Menjelang Ramadhan ada seorang
sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani
istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di
sebuah toko swalayan.
Usai mereka membayar semua barang belanjaan.
Tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan. Baru saja
mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita
pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis
itu berkata kepada istri Budiman, “Beri kami sedekah, Bu!”
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah.
Wanita pengemis itu lalu menerimanya.
Tatkala ia tahu jumlahnya dan ternyata itu tidak mencukup kebutuhannya,
ia kemudian menguncupkan jari-jarinya dan ia arahkan kearah mulutnya,
kemudian ia memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan
jari-jari yang terkuncup itu ke arah mulutnya. Seolah ia berkata dengan
bahasa isyarat, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan,
tolong beri kami tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan.”
Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri
Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata,
“Tidak… tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!”
Ironisnya meski ia tidak menambahkan
sedekahnya malah istri dan putrinya Budiman menuju ke sebuah gerobak
gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman
berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu
memang adalah tanggal dimana ia menerima gajian dari perusahaannya,
karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekeningnya.
Ia sudah berada di depan ATM. Ia masukkan
kartu ke dalam mesin tersebut. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO.
Sesaat kemudian muncullah beberapa digit angka yang membuat Budiman
menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah
masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan
jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah
menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga,
namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Kemudian uang
itu ia lipat menjadi kecil dan ia berniat untuk berbagi dengan wanita
pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.
Budiman memberikan uang itu. Lalu saat sang
wanita melihat nilai uang yang ia terima betapa girangnya dia. Ia
berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan
kalimat-kalimat penuh kesungguhan:
“Alhamdulillah… Alhamdulillah…
Alhamdulillah… Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki
berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir
dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan
shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat
kelak nanti di surga…!”
Budiman tidak menyangka ia akan mendengar
respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi
hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh
wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu.
Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri
kecilnya, “Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga….!”
Deggg…!!! Hati Budiman tergedor dengan
begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah
agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman
membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu
masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di tempat
itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa
Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun
mengetahui itu. “Ada apa Pak?” Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan:
“Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!”
Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju
tatkala Budiman menyatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada
wanita pengemis, namun Budiman melanjutkan kalimatnya:
“Bu…, aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah
berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia
mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang
sekali ia berdoa!
Dia
hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah
sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM
saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin
ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo
itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur,
dan aku lupa berucap hamdalah.
Bu…, aku malu kepada Allah! Dia terima hanya
10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih
kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam
surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar
biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun
sedikitpun aku tak berucap hamdalah.”
Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara
yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun
menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur
sebagai hamba.
Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang suka lalai atas segala nikmat-Mu!
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama