A
: “Yang menganggap mereka ma’shum adalah dari Rafidhah, bukan dari
kami. Ana mau tahu, apa madzhab kalian sebagai orang Indonesia?”
A (Syiah) : “Kenapa sih kamu benci sama Syiah?”
B (Ahlus Sunnah) : “Karena Syiah menghina dan mengkafirkan Abu Bakar dan Umar.”
A : “Kami tidak mengkafirkan mereka, yang mengkafirkan adalah
Rafidhah, adapun kami bukan rafidhah tapi hanya syiah. Rafidhah sudah
pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah.”
B : “Dan kalian juga ghuluw (berlebih2an) terhadap imam-imam kalian
sendiri. Kalian menganggap mereka ma’shum, kalian juga taqlid buta
kepada mereka, semuanya kalian ikuti walaupun itu salah.”
A : “Apakah kalian tidak taqlid kepada imam-imam kalian?”
B : “Kami tidak taqlid kepada siapapun kecuali Rasulullah, karena
selain Rasulullah tidak ma’shum, dan mereka bisa benar bisa salah.”
B : “Madzhab kami atau kebanyakan orang Indonesia adalah Madzhab Syafi’iyah.”
A : “Siapa Imamnya?”
B : “Imam Asy Syafi’i.”
A : “Nah…kamu tahu tidak, kalo Imam Syafi’i adalah Syiah dan mengakui Syiah, sama seperti kami.”
B : “Apa buktinya? Imam Asy Syafi’i adalah seorang Ahlus Sunnah, Bukan Syi’i.”
A : “Buktinya adalah dari syairnya beliau sendiri yang terkenal. Beliau berkata,
‘Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad, Maka hendaknya
dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah seorang
Rafidhi.’
B : “Ana tahu syair itu. Memang itu syair beliau. Dan selamat,
perkataan kamu telah menjadi bumerang bagi kamu sendiri alias senjata
makan tuan.”
A : “Ada apa dengan bait syair itu? Bukankah itu bukti yang jelas
kalau Imam Syafii adalah Syi’i dan mengakui tentang kebenaran Syiah?”
B : “Pertama, perkataan Imam Syafi’i tersebut mengambil atau mengikuti dari firman Allah,
“Katakanlah, jika benar Tuhan yang Maha Pemurah mempunyai anak, Maka
Akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (QS.
az-Zukhruf: 81)
Apakah kamu menyakini bahwa ar-Rahman memiliki anak?! Tidak, sekali
lagi tidak. Oleh karena ar-Rahman tidak memiliki anak itu maka Allah
menggunakan susunan bahasa ini untuk menolak ucapan orang2 musyrik dan
klaim mereka.
Jadi, Imam as-syafi’i menggunakan susunan bahasa al-Qur`an, yang
membawa balaghah besar yang layak dengan kedudukan dan keluasan ilmu
Imam as-Syafi’i. Imam as-Syafi’i dengan ucapannya: ‘Jika Rafidhah itu
adalah mencintai keluarga Muhammad’, bermaksud mengungkapkan
kemustahilan kalau al-Rafdh dimaknai kecintaan kepada keluarga
Muhammad’.
Metode Imam Syafi’i ini telah dikenal oleh para ahlul ilmi. Sebagai
contoh, saat orang2 liberal mengingkari kita karena berpegang teguh
dengan agama ini, dengan menyatakan bahwa keteguhan itu adalah
fanatisme, dan fanatisme itu merupakan satu keterbelakangan dan
kemunduran, maka kita menjawab mereka dengan mengatakan, ‘Jika berpegang
teguh dengan Islam itu adalah satu keterbelakangan dan kemunduran, maka
saksikanlah bahwa kami orang2 yang mundur dan terbelakang.’
Kedua, kamu hanya mengambil bait syair sebagian saja, padahal masih
ada lanjutannya dan bait2 syair lainnya. Beliau juga berkata,
“Mereka mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’ Saya
katakan, ‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu
Bakar dan Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku.”
Di sini, Imam Syafi’i Rahimahullah berlepas diri dari Rafidhah
(Syi’ah), dan menampakkan keheranannya dari pertanyaan ini. Kemudian dia
menyatakan dengan terang-terangan bahwa dia tidak berada diatas agama
Syi’ah (Rafidhah), tidak juga di atas keyakinan mereka.
A : “Glekkk….”
B : “Eiit…tunggu dulu…masih ada yang ketiga..”
A : “Apa itu?”
B : “Ketiga, kamu membawakan hujjah dari syair Imam Asy Syafi’i yaitu
‘Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah
seorang Rafidhi.’ Disini Imam Syafi’i memakai kata Rafidhi, bukan
memakai kata Syi’i, padahal di awal kamu mengatakan bahwa kamu adalah
Syiah dan bukan Rafidhah. Aneh bukan, kamu mengaku bukan Rafidhi tapi
hujjah yang kamu bawakan adalah tentang Rafidhi? Nah, berhubung kamu
membawakan hujjah tentang Rafidhi, maka mulai sekarang ana menganggap
kamu adalah Rafidhi, atau Rafidhah dengan Syiah sama saja…!”
A : “Glek lagi…”
Berikut pendapat imam asy syafii tentang syiah.
- Dari Yunus bin Abdila’la, beliau berkata: Saya telah mendengar
asy-Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya
dengan sangat keras, dan berkata: “Kelompok terjelek! (terbodoh)”.
(al-Manaqib, karya al-Baihaqiy, 1/468. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat
al-Aqidah, 2/486)
- Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Saya belum melihat seorang pun yang
paling banyak bersaksi/bersumpah palsu (berdusta) dari Syi’ah Rafidhah.”
(Adabus Syafi’i, m/s. 187, al-Manaqib karya al-Baihaqiy, 1/468 dan
Sunan al-Kubra, 10/208. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah,
2/486)
- Al-Buwaitiy (murid Imam Syafi’i) bertanya kepada Imam Syafi’i,
“Bolehkah aku shalat di belakang orang Syiah?” Imam Syafi’i berkata,
“Jangan shalat di belakang orang Syi’ah, orang Qadariyyah, dan orang
Murji’ah” Lalu Al-Buwaitiy bertanya tentang sifat-sifat mereka, Lalu
Imam Syafi’i menyifatkan, “Siapasaja yang mengatakan Abu Bakr dan Umar
bukan imam, maka dia Syi’ah”. (Siyar A’lam Al-Nubala 10/31)
- asy-Syafi’i berkata tentang seorang Syi’ah Rafidhah yang ikut
berperang: “Tidak diberi sedikit pun dari harta rampasan perang, kerana
Allah menyampaikan ayat fa’i (harta rampasan perang), kemudian
menyatakan: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami”. (Surah
al-Hasyr, 59: 10) maka barang siapa yang tidak menyatakan demikian,
tentunya tidak berhak (mendapatkan bahagian fa’i).” (at-Thabaqat, 2/117.
Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/487)
- Imam as-Subki Rahimahullah berkata, ‘Aku melihat di dalam al-Muhith
dari kitab-kitab Hanafiah, dari Muhammad (bin Idris as-Syafi’i) bahwa
tidak boleh shalat di belakang Rafidhah.’ (Fatawa as-Subki (II/576),
lihat juga Ushulud Din (342))
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama