Mengapa Shalat Sebaik-baik Amal ? Bag. 03 ( Isi Surat At-Tauhid )

III. Isi Surat at-Tauhid

Setelah membaca surat (al-Fatihah) yang maknanya sangat kaya dan begitu mendalam tersebut, seorang hamba melanjutkan ibadah shalatnya (masih dalam keadaan berdiri) dengan membaca secara utuh salah satu surat lainnya dalam al-Quran.

Seorang hamba bebas menentukan surat mana dalam al-Quran yang akan dibacanya itu (dengan syarat, isinya dibaca, secara keseluruhan). Inilah salah satu bentuk ajaran Islam yang penuh makna. Untuk mengetahui betapa pentingnya membaca surat lain dalam al-Quran dalam ibadah shalat sehari-hari, ada baiknya bila kita menghayati pernyataan Imam Ridha as, “Membaca al-Quran setiap hari akan menjaga kesegaran gagasan-gagasannya dalam ingatan kita. Selain itu, kita juga akan terhindar dari kelupaan atau kesalahpahaman terhadap isi al-Quran.”[13]

Dalam kesempatan ini, saya akan membahas salah satu surat al-Quran, yakni surat at-Tauhid (al-Ikhlash), yang acapkali dibaca dalam ibadah shalat harian.

A- Bismillahirrahmanirrahim (Dengan Nama Allah Yang Mahapengasih Mahapenyayang)

B- Qul (Katakanlah)

Wahai Nabi! Kenalilah dirimu dan katakanlah kepada yang lain bahwa Aku (Allah) Mahaesa.

C- Huwallahu Ahad (Allah Mahaesa)[14]

Keberadaan Allah tidaklah sebagaimana yang digambarkan oleh pelbagai keyakinan yang sesat. Allah tidak memilki sekutu, tidak tertandingi, tidak ada yang menyerupai, dan tidak membutuhkan tuhan lain dalam mencipta makhluk. Seluruh ciptaan beserta segenap hukum, rumus, dan prinsipnya semata-mata berasal dari satu sumber.

Inilah alasan mengapa segala sesuatu yang ada di jagad raya ini bergerak secara harmonis dan begitu tertata rapi sesuai dengan hukum-hukum alam. Satu-satunya pengecualian dari semua itu, sekaligus merupakan skala kecil (mikrokosmos) dari seluruh keberadaan di alam semesta ini (makrokosmos), adalah manusia. Itu disebabkan dirinya dianugerahi kemampuan berpikir dan membuat keputusan.

Adakalanya manusia tersesat dan tidak mengambil bagian dalam keseluruhan tatanan yang harmonis ini. Namun, ia akan segera sadar bahwa dirinya tidak dapat berbuat sejauh itu kecuali dengan mengikuti hukum-hukum alam (tentu saja itu berlaku dalam masalah fisik, sementara dirinya tetap memiliki kebebasan dalam berpikir tentang apa yang diinginkannya. Allah telah menganugerahkan manusia kemampuan semacam itu dan Dia ingin melihat apa yang kita perbuat dengannya).

D- Allahush Shamad (Allah Tempat Bergantung Segala Sesuatu)

Maksudnya, Allah (Tuhan yang kini saya sembah dengan bersujud dan tunduk di hadapan-Nya), tidaklah seperti tuhan-tuhan lainnya.

Sebabnya, tuhan-tuhan lain datang dan pergi begitu saja, serta terikat oleh ruang dan waktu. Lagipula, keberadaan mereka amatlah bergantung pada seseorang atau sesuatu. Siapa yang membutuhkan tuhan-tuhan seperti itu?

Tuhan-tuhan seperti itu sungguh tidaklah pantas untuk disembah. Sebabnya, mereka sama dengan, atau bahkan lebih rendah dari manusia. Tidaklah layak bagi seseorang yang berpengetahuan luas dan memiliki pelbagai potensi serta kemampuan diri, untuk merendahkan diri dan menundukkan kepalanya di hadapan seseorang atau sesuatu yang tidak lebih dari ciptaan (makhluk) belaka.

Seharusnya ia hanya menyembah Tuhan Yang Mahakuasa; yang tidak membutuhkan apapun; yang segenap kekuatan serta keberadaan di jagat raya ini semata-mata bersumber dari-Nya.

E- Lam Yalid (Dia Tidak Beranak)

Keberadaan Allah bukanlah sebagaimana yang seringkali dipropagandakan oleh beberapa agama yang menyimpang.

Umpamanya, konsep Tuhan Bapa dan Tuhan Anak dalam ajaran Kristen dan kaum politeis lainnya. Allah tidaklah memiliki atau melahirkan anak.

Dia memang Pencipta segala sesuatu dan segenap umat manusia, namun Dia bukanlah ayah dari ciptaan-Nya. Segenap kehidupan di permukaan bumi atau di tempat lain di jagad raya ini semata-mata adalah hamba-Nya, bukan anak-anak-Nya.

Hubungan (tuan-hamba) antara Allah dan manusia mencegah orang-orang yang beriman dari penghambaan kepada sesuatu atau orang lain. Sebabnya, seseorang tidak dapat menghamba kepada dua tuan.

Orang-orang yang mengatakan bahwa umat manusia terlampau agung hanya untuk menjadi hamba Tuhan, pada kenyataannya telah membuka jalan bagi manusia untuk memperbudak sesamanya.

Dengan memperhatikan kehidupan orang-orang tersebut, kita dapat menjumpai bahwasanya mereka secara nyata menghamba kepada para pemimpin dan bos yang zalim. Bahkan sebagian dari mereka mempraktekkan beberapa bentuk kezaliman itu sendiri.

F- Wa Lam Yulad (Dan Tidak Pula Diperanakkan)

Keberadaan Allah bukanlah akibat dari gejala alam; dari “tiada” menjadi “ada”. Allah tidak dilahirkan siapapun, juga bukan lahir dari pikiran seseorang. Allah bukanlah seperti yang dapat kita kenal atau bayangkan. Dia adalah kebenaran yang Mahaagung dan hadir di mana-mana. Keberadaan-Nya tidak berawal dan tidak berakhir (abadi).

G- Wa Lam Yakun Lahu Kufuan Ahad (Tak Ada Sesuatupun Setara Dengan-Nya)

Kita tentu tidak dapat membandingkan antara Allah dengan apapun yang kita kenal atau dapat kita bayangkan. Pengaruh dan kekuasaan Allah meliputi seluruh jagad raya. Karenanya, siapapun tidak layak untuk menuntut kepemilikan atas sejumlah bagian –terlebih keseluruhan- yang ada di dalamnya. Janganlah kita memasrahkan atau merendahkan keberadaan kita secara keseluruhan atau sebagiannya kepada siapapun atau apapun. Sekaitan itu, kita dihadapkan dengan dua pilihan; hidup dan mereguk kenyataan (dengan memasrahkan diri kepada Allah) atau mati dan tenggelam dalam kehidupan semu (lantaran pasrah kepada selain-Nya).

Sebagaimana kita ketahui, isi surat ini menyeru umat manusia untuk benar-benar menjunjung tinggi ketauhidan (monoteisme). Memang, dalam beberapa surat lain, al-Quran menyebutkan pula soal ketauhidan Allah swt.
Namun, surat at-Tauhid mengemukakan persolan tersebut dalam bentuk yang jauh lebih ringkas tapi padat serta menggunakan bentuk ungkapan yang berlaku di kalangan orang-orang sesat yang hidup di zaman penyembahan berhala waktu itu.

Untuk terakhir kalinya, ayat yang merupakan penutup dari keseluruhan surat ini, secara tegas menolak segenap keberadaan tuhan lain. Surat ini mengemukakan tentang siapa sesungguhnya Tuhan yang patut disembah. Seraya itu, ia juga memaparkan tipe Tuhan yang diyakini kaum Muslimin.

Tuhan yang bersekutu (tidak tunggal) dan pada saat yang sama memiliki sejumlah persamaan dengan seseorang atau apapun, tidak layak atau tidak perlu disembah.

Jangan sampai kita memuja-muja negara superpower atau seseorang yang zalim yang pada hakikatnya membutuhkan kekuatan di luar dirinya dalam melanggengkan kekuasaannya. Tinggalkanlah dan abaikanlah mereka!

Setiap orang harus terus bersikap waspada sehingga dirinya tidak sampai menobatkan mereka sebagai tuhan yang pantas dipuja dan disembah.

Seseorang yang menyembah atau tunduk sepada boneka-boneka bernyawa nan buas tersebut pada dasarnya tengah menghinakan dirinya sendiri, bahkan juga manusia lainnya.

Adapun secara positif, surat ini menunjukkan kepada kita tentang sifat-sifat keesaan Tuhan, dan pada saat yang sama, menyingkapkan segenap kelemahan tuhan-tuhan palsu.

Selain itu terdapat pula peringatan keras terhadap kaum Muslimin dan orang-orang yang beriman kepada Allah untuk tidak menghamburkan waktunya secara sia-sia.

Dengan kata lain, peringatan tersebut menghendaki agar mereka berusaha sekuat tenaga mencarai dan mempelajari argumen filosofis yang kokoh seutar keberadaan dan sifat-sifat Tuhan. semua itu niscaya akan melenyapkan keraguan dalam lubuk hati seseorang tentang keberadaan Tuhan.

Waktu yang dimiliki serta usaha yang dilakukan seseorang seyogianya digunakan untuk kian mempertajam pemahamannya tentang keesaan Tuhan. Dan semua itu pada gilirannya akan semakin mempertebal keyakinan religiusnya. Imam Ali Zainal Abidin mengatakan, “Allah mengetahui bahwasanya terdapat orang-orang yang merasa heran dan ingin tahu tentang-Nya, sampai Allah menurunkan wahyu-Nya, Qul huwallaahu Ahad,’ dan ayat dari surat al-Hadid yang berbunyi, ‘Alimun bi dzatishshudur,’ untuk menentukan batasan pemikiran tentang keberadaan-Nya. Dan telah berulangkali dinyatakan dalam al-Quran bahwa barangsiapa yang melewati ambang batas tersebut tak akan memperoleh apapun kecuali kehancuran.”[15]

Surat at-Tauhid ini mengatakan kepada para hamba bahwasanya Allah Mahakuasa, Mahaesa, Mahaagung, serta mutlak bebas dari kebutuhan dan ketergantungan. Allah tidak dilahirkan ataupun melahirkan siapapun (tidak beranak atau diperanakkan).

Tak ada yang sebanding, serupa dan mendekati kemiripan dengan-Nya. Beberapa pandangan dan persepsi seputar keberadaan Allah ini kiranya memadai bagi kaum Muslimin untuk merumuskan keyakinannya. Dalam sejumlah ayat lain, al-Quran menganjurkan kita untuk tidak berlebihan dalam menelaah ihwal yang berkenaan dengan sifat serta esensi Tuhan. seseorang selayaknya menerapkan keyakinannya dalam kehidupan sehari-hari demi menumbuhkan ketundukan kepada-Nya, ketimbang terus-menerus tenggelam dalam pemikiran spekulatif tanpa akhir. Sesuai dengan prinsip bahwa tindakan atau perbuatan lebih utama ketimbang ucapan, kita harus berusaha keras menjadikan diri kita sebagai contoh hidup dari ketauhidan. Inilah jalan yang dipilih para nabi Allah, para shiddiqin, dan orang-orang shalih. Ya, mereka telah berhasil memiliki kesadaran yang agung tentang-Nya.




______________________________________________________________________________________
Artikel Sebelum :
Mengapa Sholat Sebaik-baik Amal ? Bag. 02 ( Ibadah Shalat - Allahu Akbar - Isi Surat Al-Fatihah)

Artikel Sesudah :
Mengapa Shalat Sebaik-baik Amal ? Bag. 04 ( Tasbihat Arda'ah )
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama