Sepasang
suami istri asyik nonton sinetron berduaan. Si istri menikmati alur
ceritanya, sedangkan si suami
menikmati kecantikan artis2nya. Namun
rupanya wajah istrinya tak secantik artis sinetron. Akibat terpengaruh
sinetron, akhirnya suaminya selingkuh untuk melampiaskan hasratnya. Si
istri tak mnyadari. Lalu apa yang terjadi kemudian?
Suami asyik dengan selingkuhan-nya karena lebih cantik dari istrinya,
akibatnya istrinya kurang diperhatikan. Karena kurang diperhatikan suami,
si istri juga beraksi, sama-sama mencari selingkuhan. Akhirnya suami dan istri
saling berselingkuh. Rumah tangga mereka semakin memburuk, hingga akhirnya
mereka resmi bercerai. Lihatlah bagaimana syaitan berhasil memisahkan antara
suami dengan istri hanya karena diawali oleh sinetron atau yangg sejenisnya. Masih
mau nonton sinetron?
Banyak terjadi hal seperti itu dari yang pernah ana tau, bahkan ada yang lebih
parah dari itu. Merka tidak mengetahui bahwa sebabnya dari sinetron atau hal2
yang sepele menurut mereka. Sehingga dampaknya menjadi lebih besar sekali. Wallahu
alam.
Tanya: Bagaimana hukumnya sandiwara (sinetron, film)?
Jawaban Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Hafidzahullah
Sandiwara, saya katakan tidak boleh karena:
Pertama: Di dalamnya melalaikan orang yang
hadir, mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain sandiwara dan mereka
senang (tertawa). Di dalamnya mengandung unsur menyia-nyiakan waktu.
Orang Islam akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap waktunya. Dia
dituntut untuk memelihara dan mengambil faedah dari waktunya, untuk
mengamalkan apa-apa yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla, sehingga
manfaatnya kembali kepadanya baik di dunia maupun di akhirat.
Sebagaimana hadits Abu Barzah Al-Aslamy, dia berkata: Telah bersabda
Rasulullah:
“Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga
ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Tentang hartanya
darimana dia dapatkan, dan untuk apa dia infakkan. Tentang badannya
untuk apa dia kerahkan…” (Dikeluarkan Al Imam At-Tirmidzi (2417) dan dia
menshahihkannya)
Umumnya sandiwara itu dusta.
Bisa jadi memberi pengaruh bagi orang yang hadir dan menyaksikan atau
memikat perhatian mereka atau bahkan membuat mereka tertawa. Itu bagian
dari cerita-cerita khayalan. Sungguh telah ada ancaman dari Rasulullah
bagi orang yang berdusta untuk menertawakan manusia dengan ancaman yang
keras. Yakni dari Muawiyah bin Haidah bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Celaka bagi orang-orang yang berbicara (mengabarkan) sedangkan dia
dusta (dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah
dia, celakalah bagi dia.” (Hadits hasan dikeluarkan oleh Hakim (I/46),
Ahmad (V/35) dan At-Tirmidzi (2315))
Mengiringi hadits ini Asy-Syaikhul Islam berkata: “Sungguh Ibnu
Mas’ud berkata: Sesungguhnya dusta itu tidak benar baik sungguh-sungguh
maupun bercanda.”
Adapun apabila dusta itu menimbulkan permusuhan atas kaum muslimin
dan membahayakan atas dien tentu lebih keras lagi larangannya.
Bagaimanapun pelakunya yang menertawakan suatu kaum dengan kedustaan
berhak mendapat hukuman secara syar’i yang bisa menghalangi dari
perbuatannya itu.
[Dinukil dari Edisi Indonesia Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah hal.
84-93, Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan - http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=440]
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama