Ayah... Ibu... Tuntun aku ke Jannah ( Syurga )

Anak merupakan salah satu anugerah terbesar dari ikatan pernikahan, merupakan cendera mata kasih sayang, buah hati yang dinanti, kesejukan di tengah keringnya suasana keluarga, penenang  gelombang bahtera rumah tangga.

Anak menjadi penyemangat  kejenuhan seorang Ibu dalam rumahnya, penghibur dikala duka ketika sang  suami sedang tidak bersamanya atau sedang  marah padanya.

Anak juga menjadi motivator seorang Ayah mencari  nafkah mengais dalam kehidupan ini berpeluh dan bermandi  keringat, mencurahkan fikiran dan tenaga dalam rangka tumbuhnya  sang  Jantung Hati dalam meneruskan cita-citanya yang tinggi melalui mahligai pernikahan yang  syari.

Demikian banyak hal yang dapat  kita ungkapkan di sini tentang fungsi anak dalam pernikahan tetapi kita cukupkan saja disini sebagai muqadimah  tulisan yang singkat ini.

Selanjutnya kita akan membahas kiat dalam menuntun si Buah Hati ini bersama menuju  Jannah (Syurga) sebagai inti dari kajian kali ini....dengn tema Ayah,Ibu Tuntun aku ke Jannah

Ayat-ayat nan indah menuju Jannah bersama

Allah berfirman

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّ‌يَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّ‌يَّتَهُمْ

Dan orang-orang beriman lalu diikuti anak keturunannya dalam keimanan, maka Kami pertemukan mereka dengan anak keturunannya tersebut. [Ath Thuur : 21

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّ‌يَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ

Surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang shalih dari kalangan bapak-bapak, istri-istri dan anak keturunan mereka. Para malaikat menyambut mereka di setiap pintu surga. [Ar Rad : 23]

رَ‌بِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّ‌يَّتِي

Ya Rabbku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakan shalat dan juga demikian bagi anak keturunanku. [Ibrahim : 40]

رَ‌بِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ‌ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْ‌ضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّ‌يَّتِي

Ya Rabbku, limpahkanlah anugerah untuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, berbakti kepada kedua orangtuaku, beramal shalih yang Engkau ridhai dan perbaikilah anak keturunanku.
[Al Ahqaf : 15]

رَ‌بِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّ‌يَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Ya Rabbku, anugerahkanlah bagiku anak keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa hamba-Mu. [ Ali Imran : 38]

Siapa yang paling bertanggung  jawab dalam pendidikan anak?       

Seorang Ayah mungkin akan berfikir Saya sudah kerja dari pagi sampai malam setiap hari mencari nafkah, maka yang  mendidik anak di rumah adalah istri (ibunya) sedang  saya tidak ada dirumah maka saya akan mendapat  uzur  syari (keringnanan yang sesuai dengan hukum Islam) dalam hal mendidik anak saya Seorang  Ibu mungkin punya fikiran Saya hanya seorang  wanita yang tugasnya mengurus suami  menyiapkan dan melayaninya sedang  sedangkan anak  walau di rumah sehari hari tetapi tanggung jawab ada pada suami (Ayahnya)

Ayah dan Ibu mungkin punya fikiran seperti ini  Kita siapkan keuangan dan fasilitas maka kita serahkan ke lembaga pendidikan serta memanggil guru kerumah maka selesai tanggung  jawab kita semua.....

Mungkin masih banyak  skenario lainnya dimana Ayah dan Ibu mempunyai pendapat  atau hasil rundingannya merumuskan bagaimana mendidik anak-anak mereka, dalam hal ini Pendidikan Yang Mengarah Kepada Pertemuan Mereka di Jannah......

Mari  kita melihat dari segi syariat  Islam siapa sebenarnya yang bertanggung jawab dalam mendidik anak  kita ini....

Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata:

Dahulu para salaf ash-shalih memberikan perhatian kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Mereka mengajari dan menumbuhkembangkan anak-anak di atas kebaikan, menjauhkan anak-anak dari kejelekan, memilihkan guru yang shalih, pendidik yang bijak dan bertakwa untuk anak-anak. Nabi Shalallahu alaihi Wasallam mendorong para orang tua untuk memulai dengan pendidikan agama dan akhlak kepada anak-anak sejak usia tamyiz. Beliau bersabda (artinya) : Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) pada usia 10 tahun. Pisahkanlah tempat tidur mereka (di usia tersebut).

Dalam hadits dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bahwasanya beliau bersabda (yang  artinya):

Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.
 (Muttafaqun Alaihi) (lihat  Panduan Keluarga Sakinah Ust Yazid bin Abdul Qadir Jawas hal 270. H R Bukhari  893,5188.5200)

Pendidikan anak menurut Islam merupakan tanggung jawab orang tua.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ {التحريم:٦}

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan
(Tahrim:6)

Nabi Muhammad bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

setiap anak dilahirkan dalam kedaan diatas fitrah (Islam). Maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadin Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Al-Bukhari, no.1384 dan Muslim, no.2658. Hadits dari Abu Hurairah J

Karenanya, peranan orang tua sangat besar dalam memberi arah bagi pendidikan seorang anak.
Para Nabi Alloh Taala pun sangat memperhatikan terhadap pendidikan anak-anaknya . Mereka khawatir bila anak-anaknya terjatuh pada perilaku menyimpang. Seperti menyekutukan Alloh (berbuat syirik) perilaku tercela lainnya. Ini tergambar dalam firman Allah :

 أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ{البقرة: ١٣٣ }

Adakah kamu hadir ketika Yaqub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (Al-Baqarah:133)

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ{هود: ٤٢}

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir. (Hud:42)

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ{ إبراهيم:٣٥}

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala (Ibrohim:35)

Jadi, pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap diri kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertannggung jawabannya tentang yang dipimpinnya.

(mutafaqun alaih Hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhum).

(oleh Ust Ayip di http://www.salafy.or.)

Suami Istri bahu membahu tolong menolong dalam mendidik anak-anak mereka.

Jadi jelas Suami Istri bahu membahu dalam mendidik anak-anak mereka dengan musyawarah yang baik karena dalil-dalil sudah jelas,  Ayah,Ibu serta para guru pendidik serta masyarakat bekerjasama dalam tegaknya pendidikan anak menuju keberhasilan yaitu anak yang shalih yang benar aqidahnya dan mulia akhlaqnya.

Hendaknya Ayah yang sibuk dapat mengatur waktunya, sesibuk apapun, hendaknya ada waktu untuk merumuskan bersama istrinya dalam memaksimalkan potensi istri dan lingkungannya serta hartanya menuju bentuk pendidikan yang islami yang sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Assunnah sesuai manhaj salaf as shalih.

Ibu yang melihat kesibukan Ayah dari anak-anaknya (suaminya) juga harus menjadi penyeimbang dan mau berkurban waktu,tenaga,perasaan dan lainnya dalam rangka menjaga dan mengarahkan anaknya kepada pendidikan yang telah disepakati yaitu pendidikan yang menghasilkan anak shalih yang dengan pendidikannya dia mengantar anaknya ke Jannah.

Keduanya (Ayah,Ibu) hendaknya memulai dirinya dengan menjadi orang tua yang shalih dan mulai menghiasi dirinya dengan doa doa yang ikhlas serta terus mencerdaskan dirinya dalam memahami perkembangan anak baik secara fisik atau kejiwaan serta membekali diri dengan ilmu yang mapan agar berbagai persoalan dasar dapat mereka kuasai karena orang tua adalah rujukan pertama seorang anak akan etika benar dan salah serta aspek hukum islam yang dasar lainya

Mari kita lihat ayat yang agung ini yang artinya:

Allah subhanahu wa taala berfirman melalui lisan lukman:

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orangtua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), Hai anakku sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjaln dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (QS. Luqman: 13-19)

Jika salah mendidik anak maka kesalahan ada pada orang tua karea mereka yang paling bertanggung jawab

Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah,

Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil manfaat dari  anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.

(dikutip dari Akhlaq Untuk Buah Hati Penyusun: Ummu Aufa Murojaah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.)

Mulai sejak dini orang tua bekerja keras dalam menolong anaknya ke Jannah

Sumi, istri atau yang sudah menjadi Ayah, Ibu hendaknya mengurangi waktu yang terbuang dalam pendidikan anak dengan saling mengandalkan atau saling menyalahkan atau saling mencari kelemahan masing masing.
Prinsip ini sangat penting agar segera ada tindakan positif bagi kedua orang tua dalam mendidik anaknya sebelum hal yang buruk pada anak terjadi.

Terutama masalah akhlak yang begitu penting ditanamkan sejak dini.

Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orangtua obsesikan.

Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:

1. Dengan memberi contoh mengucapkan salam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda:
Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Dan maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu jika kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam diantara kalian. (HR. Muslim)

2. Memperhatikan etika dalam makan.
Dari umar bin Abu Salamah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda kepadaku,

Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang paling dekat denganmu. (Muttafaqun alaih)

3. Mengajarkan rasa kebersamaan dengan saudara muslim yang lain, misalnya dengan menjenguk orang sakit.

Dari Abu Hurairoh radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,
Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangan dan mendoakan orang yang bersin. (Muttafaqun alaihi)

4. Mengajarkan kejujuran.
Dari Ibnu Masud radhiyallahuanhu bahwa Nabi shallallahualaihi wasallam bersabda,
Peganglah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan menunjukan kepada surga. Seseorang selalu jujur dan memelihara kejujuran hingga tercatat di sisi Allah termasuk orang yang jujur. Dan hindarilah dusta karena kedustaan menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan kepada neraka. Seseorang selalu berdusta dan terbiasa berbuat dusta hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta. (HR. Bukhari Muslim)

Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. (dikutip dari Akhlaq Untuk Buah Hati Penyusun: Ummu Aufa Murojaah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.)

Mendidik Anak Dengan Al-Quran

Mengajarkan Al-Quran kepada anak adalah hal yang paling pokok dalam Islam. Dengan hal tersebut, anak akan senantiasa dalam fitrahnya dan di dalam hatinya bersemayam cahaya-cahaya hikmah sebelum hawa nafsu dan maksiat mengeruhkan hati dan menyesatkannya dari jalan yang benar. Para sahabat nabi benar-benar mengetahui pentingnya menghafal Al-Quran dan pengaruhnya yang nyata dalam diri anak. Mereka [...]

Mengajarkan Al-Quran kepada anak adalah hal yang paling pokok dalam Islam. Dengan hal tersebut, anak akan senantiasa dalam fitrahnya dan di dalam hatinya bersemayam cahaya-cahaya hikmah sebelum hawa nafsu dan maksiat mengeruhkan hati dan menyesatkannya dari jalan yang benar.

Para sahabat nabi benar-benar mengetahui pentingnya menghafal Al-Quran dan pengaruhnya yang nyata dalam diri anak. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mengajarkan Al-Quran kepada anak-anaknya sebagai pelaksanaan atas saran yang diberikan Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalam hadits yang diriwayatkan dari Mushab bin Saad bin Abi Waqqash,

Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya. (HR. Bukhari).

Sebelum kita memberi tugas kepada anak-anak kita untuk menghafal Al-Quran, maka terlebih dahulu kita harus menanamkan rasa cinta terhadap Al-Quran. Sebab, menghafal Al-Quran tanpa disertai rasa cinta tidak akan memberi faedah dan manfaat. Bahkan, mungkin jika kita memaksa anak untuk menghafal Al-Quran tanpa menanamkan rasa cinta terlebih dahulu, justru akan memberi dampak negatif bagi anak. Sedangkan mencintai Al-Quran disertai menghafal akan dapat menumbuhkan perilaku, akhlak, dan sifat mulia.

Menanamkan rasa cinta anak terhadap Al-Quran pertama kali harus dilakukan di dalam keluarga, yaitu dengan metode keteladanan. Karena itu, jika kita menginginkan anak mencintai Al-Quran, maka jadikanlah keluarga kita sebagai suri teladan yang baik dengan cara berinteraksi secara baik dengan Al-Quran. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memuliakan kesucian Al-Quran, misalnya memilih tempat paling mulia dan paling tinggi untuk meletakkan mushaf Al-Quran, tidak menaruh barang apapun di atasnya dan tidak meletakkannya di tempat yang tidak layak, bahkan membawanya dengan penuh kehormatan dan rasa cinta, sehingga hal tersebut akan merasuk ke dalam alam bawah sadarnya bahwa mushaf Al-Quran adalah sesuatu yang agung, suci, mulia, dan harus dihormati, dicintai, dan disucikan.

Sering memperdengarkan Al-Quran di rumah dengan suara merdu dan syahdu, tidak memperdengarkan dengan suara keras agar tidak mengganggu pendengarannya. Memperlihatkan pada anak kecintaan kita pada Al-Quran, misalnya dengan cara rutin membacanya.

Adapun metode-metode yang bisa digunakan anak mencintai Al-Quran diantaranya adalah:

1. Bercerita kepada anak dengan kisah-kisah yang diambil dari Al-Quran.

Mempersiapkan cerita untuk anak yang bisa menjadikannya mencintai Allah Taala dan Al-Quran Al-Karim, akan lebih bagus jika kisah-kisah itu diambil dari Al-Quran secara langsung, seperti kisah tentang tentara gajah yang menghancurkan Kabah, kisah perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir, kisah Qarun, kisah nabi Sulaiman bersama ratu Bilqis dan burung Hud-hud, kisah tentang Ashabul Kahfi, dan lain-lain.
Sebelum kita mulai bercerita kita katakan pada anak, Mari Sayangku, bersama-sama kita dengarkan salah satu kisah Al-Quran.

Sehingga rasa cinta anak terhadap cerita-cerita itu dengan sendirinya akan terikat dengan rasa cintanya pada Al-Quran. Namun, dalam menyuguhkan cerita pada anak harus diperhatikan pemilihan waktu yang tepat, pemilihan bahasa yang cocok, dan kalimat yang terkesan, sehingga ia akan memberi pengaruh yang kuat pada jiwa dan akal anak.

2. Sabar dalam menghadapi anak.

Misalnya ketika anak belum bersedia menghafal pada usia ini, maka kita harus menangguhkannya sampai anak benar-benar siap. Namun kita harus selalu memperdengarkan bacaan Al-Quran kepadanya.

3. Menggunakan metode pemberian penghargaan untuk memotivasi anak.

Misalnya jika anak telah menyelesaikan satu surat kita ajak ia untuk jalan-jalan/rekreasi, atau dengan menggunakan lembaran prestasi/piagam penghargaan, sehingga anak akan semakin terdorong untuk mengahafal Al-Quran.

4. Menggunakan semboyan untuk mengarahkan anak mencintai Al-Quran.

Misalnya :

Saya mencintai Al-Quran.

Al-Quran Kalamullah.

Allah mencintai anak yang cinta Al-Quran.

Saya suka menghafal Al-Quran.

Atau sebelum menyuruh anak memulai menghafal Al-Quran, kita katakan kepada mereka, Al-Quran adalah kitab Allah yang mulia, orang yang mau menjaganya, maka Allah akan menjaga orang itu. Orang yang mau berpegang teguh kepadanya, maka akan mendapat pertolongan dari Allah. Kitab ini akan menjadikan hati seseorang baik dan berperilaku mulia.

5. Menggunakan sarana menghafal yang inovatif.

Hal ini disesuaikan dengan kepribadian dan kecenderungan si anak (cara belajarnya), misalnya :
  • Bagi anak yang dapat berkonsentrasi dengan baik melalui pendengarannya, dapat menggunakan sarana berupa kaset, atau program penghafal Al-Quran digital, agar anak bisa mempergunakannya kapan saja, serta sering memperdengarkan kepadanya bacaan Al-Quran dengan lantunan yang merdu dan indah.
  • Bagi anak yang peka terhadap sentuhan, memberikannya Al-Quran yang cantik dan terlihat indah saat di bawanya, sehingga ia akan suka membacanya, karena ia ditulis dalam lembaran-lembaran yang indah dan rapi.
  • Bagi anak yang dapat dimasuki melalui celah visual, maka bisa mengajarkannya melalui video, komputer, layer proyektor, melalui papan tulis, dan lain-lain yang menarik perhatiannya.

6. Memilih waktu yang tepat untuk menghafal Al-Quran.

Hal ini sangat penting, karena kita tidak boleh menganggap anak seperti alat yang dapat dimainkan kapan saja, serta melupakan kebutuhan anak itu sendiri. Karena ketika kita terlalu memaksa anak dan sering menekannya dapat menimbulkan kebencian di hati anak, disebabkan dia menanggung kesulitan yang lebih besar. Oleh karena itu, jika kita ingin menanamkan rasa cinta terhadap Al-Quran di hati anak, maka kita harus memilih waktu yang tepat untuk menghafal dan berinteraksi dengan Al-Quran.

Adapun waktu yang dimaksud bukan saat seperti di bawah ini:

Setelah lama begadang, dan baru tidur sebentar,

Setelah melakukan aktivitas fisik yang cukup berat,

Setelah makan dan kenyang,

Waktu yang direncanakan anak untuk bermain,

Ketika anak dalam kondisi psikologi yang kurang baik,

Ketika terjadi hubungan tidak harmonis anatara orangtua dan anak, supaya anak tidak membenci Al-Quran disebabkan perselisihan dengan orangtuanya.

Kemudian hal terakhir yang tidak kalah penting agar anak mencintai Al-Quran adalah dengan membuat anak-anak kita mencintai kita, karena ketika kita mencintai Al-Quran, maka anak-anak pun akan mencintai Al-Quran, karena mereka mengikuti orang yang dicintai. Adapun beberapa cara agar anak-anak kita semakin mencintai kita antara lain:
  • Senantiasa bergantung kepada Allah, selalu berdoa kepada Allah untuk kebaikan anak-anak. Dengan demikian Allah akan memberikan taufikNya dan akan menyatukan hati kita dan anak-anak.
  • Bergaul dengan anak-anak sesuai dengan jenjang umurnya, yaitu sesuai dengan kaedah, Perlakukan manusia menurut kadar akalnya. Sehingga kita akan dengan mudah menembus hati anak-anak.
  • Dalam memberi pengarahan dan nasehat, hendaknya diterapkan metode beragam supaya anak tidak merasa jemu saat diberi pendidikan dan pengajaran.
  • Memberikan sangsi kepada anak dengan cara tidak memberikan bonus atau menundanya sampai waktu yang ditentukan adalah lebih baik daripada memberikan sangsi berupa sesuatu yang merendahkan diri anak. Tujuannya tidak lain supaya anak bisa menghormati dirinya sendiri sehingga dengan mudah ia akan menghormati kita.
  • Memahami skill dan hobi yang dimiliki anak-anak, supaya kita dapat memasukkan sesuatu pada anak dengan cara yang tepat.
  • Berusaha dengan sepenuh hati untuk bersahabat dengan anak-anak, selanjutnya memperlakukan mereka dengan bertolak pada dasar pendidikan, bukan dengan bertolak pada dasar bahwa kita lebih utama dari anak-anak, mengingat kita sudah memberi makan, minum, dan menyediakan tempat tinggal. Hal ini secara otomatis akan membuat mereka taat tanpa pernah membantah.
  • Membereskan hal-hal yang dapat menghalangi kebahagiaan dan ketenangan hubungan kita dengan anak-anak.
  • Mengungkapkan rasa cinta kepada anak, baik baik dengan lisan maupun perbuatan.
Itulah beberapa point cara untuk menumbuhkan rasa cinta anak kepada Al-Quran. Semoga kegiatan menghafal Al-Quran menjadi hal yang menyenangkan bagi anak-anak, sehingga kita akan mendapat hasil sesuai yang kita harapkan.

(Diringkas dari Agar Anak Mencintai Al-Quran, Dr. Saad Riyadh (www.kajiansalaf))

Pastikan Rizki Yang Halal Untuk Anakmu!

Menafkahi keluarga adalah amalan yang mulia yang membuahkan pahala. Oleh karena itu dalam memberikan nafkah hal yang haruslah kita perhatikan adalah kehalalan dari nafkah tersebut, karena Allah tidaklah menerima kecuali sesuatu yang halal lagi baik. Dan ingatlah bahwa sesuatu yang jelek akan berdampak yang jelek pula, bisa jadi sang anak nanti akan menjadi anak nakal yang tidak berbakti kepada orang tua yang justeru inilah yang akan merugikan orang tua. Maka inilah balasan yang akan diterima oleh orang tua, sebagai mana dahulu ia mencari rizki dari jalan haram dan manafkahi keluarganya dengan rizki tersebut, maka Allah akan jadikan rizki buruk tersebut menjadi bumerang baginya.

Merupakan bentuk pendidikan orang tua kepada anak adalah dengan memberikan asupan yang halal kepada sang anak. Karena itulah sumber kebaikannya sementara makanan yang haram adalah faktor yang menyebabkan buruknya pribadi sang anak.

Sudah merupakan kewajiban orang tua untuk menafkahi sang anak baik untuk keperluan makannya, minumnya, sekolah, dan segala hal yang sudah merupakan hak orang tua.

Namun terkadang tatkala orang tua ditimpa dengan kesulitan rizki setelah mereka peras keringat dan banting tulang mulailah sebagian mereka termakan ucapan setan Cari rejeki yang haram aja susah mas apalagi cari rejeki yang halal. Sehilngga deribu satu macam cara di tembuh agar dapat mengais uang baik dengan cara yang haram atau yang halal. Waliyadzubillah.

Memang kewajiban orang tua adalah memberikan nafkan kepada anak. Namun tak hanya berhenti sampai disitu. Syariat Islam telah menjelaskan bahwa mencari nafkah untuk keluarga adalah amalan yang mulia dan menghasilkan suatu pahala. Dan seorang tidak akan memperoleh pahala kecuali apabila amalan yang ia tunaikan sejalan dengan aturan syariat.  Sebagaimana Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan. [1]

Dan juga Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَنْفَقَ المُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ، وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا، كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

Apabila seorang muslim memberikan nafkah kepada keluarganya –yang dia inginkan mendapatkan pahala dari nafkah itu untuk mengharapkan pahala dari Allah- maka itu akan menjadi  sedekah baginya.[2]

Menerangkan hal ini Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengutip perkataan Al-Muhallab, bahwa memberi nafkah kepada keluarga adalah kesepakatan menurut kaum muslimin. Rasulullah shallallahualaihi wasallam menamakannya sebagai sedekah karena dikhawatirkan ada orang-orang yang menyangka, pelaksanaan kewajiban ini tidak ada pahalanya. Sementara mereka telah mengetahui bahwa memberikan sedekah itu berpahala. Maka beliua memberitahukan bahwa nafkah ini adalah sedekah bagi mereka, agar mereka tidak mengeluarkan sedekah untuk selain keluarga kecuali setelah mencukupi keluarganya. Hal ini sebagai hasungan bagi mereka agar mendahulukan sedekah yang wajib dari pada sedekah yang thatawwu (sunnah).[3]

Rasulullah shallallahualaihi wasallam juga bersabda,

أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ مَا تَرَكَ غِنًى، وَاليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ

Sedekah yang paling utama adalah yang masih menyisakan kecukupan, dan tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah, dan mulailah (dalam berinfaq)  dengan orang-orang yang berada dibawah tanggunganmu.[4]

Dari apa yang dijelaskan diatas sangatlah jelas bahwa menafkahi keluarga adalah amalan yang mulia yang membuahkan pahala. Oleh karena itu dalam memberikan nafkah hal yang haruslah kita perhatikan adalah kehalalan dari nafkah tersebut, karena Allah tidaklah menerima kecuali sesuatu yang halal lagi baik. Oleh karena itu jangan kita suapkan makanan haram kedalam perut mereka, menegukkan minuman yang haram, memakaikan pakaian yang haram kepada mereka, atau segala kebutuhan anak yang didapat dari orang tua.

Jangan sampai karena kita belum memilki keluasan untuk memenuhi kebutuhan anak kemudian kita melirik kepada praktek-praktek yang diharamkan walaupun menghasilkan sesuatu  yang menggiurkan. Baik itu korupsi, pungli, penggelapan dana, penipuan, paraktek ribawi, dan propesi-propesi lainnya yang diharamkan oleh agama Islam yang mulia ini. Perlu kita sadari segala sesuatu yang haram akan berpengaruh kepada diri anak. Karena sesuatu yang jelek akan berdampak yang jelek pula, bisa jadi sang anak nanti akan menjadi anak nakal yang tidak berbakti kepada orang tua yang justeru inilah yang akan merugikan orang tua. Maka inilah balasan yang akan diterima oleh orang tua, sebagai mana dahulu ia mencari rizki dari jalan haram dan manafkahi keluarganya dengan rizki tersebut, maka Allah akan jadikan rizki buruk tersebut menjadi bumerang baginya.

Demikian juga rejeki yang haram adalah sebab tidak terkabulnya doa orang tua maupun sang anak. Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}  ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

Wahai manusia, sesunguhnya Allah itu maha suci dari segala kekurangan dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan ke[pada orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah beriman, Wahai para rasul makanlah dari segala sesuatuyang baik, dan berbuatlah dengan amalan-amalan yang shaleh, sesunguhnya aku mengetahui terhadap apa yang kalian perbuat. Dan Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari segala sesuatu yang baik yang telah kami rezekikan kepada kalian. Kemudian Rasulullah shallallahualaihi wasallam menyebutkan tentang seseorang yang melakukan [perjalanan yang jauh dalam keadaan kusut masai rambutnya dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya kelangit, Wahai Rabku, wahai Rabku!, sementara makannnya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan disuapi dengan sesuatu yang haram. Maka bagaimana akan dikabulkan doa orang yang seperti ini?[5]

Allah taala telah memerintahkan para rasul untuk memakan dari segala sesuatu yang baik, yaitu segala sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah dan didapat dari jalan yang dibenarkan oleh syariat. Apabila tidak dihalalkan oleh Allah, seperti khamr misalnya, maka tidak boleh dimakan. Demikian juga apabila makanan tersebut adalah makanan yang dihalalkan oleh Allah namun didapat dari jalan yang haram, maka inipun tidak boleh untuk dimakan.[6]

Imam An-Nawawi juga mengatakan, Hadits ini merupakan anjuran untuk memberikan nafkah dari segala sesuatu yang halal dan larangan memberikan nafkah dari segala sesuatu yang haram. (hadits diatas) juga menunjukan bahwa minuman, makanan, pakaian, dan semacamnya haruslah berasal dari sesuatu yang halal, bersih, dan tidak mengandung syubhat (kesamaran). Hadits ini juga menunjukan bahwa seseorang yang akan berdoa haruslah memperhatikan hal-hal diatas yang dari pada yang lainnya.[7]

Disini juga terdapat peringatan keras tentang memakan sesuatu yang haram, karena hal itu adalah sebab tertolaknya doa, walaupun juga dia melakukan sebab-sebab yang merupakan faktor terkabulnya doa[8]. Maka disini rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda, Maka bagaimana akan dikabulkan doa orang yang seperti ini?

Disamping itu memakan yang haram -waliyadzubillah- merupakan sebab seseorang meninggalkan kewajiban-kewajiban agamanya, karena jasmaninya telah disuapi sesuatu yang jelek. Segala suapan yang jelek akan berpengaruh kepada dirinya. Wallahul mustaan.[9]

Contoh yang kita lihat dengan jelas adalah pribadi Rasulullah shallallahualaihi wasallam yang begitu berhati-hati dan menjauhkan dirinya dari sesuatu yang dikhawatirkan berasal dari sesuatu yang haram. Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,

إِنِّي لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي، فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي، فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا، ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً، فَأُلْقِيهَا

Aku pernah datang menemui keluargaku. Kemudian aku mendapatkan sebutir korma jatuh diatas tempat tidurku. Aku pun mengambilnya untuk aku makan. Lalu aku lhwatir jika kurma itu adalah kurma sedekah, maka kuletakkan lagi kurma itu.[10]

Beliau shallallahualaihi wasallam juga menjauhkan cucunya dari sesuatu yang diharamkan, walaupun hanya sebutir korma yang berasal dari sedekah –yang beliau dan keluarganya diharamkan dari sedekah-. 

Sebagaimana diceritakan oleh Abu Huraira radhiyallahu anhu,

كِخْ كِخْ، ارْمِ بِهَا، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ؟

Al-Hasan bin Ali radhiyallahuanhuma memungut  sebutir kurma dari korma sedekah, lalu dia memasukkan korma itu kedalam mulutnya. Rasulullah shallallahualaihi wasallam pun bersabda, kikh, kikh[11]! Buanglah korma itu! Apa kau tidak tahu, bahwa kita tidak diperbolehkan untuk memakan sedekah.[12]

Inilah suatu tauladan baik yang dipraktekkan oleh junjungan kita dan contoh yang baik bagi setiap muslim yang menginginkan kebaikan dan keselamatan bagi anak-anaknya. Kasih sayang bukan berarti menuruti setiap tuntutan hingga melaumpaui batas. Wallahu alam bish Shawab.(Artikel : www.serambiyemen.)

 Disusun ulang dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama