Mengapa Shalat Sebaik-baik Amal ? Bag. 05 ( Ruku' - Sujud - Tasyahhud )

V. Ruku’


Setelah membaca surat atau ungkapan-ungkapan tasbih dalam keadaan berdiri,[17] seorang hamba wajib membungkukkan tubuh dan kepalanya (melakukan ruku’) di hadapan Allah, Tuhan yang lebih agung dari yang dapat dibayangkan serta dipuja umat manusia.

Allah swt begitu Mahaagung sehingga seorang hamba mau tak mau harus membungkukkan badannya dengan penuh penghayatan. Hal ini memperlihatkan ketundukan seorang hamba di hadapan Tuhan yang Mahakuasa; sumber kekuasaan utama yang mengatasi segenap kekuasaan yang dimiliki manusia. Karena itu, seorang hamba tidak dibenarkan membungkukkan tubuhnya di hadapan sesuatu atau manusia lain. Seraya berada dalam posisi tunduk (ruku’) di hadapan Tuhan, seorang hamba seyogianya menyampaikan pujian kepada-Nya dengan membaca, “Subhaana Rabbiyal ‘Adhimi wa bihamdih” (Mahasuci Allah yang Mahaagung dan saya menyembah-Nya).”[18]

Dengan menundukkan diri seraya mengucapkan kalimat yang tepat semacam ini, pada dasarnya seseorang telah bertekad untuk menjadi seorang hamba Allah, bukan hamba selain-Nya. Dan tanda-tanda kebahagiaan, kemerdekaan dan harga dirinya pun akan segera membayang di wajahnya.

VI. Sujud


Setelah berdiri dari ruku’, seorang hamba bersiap-siap untuk menundukkan dirinya lebih dalam lagi. Ya, ia akan segera bersimpuh dan menempelkan dahinya ke atas tanah. Menempelkan dahi di atas tanah merupakan bukti tertinggi bagi kerendah-hatian seseorang.


Seorang hamba akan mempersembahkan penghormatan yang sedemikian tinggi hanya kepada Allah swt, sumber dari segenap kebaikan dan keindahan absolut. Dengan keyakinan serta pengetahuannya, ia tidak pernah mau menyembah sesuatu atau sesamanya, apalagi sampai semendalam itu.


Sebab, ia juga tahu bahwa memperlihatkan kerendah-hatian seerti itu kepada makhluk lain adalah terlarang. Tatkala bersujud di atas tanah dan menghayati keagungan Tuhan, seorang hamba akan segera mengucapkan kalimat penuh makna ini, “Subhana Rabbiyal A’laa Wa Bihamdih” (Aku menyembah Allah yang Mahasuci dan Mahatinggi).”[19]


Sungguh, kalimat suci serta perbuatan (sujud) ini sangatlah serasi! Darinya jelas bahwa setiap manusia harus memanjatkan pujian serta penghormatannya hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya.


Bersujud dalam shalat dan bersimpuh di hadapan Allah yang Mahakuasa dan Mahaagung tidaklah sama dengan berlutut di hadapan makhluk lain yang tidak memiliki kesempurnaan. Apalagi dengan berlutut di hadapan benda-benda atau berhala-berhala.


Dengan tindakan ini, seorang hamba menyatakan ketundukan serta ketaatannya kepada Allah swt yang Mahatahu dan Mahamelihat.


Sungguh, seorang hamba telah menggapai kedudukan sebagai hamba Allah telah menghindarkan dan membebaskan dirinya dari segenap belenggu enghambaan dan perbudakan antar sesama.
Hasil terpenting yang terkandung dari kewajiban untuk mengucapkan kalimat suci serta melaksanakan kewajiban sujud dan bersimpuh tersebut adalah menjadikan seorang hamba mengetahui kepada siapa dirinya harus tunduk. Selain pula mengukuhkan pandangan bahwa seluruh pujian dan ketundukan hanya khusus ditujukan kepada Allah. Darinya, ia juga akan mengetahui bahwa tak satupun makhluk yang wajib disembah dan dipuji. Imam Ali ar-Ridha as berkata, “Seseorang akan merasa dekat kepada Allah ketika dirinya sedang bersujud di atas tanah.”[20]

VII. Tasyahhud (Penyaksian Keesaan Allah)


Setelah menyelesaikan rakaat kedua dan juga pada rakaat terakhir dalam shalat sehari-hari, seorang hamba akan duduk bersimpuh seraya membacakan tiga buah pernyataan, yang masing-masing darinya menyingkapkan sejumlah aspek yang berkenaan dengan keimanan. Perbuatan (salam shalat) ini disebut dengan tasyahhud. 


1- Seorang hamba wajib mengakui keesaan Tuhan dengan membaca, “Asyhadu anlaa ilaha illallah (ak bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah).” Setelah itu, dirinya harus memberi penekanan yang lebih terhadapnya dengan mengucapkan, “Wahdahu la syarikalah (hanya Dia Tuhan alam semesta, tak ada sekutu bagin-Nya).” Apapun atau siapapun yang menjadikan manusia terjebak dalam perbudakan akan dianggap sebagai tuhannya.


Lewat sudut pandang ini, kita menyaksikan bagaimana sesekali kita tunduk mengikuti keinginan hawa nafsu. Bahkan, kita tak jarang mengikuti keinginan serta perintah seseorang atau sebuah lembaga yang dalam hal ini berperan sebagai tuhan.[21]


Dengan engucapkan laa ilaaha illallah, kehidupan seorang hamba akan bersih dari pengaruh para penguasa semacam itu. Maksud dari tasyahhud adalah penolakan secara tegas terhadap segenap pengaruh kekuasaan selain-Nya dalam kehidupan seseorang. Seorang hamba niscaya mengetahui bahwa hanya Allah yang berkuasa, bukan makhluk-Nya. Setelah memahami dan menerima kenyataan ini, seseorang harus tegas menolak apapun atau siapapun (baik manusia, hewan, malaikat atau bahkan hawa nafsu) yang mencoba menguasai dirinya.


Hal ini bukan dimaksudkan bahwa orang yang bertauhid dilarang menerima atai mengikuti tatanan, aturan-aturan, hukum-hukum, serta kesepakatan sosial. Namun, semua itu lebih dimaksudkan agar oeng yang mengaku bertauhid menolak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Ilahi.


Seorang Muslim sejati tentu tahu bagaimana seharusnya ia berperilaku serta bagaimana membedakan antara benar dan salah. Langkah kehidupannya dibimbing semata-mata oleh Allah, bukan oleh manusia lain. Sebagaimana individu lainnya dalam masyarakat, ia mengikuti segenap aturan main serta ketetapan yang berlaku.


Namun, tatkala diketahui bahwa semua itu diarahkan untuk memenuhi ketamakan atau keinginan buruk seseorang, dirinya niscaya akan langsung berlepas tangan dan menjauh darinya.


Tolok ukur yang digunakannya untuk menilai semua itu adalah ketetapan Allah swt, bukan yang lain. Ia juga akan bersikap patuh kepada orang-orang yang memegang teguh hukum-hukum Allah. Teristimewa kepada mereka yang ditugaskan Allah untuk membimbing umat manusia. Sebabnya, misi yang diemban para penasehat serta pemimpin tersebut hanyalah membimbing umat manusia dalam kerangka keinginan Allah swt. Ini sebagaimana difirmankan dalam al-Quran, “…taatilah Allah dan taatilah rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (an-Nisa’: 49)[22]


2- Agaknya dengan pertimbangan yang semacam itu, seorang hamba mengucapkan pernyataan tasyahhud yang kedua, “Asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh (aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah).”
Mengakui Muhammad saw sebagai utusan Allah secara tidak langsung meyakini bahwa segenap perkataan Nabi saw semata-mata wahyu yang datang dari Allah. Adakah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah yang lebih baik dari mengikuti utusan Allah? 


Sebelumnya, banyak orang yang beriman menjadi tersesat lantaran dalam usahanya menapaki jalan Tuhan, ia hanya mengandalkan dirinya sendiri. Kemudian Allah mengutus Nabi Muhammad saw dengan perintah yang jelas untuk membimbing umat manusia. Bahwa Muhammad saw adalah benar-benar utusan Allah dan ucapannya adalah wahyu Allah, merupakan keyakina seluruh hamba Allah yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Persoalan penting lainnya yang terkandung dalam maklumat tasyahhud kedua ini adalah bahwa kata ‘hamba’ (‘abd) mendahului kata ‘utusan’ (rasul).


Hal ini menunjukkan bahwa dalam kacamata Islam, keutamaan seseorang diukur berdasarkan ketulusannya dalam menghamba ketimbang misi yang diembannya.

Sesungguhnya kebajikan atau keutamaan seseorang diukur berdasarkan kedalaman keyakinannya, khususnya keyakinan kepada Allah swt. Orang-orang yang lebih luas dan lebih mendalam keyakinannya (kepada Allah) tentunya jauh lebih utama dari selainnya. Orang-orang yang mengenal konsep penghambaan tentunya tidak akan kesulitan untuk memahami pernyataan di atas.


Kita seyogianya membandingkan dan memutuskan apakah kita lebih memilih bergantung kepada Allah ataukah kepada selain-Nya. Sunguh, Allah Mahalembut, Mahapenyayang dan Mahakuasa. Lawannya adalah pemarah, suka mementingkan diri sendiri dan bersifat sementara.


Bisakah dikatakan bahwa penyebab utama timbulnya kesengsaraan masyarakat tak lain dari bentuk ketergantungan yang mereka lestarikan (ketergantungan kepada seseorang, benda-benda dan sebagainya)?

Juga, bisakah dikatakan bahwa ketergantungan kepada Allah semata akan menghapus keinginan untuk bergantung kepada sesuatu yang lain?[23]


Pernyataan tentang keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad saw muncul secara berdampingan dalam tasyahhud. Para hamba harus menyadari bahwa pengucapan kedua maklumat tersebut tidaklah bernilai kecuali bila kemudian diikuti oleh lahirnya komitmen serta perbuatan yang sesuai dengannya.

Dalam hal ini, terdapat keharusan serta aturan bertingkah-laku yang bersifat khusus bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya dan yang meyakini kerasulan Muhammad saw. Proses penghambaan yang sesuai dengan segenap prinsip tersebut merupakan persoalan paling pokok dalam setiap shalatnya, seorang hamba akan senantiasa memperbarui kesaksiannya kepada Allah dan rasul-Nya.

3- Pernyataan ketiga dalam tasyahhud merupakan sebuah doa dan harapan yang dipanjatkan ke hadiran Ilahi. Seorang hamba mengatakan, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad (Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad).”


Rasulullah saw beserta Ahlul Baitnya merupakan para penghulu ajaran (Islam) mulia ini. Dengannya, seorang hamba akan senantiasa sadar bahwa didinya harus berpedoman kepada mereka serta terus memperbarui hubungannya dengan mereka (Ahlul Bait Nabi saw). Adalah wajib untuk berdiri di atas garis pedoman dari segenap doktrin tersebut. Dalam ajaran Islam, kita diharuskan mengikuti mereka yang menjadi contoh hidup kesempurnaan manusia tersebut.


Mereka adalah buah dari pembinaan dan perjuangan suci Rasulullah saw sepanjang sejarah. Ya, mereka adalah para pengikut Nabi yang paling taat dan penuh disiplin.


Para insan mulia didikan Rasul saw tersebut melanjutkan risalah bukan hanya dengan perkataan, melainkan juga, bahkan hampir sebagian besarnya, dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.


Sepanjang sejarah, terdapat banyak filosof dan pemikir yang datang dan pergi begitu saja. Mereka hanya duduk berangan-angan seraya mengotak-atik rumus kehidupan yang dianggap terbaik bagi umat manusia. Lebih dari itu, mereka tidak menerapkan buah pikirannya dalam kehidupannya sendiri. Demikian pula dengan segelintir pengikutnya (yang sekalipun tidak menerapkan rumus pikir tokohnya dalam kehidupannya sendiri, namun giat menyebarkan doktrin-doktrin ismenya ke tengah-tengah masyarakat).


Oleh karenanya, kita bisa saksikan bahwa orang-orang yang menjadi pengikut mereka jumlah sangat sedikit sekali. Seorang amba akan dengan penuh santun menyampaikan salam kepada Rasulullah saw beserta Ahlul Baitnya. Seraya itu, dirinya amat berharap agar ikatan spiritual yang selama ini terjalin antara dirinya dengan para insan pilihan Allah tersebut bertambah kuat. Jalinan serta kecenderungan dirinya kepada orang-orang suci tersebut niscaya akan menuntunnya melangkah menuju jalan yang semestinya.

Artikel Lanjutan : 

Mengapa Shalat Sebaik-baik Amal ? Bag. 06 Habis ( Penutup Ibadah Shalat )

Artikel Sebelum :  

Mengapa Shalat Sebaik-baik Amal ? Bag. 04 ( Tasbihat Arda'ah )
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama