
berusaha agar hari-hari yang singkat ini tidak ditukar dengan tangisan
abadi di akhirat sana.
Ia tidak patah ketika badai kehidupan menyeretnya. Bahkan tidak
terlintas sedikit pun dalam hatinya untuk melawan gelombang demi
gelombang ujian tersebut, karena ia mengetahui bahwa ketetapannya adalah
bukah hal yang harus ia tentang. Ia teramat menyadari dan percaya diri,
hingga ia bangkit dan berselancar bersamanya. Hingga gelombang demi
gelombang ujian yang datang tanpa henti tidak membuatnya lelah, prahara
ujian itu semakin memperkokoh iman dan jiwa raganya dalam mengarungi
samudra kehidupan ini. Berlayar menuju pelabuhan terindahnya.
Subhanallah..
“Hidup itu mudah, jika kita siap. Namun ketahuilah wahai hamba Allah,
tidak ada kemudahan tanpa kesiapan, tidak ada kesiapan tanpa keyakinan,
tidak akan ada keyakinan tanpa pengetahuan atau Ilmu. Dan ilmu
pengetahuan itu hanya akan didapat dengan belajar”.
Salah satu buah manis dari Iman adalah tumbuhnya keberanian dan
anthusiasme untuk hidup dalam jiwa seorang Muslim. Ia memahami bahwa
hidup ini adalah kehidupan untuk hidup yang maha hidup. Hingga ia akan
segera meninggalkan hal-hal yang tidak penting dan sama sekali tidak
berhubungan dengan masa depan akhiratnya.
Ia tidak pernah merasa terancam atas segala sesuatu di bumi ini, ia
lebih tertarik untuk waspada dan menyikapi secara dini hal-hal yang akan
membahayakan dirinya di akhirat nanti, hingga kehidupan di dunianya
lepas dari kekhawatiran dan senantiasa bahagia.
Dari pemikiran ini, kita akan memulai terbang ke dalam sebuah nuansa,
sebuah masa yang harus segera kita sikapi dengan kedewasaan, karena
itulah masa depan yang sesungguhnya; Akhirat.
Seiring detak-detak sayup yang terdengar di belantara dada, sejalan
dengan lintasan obsesi yang berkecamuk dijiwa, di tempat kita terduduk
diheningnya malam, atau berjalan di antara cahaya siang, mengatur
langkah dan tujuan, berencana, berupaya dan berhayal tentang berbagai
pengharapan dan keindahan-keindahan… Ada hal yang kita abaikan.
Sebuah jembatan rahasia. Jembatan yang pasti dilalui semua manusia,
jembatan yang menjadi penghubung kehidupan dunia kepada kehidupan di
negeri lain yang kekal selamanya..
Sebuah jembatan yang bernama kematian, diseberangnya ada kehidupan.
Kehidupan sesungguhnya, dan disanalah kehidupan sesungguhnya dimulai.
Hari-hari panjang penantian akan digelar, hari mahsyar yang dahsyat,
hari hisab yang menggetarkan dan hari lain yang abadi berkekalan.
Ada berbagai peristiwa besar di sana, sungguh hal ini sering kita
lupakan padahal disana tidak ada kata ulang atau kesempatan-kesempatan.
Bahkan tidak ada lagi kematian.
Sering kita merasa nyaman dan aman dari jembatan yang akan kita lalui
ini, padahal ancaman kematian itu adalah kepastian yang tidak bisa
dibantah atau dicegah. Kematian laksana sebuah peluru yang mengintai, ia
telah dikirim dari kemaha sempurnaan takdir yang berlaku bagi setiap
mahluk yang bernyawa. Peluru yang terus mendekat dan akan mengenai kita
kapan saja. Membawa kita kepada pengadilan-Nya.
“Sekali lagi, akhirat itu adalah sebuah lukisan masa depan yang sesungguhnya!”.
Dengan menyimpan fokus ini dijiwa kita, maka insya Allah kesadaran akan
pentingnya management kematian muncul. Karena keseluruhan hidup ini tak
lain adalah sebuah perjalanan menuju jembatan tersebut, jembatan yang
akan menghubungkan kita kepada hari yang abadi yang teramat pasti.
Dari itu mari kita ingatkan diri kita, agar senantiasa ingat tentang
peluru yang mengintai kita dari jarak yang telah ditentukan, setiap saat
setiap waktu. Saat kita teringat ataupun lupa.
Selagi kita masih dipercaya untuk kembali terbangun di pagi tadi, dan
hidup di hari ini, maka gunakanlah. Itu adalah kesempatan berharga.
Jangan lalai kawan...
Jangan sering terdiam hanya oleh hal-hal fana. Jangan engkau menukar
ketenangan sesaat, dengan kegelisahan abadi. Membeli tawa-tawa sesaat,
dan menjual kebahagiaan abadi. Menukar kesenangan sesaat di Dunia.
Dengan tangisan abadi diakhirat.
URGENSI MANAGEMENT KEMATIAN
Management kehidupan yang baik akan membantu mengoptimalkan management
kematian yang baik, namun demikian urgensi management kematian menjadi
lebih penting karena kita benar-benar tidak tahu kapan peluru kematian
itu menjemput ruh kita dari alam ini.
Peluru kematian itu telah dilepas dan sedang menuju tepat kearah kita.
Ia telah dilepaskan dengan taqdir Allah Yang Maha Cermat dengan segala
perencanaan-Nya 50 ribu tahun sebelum diciptakan bumi dan langit. Peluru
rahasia yang terus mendekat dalam detik demi detik yang kita lalui.
Inilah sebuah urgensi yang menuntut seorang muslim agar mereka terus
melakukan disiplin waktu dan meningkatkan kinerja dan
profesionalisme-nya dalam beramal. Agar persinggahan di bumi ini tidak
hanya ia jadikan sebagai goa-goa sunyi penuh penyesalan namun akan ia
kenang sebagai taman-taman indah tempat ia dulu bercocok tanam, taman
harapan yang kemudian akan ia panen diharinya di akhirat sana.
Hinga tak ada lagi banyak kesempatan tersisa untuk bersantai-santai ria,
semua waktu adalah saat-saat terbaik untuk mempersiapkan hari pertemuan
dengan-Nya. Kesempatan-kesempatan berharga untuk merajut dan menenun
kain terindah untuk ia pakai dalam pertemuan terindah dengan Tuhannya.
“Agar kita tidak malu... saat pertemuan itu tiba”.
"Dan alangkah ngerinya, sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang
berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata):
"Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah
kami ke Dunia, kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang yakin".. (Qs As Sajdah: 12)
Sebuah berita menggetarkan dari Rasulullah SAW tentang kematian sang maut di negeri abadi.
Abu Said Al-Khudri ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Pada hari
kiamat nanti maut akan didatangkan seperti seekor biri-biri yang
berwarna keputih putihan, lalu dihentikan di antara Syurga dan Neraka.
Diserukan kepada Ahli Syurga: Apakah kalian mengenal ini? Penghuni
Syurga membalikan lehernya kearah penyeru dan menjawab: Ya, Itu maut!
Kemudian diserukan kepada Ahli Neraka: Apakah kalian mengenal ini?
Kemudian mereka pun membalikan lehernya kepada penyeru dan menjawab; Ya
itu Maut!
Kemudian diperintahkan agar maut itu disembelih... dan diserukan; Wahai
ahli Syurga, keabadian dan tak ada kematian lagi! Wahai ahli Neraka,
keabadian dan tak ada kematian lagi!
Lalu Rasulullah SAW membacakan Surat Maryam ayat 39: "Dan berilah mereka
peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah
diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman".
Kemudian beliau menunjuk Dunia dengan tangan beliau[[1]].
Inilah sebuah gambaran kengerian yang harus setiap saat terekam dalam
ingatan kita. Kepedihan kita di dunia ini akan berakhir dengan maut,
maut yang akan kita temui hanya satu kali. Rasulullah SAW
memperjelasnya dengan kisah penyembelihan sang maut. Secara terang
benderang beliau ingin menggambarkan bahwa maut itu akan benar-benar
berakhir dan tidak ada kematian lagi, sepedih apapun azab yang akan
menghantam kita di Neraka sana.
Rasulullah SAW bersabda; "Maut adalah perkara yang paling sulit, dan setelahnya akan lebih sulit lagi!"[[2]]
Apakah gerangan yang membuat kita mengeluh di dunia yang akan kita
campakan ini? Seberapa pentingkah nilai dunia yang terus engkau
kejar-kejar hingga tubuh itu begitu lelahnya? Apakah gerangan yang
mematahkan hatimu dalam permainan dunia ini? Pantaskah hatimu yang
menagis itu terus bersedih untuk sesuatu yang hina.. Adakah sesuatu yang
pantas engkau khawatiri di dunia ini? Haruskah beban berat yang
menindih itu membuatmu lupa kepada siapa semuanya akan
dipertanggungjawabkan?
Tak ada kekhawatiran sedikit pun tentang dunia ini. Semuanya akan
berakhir dalam maut, dan kehidupan sesungguhnya akan dimulai. Maut
adalah mimpi buruk yang akan mengahiri kisah-kisah semua manusia di
dunia ini.
Maut laksana sebuah peluru yang setiap saat mengintai kita. Maut nanti
akan ditampakan laksana sekor biri-biri yang disembelih dan diakhiri.
Setelah maut itu mati maka tidak akan ada kematian lagi. Inilah akhirat
yang kekal.. Inilah Neraka yang juga kekal!
Di lautan gelombang Neraka kelak tentu tidak akan ada langit yang indah.
Tidak ada udara yang bisa kita hirup seperti saat ini. Di sana tidak
ada nelayan yang kita harapkan akan menolong kesusahan kita, saat kita
timbul tenggelam di permukaannya yang mendidih.
Di sana tidak ada pantai yang mungkin akan mendamparkan tubuh kita
sesaat saja untuk beristirahat dari pedihnya. Gelombangnya tidak akan
menyeret tubuh kita ketepian pantai, karena lautan Neraka adalah sekam
yang tertutup.
Di sana tidak ada maut yang akan mengakhiri penderitaan satu jiwa. Cerita maut telah berakhir, dan tidak akan ada kematian lagi.
“Tidak ada kekhawatiran tentang dunia ini”.
Sungguh hati kita adalah dinding yang lalai, menghawatirkan hal-hal yang
hina dan mengabaikan hal berharga dan mulia. Terus berpaling setelah
seruan itu menyentuhnya, yang mengeras setelah Allah melembutkannya.
Kita terus dan terus berlari dan mempersiapkan diri seakan dunia ini
abadi, seakan dunia ini selamanya. Kita sadar namun kemudian kebutuhan
memalingkan kita lagi, hingga management kematian itu benar-benar
terlupa.
“Management kehidupan yang baik memang akan membantu optimalisasi dalam
mempersiapkan management kematian, tapi kemudian, urgensi Management
Kematian akan menjadi lebih penting - dari management kehidupan dan
management apapun - karena kita benar benar tidak tahu kapan peluru
kematian itu menghentikan semua rencana kita".
Pertanyaan yang harus kita renungkan adalah; dalam usia berapakah kita
akan menemui kematian, lalu kesan apakah yang sekiranya akan Allah SWT
temukan dalam kematian kita tersebut?
Kematian adalah bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi sesuatu yang
harus kita persiapkan. Dengan terus melakukan optimalisasi dalam
berbagai profesionalisme dalam beramal dan terus memperluas saham-saham
dan investasi kita di negeri akhirat, sebagai salah satu jalan
mendekatkan diri kepada ridha-Nya.
Kita tidak bisa mengabaikan persiapan akhirat ini, karena di sana kelak
kita akan menemui sebuah negri yang asing, negeri yang dahsyat.
Betapa ngerinya jika saat itu kita tidak punya bekal, atau bekal kita
hanya sedikit. Sedangkan kita akan berada di Negeri itu bukan 10 atau 20
juta tahun, tapi selama-lamanya.
Betapa terlantarnya kita, saat kita tersesat disebuah kota besar dan
asing lalu di sana kita mendapati bahwa saku kita kosong. Tersesat di
kota besar sama susahnya seperti tersesat di hutan rimba jika kita tidak
punya uang. Akan lebih celaka lagi jika tersesat di kota Akhirat tanpa
memiliki amal, karena dari kota akhirat kita tidak bisa kembali ke dunia
untuk mencarinya.
Inilah sebuah renungan yang ingin penulis tuangkan melalui pena
sederhana ini, bahwasannya seluruh cerita kita – kesuksesan, kegagalan,
kesedihan, kebahagian, tawa duka, bencana, kemelaratan, kekayaan,
kesenangan – ituakan berakhir dalam dua kemungkinan saja; khusnul
khatimah (akhir yang baik) atau su’ul khatimah (akhir/kematian yang
buruk).
Khusnul Khatimah dan Suul Khatimah bukanlah undian Tuhan untuk
Hamba-Nya, tapi sebuah konsequensi dari keseluruhan rangkaian diberbagai
persimpangan yang telah kita lewati di dunia ini.
Bayangkanlah seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawat.
Katakanlah pesawat itu terbang dari Jakarta menuju Riyadh menempuh 10
jam perjalanan diruang udara. Pesawat itu berhasil lepas landas dengan
sempurna dari Jakarta dan kini terbang di atas samudra Hindia.
Setelah menempuh perjalanan 8 jam, pesawat telah berada di teluk oman
dekat kawasan dubai. Hanya dua jam lagi pesawat dijadwalkan mendarat di
kota Riyadh. Di sana tiba-tiba angin kencang dan udara basah dengan
hujan, tapi badan pesawat tetap stabil karena sang pilot professional
hingga bisa melewati berbagai keadaan kritis di udara..
Setelah badai berlalu, tubuh pesawat itu stabil dan perjalanan begitu mulus....
Hanya 30 menit lagi mendarat di bandara. Tapi setelah hampir 10 jam di
udara, sang pilot pun lelah. Meski lelah ia sadar perjalanan masih belum
selesai, mendaratkan pesawat dari ketinggian 20 kilometer di udara
bukan hal yang mudah bagi yang tidak tahu ilmunya.
Sang pilot teramat sadar, jika 5 menit saja dia lengah atau terlelap maka pesawat akan celaka!
Sang pilot tetap tegar dan fokus kepada bandara yang akan ia singgahi. Hingga akhirnya pesawat landing dengan sempurna!
Pesawat yang landing dengan sempurna itu laksana sebuah "Khusnul Khatimah".
Khusnul Khatimah, atau kematian yang baik itu akan kita miliki dengan
perjuangan panjang melintasi berbagai tantangan melelahkan, disertai
dengan ketelitian, fokus, ilmu dan sebuah kesadaran penuh bahwa kita
akan mendarat di negeri lain dengan selamat!
Kesadaran inilah yang akan membuat ruh dalam raga kita tetap menjaga
fokus secara kontinuitas untuk mengarahkan semua aktifitas fikiran dan
aktifitas keseluruhan tubuh dengan misi bisa berlabuh dengan selamat di
negeri Akhirat.
Tentu seorang pilot yang professional tidak akan pernah berfikir; "Ah
wajar.. saya lelap hanya lima menit, toh saya telah bekerja selama lima
jam..".
Tidak, tidak begitu. Seorang pilot professional akan memikirkan tentang
effect dari lima menit dari kelalaian itu bagi nasib peswat.
Bayangkan saja, jika diakhir dari 10 jam perjalanan tadi, si pilot
tertidur sebelum pesawat mendarat. Meskipun ia sukses terbang dari
Jakarta dan mampu melewati samudra hindia, tetap saja media akan
memberitakan atau menilai bahwa “sang pilot tidak professional” atau
ceroboh hingga pesawat jatuh atau mendarat dengan tidak sempurna. Hingga
badan pesawat terbakar, dan semua penumpangnya menderita.
Tubuh kita ini tak ubahnya seperti badan pesawat, dan pilotnya adalah
hati kita. Suasana hati kitalah yang mempengaruhi fikiran. Fikiran dan
hati kita harus tetap fokus agar tubuh ini selamat. Agar tubuh ini tidak
terjatuh di jurang Neraka atau berakhir dengan kisah “suul khatimah”.
Naudzubillahimindzalik..
Sahabat pena, lalu bagaimana agar sang pilot dan pesawatnya berhasil mendarat dengan mulus?
Dalam logika ilmiah kita, jawaban terbaik adalah, bahwa si pilot tadi
harus meminta petunjuk dan berkomunikasi dengan sumber signal dan
informasi yang akan membantunya mendarat di bandara tujuan di negeri
lain tersebut. Tentu saja hal ini diperlukan adanya pengetahuan dan
pelatihan yang akan membuatnya professional dan komitment dalam tugasnya
untuk menerbangkan pesawat
Analogi yang sama dengan manusia yang harus senantiasa menjaga
komunikasi dengan Tuhannnya agar ia bisa bekerja dengan maksimal sesuai
professinya, baik profesionalisme dalam beramal ataupun beradab dengan
Tuhan dan juga mahluk-mahluk-Nya.
Adapun pengetahuan yang harus dikuasai adalah syariah Islam sendiri, al
Islam yang telah digariskan dalam Al Qur'an dan dijelaskan dengan terang
benderang oleh sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Memang, hiruk pikuk akhir
jaman ini membuat kita seakan berdiri di antara dua tebing, dari
tepiannya terdengar berbagai seruan. Tanpa pengetahuan syariah, maka
hasilnya adalah bingung dan ragu.[[3]]
Tidak mungkin Allah SWT ingin membuat kita bingung, Dia Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang tentu ingin membuat kita bahagia dan
teristimewa baik di dunia atau pun akhiratnya. Ilmu itu adalah jalanNya,
maka teranglah kenapa Rasulullah SAW mewajibkan seluruh umat untuk
mencari ilmu. Ilmu syariah yang akan menuntunnya kepada kebenaran
hakiki, kepada Ridha-Nya.
Teguhlah saudaraku!
Jangan jadikan berbagai merek pesawat dengan tujuan yang sama itu
sebagai bahan “gosip akidah” yang tiada ujung hingga menimbulkan
permusuhan dan menjadikan celah-celah bagi para pembajak pesawat yang
ingin menjatuhkannya dengan berabagai logo-logo menyilaukannya.
“Jangan biarkan gelombang kehidupan membawa kita kepada satu pelabuhan yang tidak kita ingini”.
Kata sesal memang selalu datang di waktu yang tidak tepat, keberadaannya
tidak kita sadari dan sulit dihindari. Usia makin berkurang, dosa
semakin bertambah dan waktu semakin sulit dikendalikan.
Jangan menunggu hingga usia senja, tuntutan karir hanya akan terus
membius kita dan melupakan kita kepada perencanaan jangka panjang di
negeri akhirat yang seharusnya kita persiapkan sedari awal.
Jangan kita terus membiarkan hari demi hari lewat begitu saja, hingga
tidak terasa usia terus beranjak remaja, dewasa, tua dan penglihatan
mulai nanar…
Kebutuhan semakin mendesak dan meningkat waktu demi waktu, tanggung
jawab pun bertambah seiring berubahnya pencapaian dan level status
sosial yang hampir saja menjadi objek dari keseluruhan hidup ini.
Sementara keinginan untuk serius beribadah terus tertunda dan ditunda
lagi, hingga nanti, nanti dan nanti.
Akankah kita masih berencana setelah nanti bahu kita tidak kuat lagi,
setelah kaki mulai gemetar… suara mulai parau… mata mulai butuh bantuan
kaca pembesar... dan fikiran mulai pikun?
Satu-satunya teman kita nanti adalah penyesalan. Kata sesal yang selalu
datang tak pernah tepat waktu, selalu telat dan tidak punya solusi.
Waktu yang tepat untuk "serius ibadah" adalah saat ini. Saat nafsu di
dada kita masih berkobar. Saat optimisme hampir saja membuat kita
terlupa, bahwa kita akan kembali.
Waktu yang tepat itu saat ini, saat hati kita melembut oleh sentuhan
yang menyentuhnya. Tidak lain, itu adalah hidayah-Nya sebagai hadiah
bagi sesiapa saja yang berusaha dengan sungguh-sungguh mencarinya,
hingga ia dikehendaki-Nya.
“Management Kematian” adalah topic yang saya suguhkan sebagai nasihat
kepada diri saya sendiri dan siapa saja yang di izinkan Allah SWT untuk
mendengarnya. Agar kita tidak melulu berpacu untuk mensukseskan
management hidup tapi juga mengingat sebuah management yang urgensinya
lebih urgent”.
“Jangan menunggu masa tenang untuk memulai, lautan itu tidak akan pernah
tenang. Lautan obsesi akan terus mengombang-ambing kita, badai ujian
akan terus berdatangan, seperti ombak yang tidak jemu mengunjungi
pantai”.
Ketenangan itu tidak akan pernah kita temui, jika tidak kita ciptakan
sendiri. Masa tenang itu tidak akan pernah ada di dunia fana ini,
ketenangan yang haqiqi hanya akan kita temukan di Syurga kelak.
Keseriusan mutlak harus kita bubuhkan di setiap
persimpangan-persimpangan yang kita lalui saat ini, bukan nanti
disaat-saat tertentu yang kita rencanakan. Sebuah masa yang entah akan
kita temui atau tidak.
Yang kita butuhkan adalah sebuah kontruksi kesungguhan dan kekokohan
Iman. Sebuah keseriusan, dalam setiap hal-hal kecil hingga hal-hal besar
yang telah menjadi kewajiban kita sebagai hamba Allah yang diciptakan
untuk beribadah kepada-Nya.
Jika kita tidak segera memposisikan diri kita sebagai Hamba Allah, maka
opsi lain adalah menjadi hamba Syaitan yang hina. Sebentuk tubuh yang
diperbudak hawa nafsu, hawa dunia dan segala keindahannya. Jangan
kehidupan yang singkat ini menenggelamkan kita dalam lautan obsesi
duniawiah dan idealism-idealisme jangka pendeknya.
Melembutlah wahai hati.. Mari rubah fokus kita ke sana. Karena kita
memang akan pulang. Pilihan terbaik saat kita tersesat adalah kembali,
sebelum kita menemukan diri ini semakin tersesat dan benar-benar lupa
untuk kembali.
Simpanlah obsesi-obsesi itu dalam prioritas kesekian, karena sungguh…
hari demi hari yang kita lewati, jam demi jam, menit demi menit telah
dan akan tertulis rapi dalam catatan amal yang akan dihamparkan di
hadapan kita di hari hisab kelak.
“Jika kita mengimani bahwa Syurga-Nya itu abadi, maka Neraka-Nyapun abadi. Dan di sana tidak ada kematian lagi”.
Mari kita memulai untuk merekontruksi niat, merubah fokus dan
menyeimbangkan management kehidupan ini dengan management kematian.
Sehingga tolak ukur kesuksesan kita tidak hanya harus dilihat dari
kacamata dunia saja, tetapi juga sisi lain yang porsinya jauh lebih
utama; tentang keselamatan kita di negeri akhirat sana.
Hingga setidaknya, kita akan merasakan kepuasan dan tidak mudah patah
dengan kegagalan - dalam bentuk apapun – selama kita masih mampu
melaksanakan kewajiban kita sebagai Hamba Allah, bukan hamba syaitan
yang selalu menawarkan keserakahan duniawiyah.
Ketika kita mampu mengaitkan seluruh kejadian di dunia ini dengan
pertimbangan akhirat kita, disertai dengan kokohnya kontruksi pilar
pilar iman yang kita miliki, lalu kita realisasikan dalam jalanan al
Islam dan siap memenuhi segala konsequensinya sebagai Hamba maka Insya
Allah… kita berdo’a, semoga Allah SWT menggolongkan kita menjadi
Hamba-Hamba-Nya yang selamat hingga akhirat dan menetap di sana dalam
keridha'an-Nya.
[1]Hadits Shahih Al Bukhari 4361, Muslim 5087, At Tirmidzi 2481 dan 3081
[2]HR. Tirmidzi 2308, ia berkata: “Hasan Gharib”, dihasankan oleh Ibnu
Hajar dalam Futuhat Rabbaniyyah, 4/192.Redaksi hadits lengkapnya: Dari
Utsman r.a., “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Alam kubur adalah
awal perjalanan akhirat, barangsiapa yang berhasil di alam kubur,maka
setelahnya lebih mudah. Barangsiapa yang tidak berhasil, maka setelahnya
lebih berat”
[3]Masalah Harokah dan penyikapannya ini akan dibahas di chapter terakhir. Insya Allah
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama