Oleh : Ustadz Rizal Yuliar, Lc
MENJAGA ANAK, PERAN WAJIB ORANG TUA
Anak adalah amanat yang Allah Azza wa Jalla titipkan kepada orang tua.
Amanat itu wajib dijaga dan dirawat sebaik-baiknya. Allah Azza wa Jalla
akan meminta pertanggung jawabannya di hari Kiamat kelak. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan mempertanggung jawabkannya, seorang lelaki adalah penjaga bagi anggota keluarganya dan dia akan diminta pertanggung jawabannya…". [1]
Dalam riwayat lain, beliau n bersabda:
إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَأهُ أَحَفِظَهَ أَمْ ضَيَّعَهُ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Sungguh Allah akan meminta pertanggung jawaban setiap pemimpin atas setiap hal yang ia emban, apakah telah memeliharanya (dengan baik) atau (justru) menyia-nyiakannya? Termasuk menanyakan kepada seseorang (ayah) tentang keluarganya".[2]
Seorang anak berhak mendapatkan tarbiyah Islamiyah (pembinaan secara Islami) terbaik dari kedua orang tuanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Dan sungguh, anakmu memiliki hak (yang menjadi kewajiban) atas dirimu[3]
Hak yang disampaikan dalam hadits tersebut selain mencakup pemenuhan kebutuhan fisik, juga menyangkut hak untuk diajari, dibimbing, diarahkan, diluruskan dan demikian seterusnya agar menjadi anak shalih. Maka seyogyanya kedua orang tua, pihak yang paling dekat dengan anak, menjadi teladan nyata bagi anak semenjak kecil. Hendaklah keduanya menanamkan cinta kepada Allah Azza wa Jalla , cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , menyampaikan keindahan Islam dan tuntunan syariatnya kepadanya, membimbing mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla , menumbuhkan kesadaran beribadah serta berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla. Hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang beriman senantiasa berdoa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Ya Allah, karuniakanlah kami isteri-isteri dan anak keturunan yang (dapat) menjadi penyejuk pandangan. Serta jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa [al-Furqan/25:74]
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma menjelaskan makna doa dalam ayat ini dengan bertutur, “Yaitu isteri dan anak yang melakukan ketaatan kepada-Mu ya Allah, sehingga pandangan kami akan menjadi sejuk dengan (kebaikan) mereka di dunia dan akherat kelak”.[4]
Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata, “Ini adalah doa untuk kebaikan isteri dan anak agar mereka menjadi shaleh. Dan doa ini mendatangkan manfaat besar bagi mereka yang memanjatkannya. Karenanya (dalam doa tersebut) mereka memohon sambil mengatakan "Ya Allah…karuniakanlah kepada kami…". Kebaikan doa ini akan (berdampak positif) dan bermanfaat bagi kaum Muslimin secara umum mengingat bahwa kebaikan para isteri dan anak dapat menjadi faktor penyebab kebaikan orang-orang yang berinteraksi dengan mereka".[5]
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan mempertanggung jawabkannya, seorang lelaki adalah penjaga bagi anggota keluarganya dan dia akan diminta pertanggung jawabannya…". [1]
Dalam riwayat lain, beliau n bersabda:
إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَأهُ أَحَفِظَهَ أَمْ ضَيَّعَهُ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Sungguh Allah akan meminta pertanggung jawaban setiap pemimpin atas setiap hal yang ia emban, apakah telah memeliharanya (dengan baik) atau (justru) menyia-nyiakannya? Termasuk menanyakan kepada seseorang (ayah) tentang keluarganya".[2]
Seorang anak berhak mendapatkan tarbiyah Islamiyah (pembinaan secara Islami) terbaik dari kedua orang tuanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Dan sungguh, anakmu memiliki hak (yang menjadi kewajiban) atas dirimu[3]
Hak yang disampaikan dalam hadits tersebut selain mencakup pemenuhan kebutuhan fisik, juga menyangkut hak untuk diajari, dibimbing, diarahkan, diluruskan dan demikian seterusnya agar menjadi anak shalih. Maka seyogyanya kedua orang tua, pihak yang paling dekat dengan anak, menjadi teladan nyata bagi anak semenjak kecil. Hendaklah keduanya menanamkan cinta kepada Allah Azza wa Jalla , cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , menyampaikan keindahan Islam dan tuntunan syariatnya kepadanya, membimbing mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla , menumbuhkan kesadaran beribadah serta berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla. Hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang beriman senantiasa berdoa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Ya Allah, karuniakanlah kami isteri-isteri dan anak keturunan yang (dapat) menjadi penyejuk pandangan. Serta jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa [al-Furqan/25:74]
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma menjelaskan makna doa dalam ayat ini dengan bertutur, “Yaitu isteri dan anak yang melakukan ketaatan kepada-Mu ya Allah, sehingga pandangan kami akan menjadi sejuk dengan (kebaikan) mereka di dunia dan akherat kelak”.[4]
Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata, “Ini adalah doa untuk kebaikan isteri dan anak agar mereka menjadi shaleh. Dan doa ini mendatangkan manfaat besar bagi mereka yang memanjatkannya. Karenanya (dalam doa tersebut) mereka memohon sambil mengatakan "Ya Allah…karuniakanlah kepada kami…". Kebaikan doa ini akan (berdampak positif) dan bermanfaat bagi kaum Muslimin secara umum mengingat bahwa kebaikan para isteri dan anak dapat menjadi faktor penyebab kebaikan orang-orang yang berinteraksi dengan mereka".[5]
BIMBINGAN SEMENJAK DINI AGAR SI KECIL DEKAT DENGAN ALLAH AZZA WA JALLA
Menanamkan dan membimbing kebaikan bagi si buah hati semenjak ia masih
kecil adalah perkara yang indah. Dengan itu, ia akan mengawali catatan
pada lembaran putih kehidupannya dengan kedekatan kepada Allah Azza wa
Jalla. Bimbingan yang dilakukan harus ditempuh secara bertahap, dimulai
dari pengenalan adab-adab (ajaran-ajaran Islam) yang mendasar namun
memiliki pengaruh besar yang begitu mendalam seperti yang tertuang dalam
hadits berikut:
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْناَءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَْبْناَءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقوُاْ بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mereka mencapai umur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat setelah mencapai sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka [6]
Selain membimbing anak-anak pada masalah yang besar (seperti shalat) karena berhubungan dengan rukun Islam, termasuk perkara yang penting juga adalah membimbing anak-anak dalam masalah yang terkadang dianggap remeh oleh sebagian orang. Perhatikan kisah berikut ini:
Abu Burdah bercerita, “Aku mengunjungi Abu Musa al-Asy`ari ketika beliau berada di rumah puteri al-Fadhl bin `Abbâs Radhiyallahu ahuma (Ummu Kultsum Radhiyallahu anhuma adalah isteri Abu Musa). Abu Burdah berkata, “Aku bersin, namun Abu Musa tidak mengucapkan tasymît[7] bagiku. Sementara itu, ketika Ummu Kultsum bersin, maka beliau (Abu Musa) membacakan tasymît baginya. Lantas aku pulang kemudian mengadukannya kepada ibuku. Dan saat Abu Musa mengunjungi ibuku, maka ibuku mempertanyakan hal tersebut. Abu Musa menjawab, “Sungguh puteramu tadi bersin, akan tetapi tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka aku pun tidak membaca tasymît baginya. Adapun puteri al-Fadhl, ketika dia bersin dia mengucapkan alhamdulillâh, maka (segera) aku membacakan tasymît baginya. Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bersin kemudian mengucapkan alhamdulillâh, maka bacakanlah baginya tasymît, namun apabila dia tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka janganlah kalian membacakan baginya tasymît ".[8]
Silahkan cermati bentuk pembinaan yang indah ini. Seorang anak dididik untuk selalu mengingat Allah Azza wa Jalla , berdzikir dan saling mendoakan dalam berbagai kondisi sekalipun dia masih kecil. Contohlah pula keteladanan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam yang diabadikan dalam kitab suci al-Qur`ân. Pada saat beliau Alaihissallam mendampingi putranya Ismâ`îl Alaihissallam (dalam berdoa), maka keduanya berdoa kepada Allah Azza wa Jalla :
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Ya Allah, jadikanlah kami berdua dan anak keturunan kami berserah diri kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami ibadah serta ampunilah kami, sungguh Engkau Maha memberi taubat lagi Maha Penyayang [al-Baqarah/2:128]
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْناَءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَْبْناَءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقوُاْ بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mereka mencapai umur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat setelah mencapai sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka [6]
Selain membimbing anak-anak pada masalah yang besar (seperti shalat) karena berhubungan dengan rukun Islam, termasuk perkara yang penting juga adalah membimbing anak-anak dalam masalah yang terkadang dianggap remeh oleh sebagian orang. Perhatikan kisah berikut ini:
Abu Burdah bercerita, “Aku mengunjungi Abu Musa al-Asy`ari ketika beliau berada di rumah puteri al-Fadhl bin `Abbâs Radhiyallahu ahuma (Ummu Kultsum Radhiyallahu anhuma adalah isteri Abu Musa). Abu Burdah berkata, “Aku bersin, namun Abu Musa tidak mengucapkan tasymît[7] bagiku. Sementara itu, ketika Ummu Kultsum bersin, maka beliau (Abu Musa) membacakan tasymît baginya. Lantas aku pulang kemudian mengadukannya kepada ibuku. Dan saat Abu Musa mengunjungi ibuku, maka ibuku mempertanyakan hal tersebut. Abu Musa menjawab, “Sungguh puteramu tadi bersin, akan tetapi tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka aku pun tidak membaca tasymît baginya. Adapun puteri al-Fadhl, ketika dia bersin dia mengucapkan alhamdulillâh, maka (segera) aku membacakan tasymît baginya. Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bersin kemudian mengucapkan alhamdulillâh, maka bacakanlah baginya tasymît, namun apabila dia tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka janganlah kalian membacakan baginya tasymît ".[8]
Silahkan cermati bentuk pembinaan yang indah ini. Seorang anak dididik untuk selalu mengingat Allah Azza wa Jalla , berdzikir dan saling mendoakan dalam berbagai kondisi sekalipun dia masih kecil. Contohlah pula keteladanan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam yang diabadikan dalam kitab suci al-Qur`ân. Pada saat beliau Alaihissallam mendampingi putranya Ismâ`îl Alaihissallam (dalam berdoa), maka keduanya berdoa kepada Allah Azza wa Jalla :
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Ya Allah, jadikanlah kami berdua dan anak keturunan kami berserah diri kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami ibadah serta ampunilah kami, sungguh Engkau Maha memberi taubat lagi Maha Penyayang [al-Baqarah/2:128]
AJARKAN ANAK BERDOA KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Kita semua telah mengetahui banyak hal tentang keutamaan doa. Berdoa
adalah ibadah yang paling mudah mengidentifikasikan penghambaan diri
seorang manusia. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menegaskan bahwa doa adalah ibadah. Dan karena keagungan makna ibadah
dalam berdoa sampai Allah Azza wa Jalla murka terhadap orang-orang yang
meninggalkan ibadah agung ini. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabmu berkata, “Berdoalah kepada-Ku, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. [Ghâfir/40:60]
Dengan demikian, maka diantara sekian banyak petunjuk Islam yang sepatutnya diajarkan oleh kedua orang tua kepada anaknya adalah penanaman pada diri mereka untuk selalu bertauhid, berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla , berdoa dan memohon hanya kepada Allah Azza wa Jalla dalam segala hal.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggariskan keteladanan yang baik saat beliau menanamkan kemuliaan doa pada diri kemenakannya, ‘Abdullah bin `Abbâs Radhiyallahu anhuma yang masih berusia belia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat; "Jagalah (hukum) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Peliharalah (hak) Allah , maka engkau akan mendapatkan (pertolongan) Allah di hadapanmu. Jika engkau meminta (berdoa), maka memintalah hanya kepada Allah. Dan jika engkau mencari pertolongan, maka mintalah pertolongan dari Allah. Ketahuilah, sesungguhnya apabila semua manusia berkumpul untuk memberikanmu suatu manfaat, maka tidaklah hal itu terjadi melainkan apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Dan apabila mereka bersatu untuk mencelakakannmu dengan sesuatu, maka mereka tiada dapat melakukannya melainkan apa yang telah Allah tentukan untukmu. Pena telah terangkat dan lembaran (takdir) telah mengering [9]
Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanamkan keagungan nilai tauhid kepada diri Ibnu `Abbâs c yang masih belia. Mengajarkannya untuk berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, karena memang hanya Allah Azza wa Jalla semata Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jika wasiat semacam ini diberikan oleh insan terbaik kepada seseorang yang termasuk generasi terbaik, sudah sepatutnyalah di zaman seperti sekarang ini, para orang tua lebih tertuntut memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat menguatkan kedekatan putera-puteri mereka dengan Allah Azza wa Jalla . Bayangkanlah seandainya setiap kita (setiap orang tua) melakukan kepada anak kita sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kemenakannya.
Tidak kalah menarik, kisah percakapan yang terjadi antara seorang putera Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama ‘Abdurrahmân bin Abi Bakrah Radhiyallahu anhu dengan sang ayah, Abi Bakrah Radhiyallahu anhu. ‘Abdurahmân berkara kepada ayahnya:
“Wahai ayah, setiap hari aku mendengarmu melantunkan doa
اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ دِيْنِيْ اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
(Ya Allah, selamatkanlah aku dalam agamaku, lindungilah aku dalam pendengaran dan penglihatanku, tiada ilâh yang berhak diibadahi selain Engkau)
dan ayah mengulanginya tiga kali pada waktu pagi dan petang. Demikian pula, setiap hari ayah membaca dan mengulanginya tiga kali di pagi dan petang (doa berikut)
اللَّهُمَّ إِنَّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقِْرِ اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kemiskinan. Aku berlindung kepada Engkau dari adzab kubur, tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Engkau)”.
Abu Bakrah Radhiyallahu anhu menjawab, "Ya, benar wahai anakku. Sungguh aku telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya, maka dengan suka-cita aku meneladani petunjuk beliau. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan doa bagi seseorang yang tengah dalam kesulitan besar (yang berbunyi):
اللَّهُمّ َرَحْمَتَكَ أَرْجُوْ فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلىَ نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ لاَ إِلَهَ إلِاَّ أَنْتَ
(Ya Allah, kasih sayang-Mu yang aku harapkan, jangan Engkau lepaskan aku sekejap mata pun (bergantung) kepada diriku sendiri. Perbaikilah semua urusanku, (sungguh) tiada ilâh yang berhak untuk diibadahi selain Engkau) [10]
Demikianlah pembelajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat generasi Salaf kepada anak-anak mereka agar selalu dekat dengan Allah Azza wa Jalla , berdoa memohon kepada-Nya dan berharap untuk tidak dibiarkan oleh Allah Azza wa Jalla barang sekejap pun.
Kisah lain yang patut kita teladani adalah yang diriwayatkan dari Abu Na`âmah, dari Ibnu Sa`ad ia berkata, "Ayahku pernah mendengarku berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu Jannah, kenikmatannya, keelokannya, … dan seterusnya, … dan seterusnya. Aku berlindung kepada Engkau dari api neraka, rantai-rantainya, belenggu-belenggunya…. maka ayahku berkata, “Wahai anakku, aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada sekelompok manusia yang berlebihan dalam berdoa". Janganlah engkau menjadi bagian dari mereka. Apabila engkau diberikan Jannah, engkau akan mendapatkannya beserta seluruh kebaikan di dalamnya. Dan apabila engkau diselamatkan dari api neraka, maka engkau akan dilindungi dari apinya dan seluruh kejelekan di dalamnya".[11]
Seorang ulama Salaf berkata, “Aku pernah sakit keras, dan (saat) kondisiku semakin parah, ayahku berkata kepadaku, “Wahai anakku, perbanyaklah berdzikir (berdoa) kepada Allah”.
Cermatilah semua contoh bimbingan ini. Alangkah besar perhatian mereka dalam menguatkan hubungan anak-anak dengan Allah Azza wa Jalla .
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabmu berkata, “Berdoalah kepada-Ku, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. [Ghâfir/40:60]
Dengan demikian, maka diantara sekian banyak petunjuk Islam yang sepatutnya diajarkan oleh kedua orang tua kepada anaknya adalah penanaman pada diri mereka untuk selalu bertauhid, berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla , berdoa dan memohon hanya kepada Allah Azza wa Jalla dalam segala hal.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggariskan keteladanan yang baik saat beliau menanamkan kemuliaan doa pada diri kemenakannya, ‘Abdullah bin `Abbâs Radhiyallahu anhuma yang masih berusia belia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat; "Jagalah (hukum) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Peliharalah (hak) Allah , maka engkau akan mendapatkan (pertolongan) Allah di hadapanmu. Jika engkau meminta (berdoa), maka memintalah hanya kepada Allah. Dan jika engkau mencari pertolongan, maka mintalah pertolongan dari Allah. Ketahuilah, sesungguhnya apabila semua manusia berkumpul untuk memberikanmu suatu manfaat, maka tidaklah hal itu terjadi melainkan apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Dan apabila mereka bersatu untuk mencelakakannmu dengan sesuatu, maka mereka tiada dapat melakukannya melainkan apa yang telah Allah tentukan untukmu. Pena telah terangkat dan lembaran (takdir) telah mengering [9]
Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanamkan keagungan nilai tauhid kepada diri Ibnu `Abbâs c yang masih belia. Mengajarkannya untuk berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, karena memang hanya Allah Azza wa Jalla semata Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jika wasiat semacam ini diberikan oleh insan terbaik kepada seseorang yang termasuk generasi terbaik, sudah sepatutnyalah di zaman seperti sekarang ini, para orang tua lebih tertuntut memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat menguatkan kedekatan putera-puteri mereka dengan Allah Azza wa Jalla . Bayangkanlah seandainya setiap kita (setiap orang tua) melakukan kepada anak kita sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kemenakannya.
Tidak kalah menarik, kisah percakapan yang terjadi antara seorang putera Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama ‘Abdurrahmân bin Abi Bakrah Radhiyallahu anhu dengan sang ayah, Abi Bakrah Radhiyallahu anhu. ‘Abdurahmân berkara kepada ayahnya:
“Wahai ayah, setiap hari aku mendengarmu melantunkan doa
اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ دِيْنِيْ اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
(Ya Allah, selamatkanlah aku dalam agamaku, lindungilah aku dalam pendengaran dan penglihatanku, tiada ilâh yang berhak diibadahi selain Engkau)
dan ayah mengulanginya tiga kali pada waktu pagi dan petang. Demikian pula, setiap hari ayah membaca dan mengulanginya tiga kali di pagi dan petang (doa berikut)
اللَّهُمَّ إِنَّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقِْرِ اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kemiskinan. Aku berlindung kepada Engkau dari adzab kubur, tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Engkau)”.
Abu Bakrah Radhiyallahu anhu menjawab, "Ya, benar wahai anakku. Sungguh aku telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya, maka dengan suka-cita aku meneladani petunjuk beliau. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan doa bagi seseorang yang tengah dalam kesulitan besar (yang berbunyi):
اللَّهُمّ َرَحْمَتَكَ أَرْجُوْ فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلىَ نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ لاَ إِلَهَ إلِاَّ أَنْتَ
(Ya Allah, kasih sayang-Mu yang aku harapkan, jangan Engkau lepaskan aku sekejap mata pun (bergantung) kepada diriku sendiri. Perbaikilah semua urusanku, (sungguh) tiada ilâh yang berhak untuk diibadahi selain Engkau) [10]
Demikianlah pembelajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat generasi Salaf kepada anak-anak mereka agar selalu dekat dengan Allah Azza wa Jalla , berdoa memohon kepada-Nya dan berharap untuk tidak dibiarkan oleh Allah Azza wa Jalla barang sekejap pun.
Kisah lain yang patut kita teladani adalah yang diriwayatkan dari Abu Na`âmah, dari Ibnu Sa`ad ia berkata, "Ayahku pernah mendengarku berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu Jannah, kenikmatannya, keelokannya, … dan seterusnya, … dan seterusnya. Aku berlindung kepada Engkau dari api neraka, rantai-rantainya, belenggu-belenggunya…. maka ayahku berkata, “Wahai anakku, aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada sekelompok manusia yang berlebihan dalam berdoa". Janganlah engkau menjadi bagian dari mereka. Apabila engkau diberikan Jannah, engkau akan mendapatkannya beserta seluruh kebaikan di dalamnya. Dan apabila engkau diselamatkan dari api neraka, maka engkau akan dilindungi dari apinya dan seluruh kejelekan di dalamnya".[11]
Seorang ulama Salaf berkata, “Aku pernah sakit keras, dan (saat) kondisiku semakin parah, ayahku berkata kepadaku, “Wahai anakku, perbanyaklah berdzikir (berdoa) kepada Allah”.
Cermatilah semua contoh bimbingan ini. Alangkah besar perhatian mereka dalam menguatkan hubungan anak-anak dengan Allah Azza wa Jalla .
DOA ANAK, INVESTASI JANGKA PANJANG
Perjalanan hidup umat Muhammad n tidaklah panjang. Semua akan berakhir
dengan kematian. Berbahagialah orang tua yang berhasil mencetak generasi
shalih dari anak keturunannya, yang taat kepada Allah Azza wa Jalla ,
yang mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya, sekalipun mereka telah
meninggal dunia. Sesungguhnya doa baik seorang anak bagi orang tuanya
adalah investasi jangka panjang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَـطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفِعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Apabila seorang anak adam meninggal dunia, maka terputuslah semua (pahala) amalnya. Kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoa kebaikan untuknya". [HR. Muslim no. 4223]
Hadits ini menjelaskan bahwa anak shalih yang mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya, maka berkah doa itu akan mengalir sekalipun keduanya telah meninggal dunia. Maka biar tidak sampai terlambat, marilah kita bersemangat menanamkan tauhid pada diri anak-anak kita, menguatkan hubungan dan ketergantungan mereka hanya kepada Allah Azza wa Jalla , mengajak mereka dalam berbagai ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan mengajari mereka akan keagungan makna doa seorang Mukmin kepada Rabb-nya, karena Allah Azza wa Jalla mencintai hamba-hamba yang banyak berdoa kepada-Nya.
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَـطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفِعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Apabila seorang anak adam meninggal dunia, maka terputuslah semua (pahala) amalnya. Kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoa kebaikan untuknya". [HR. Muslim no. 4223]
Hadits ini menjelaskan bahwa anak shalih yang mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya, maka berkah doa itu akan mengalir sekalipun keduanya telah meninggal dunia. Maka biar tidak sampai terlambat, marilah kita bersemangat menanamkan tauhid pada diri anak-anak kita, menguatkan hubungan dan ketergantungan mereka hanya kepada Allah Azza wa Jalla , mengajak mereka dalam berbagai ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan mengajari mereka akan keagungan makna doa seorang Mukmin kepada Rabb-nya, karena Allah Azza wa Jalla mencintai hamba-hamba yang banyak berdoa kepada-Nya.
PELAJARAN HIKMAH YANG DAPAT DIPETIK
1. Anak adalah nikmat Allah Azza wa Jalla yang dititipkan sekaligus
diujikan kepada setiap kedua orang tua. Menjaga anak adalah sebuah
kewajiban yang tak terelakkan.
2. Setiap anak memiliki hak untuk dibimbing oleh kedua orang tuanya, agar mejadi anak yang shalih dan berbakti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kepada kedua orang tuanya.
3. Setiap orang tua pastilah mendambakan anak-anak yang shalih sebagai penghibur hati penyejuk pandangan, mendamaikan jiwa dan menentramkan pikiran. Maka hendaknya orang tua bersemangat menjadikan mereka anak-anak yang shalih.
4. Membimbing anak selayaknya dilakukan semenjak kecil sehingga ia akan tumbuh di atas kebaikan yang mengakar sampaipun kedua orang tuanya telah tiada.
5. Ajarkan anak untuk dekat dengan Allah Azza wa Jalla melalui berbagai ibadah, termasuk ibadah berdoa yang merupakah ibadah mulia.
6. Ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan praktek nyata generasi Salaf dalam mendidik anak pastilah cermin terbaik dan mendatangkan segala kebaikan.
7. Anak dapat menjadi investasi kebaikan jangka panjang di akherat, selama mereka terdidik untuk berbakti kepada kedua orang tua dan tertanam pada kalbu mereka akan pentingnya berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dalam setiap keadaan.
8. Tidak ada terlambat untuk menanamkan kepada anak-anak kita berbagai kebaikan agar senantiasa dekat dengan Allah Azza wa Jalla dengan ibadah dan berdoa.
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita semua berilmu, mengamalkan ilmu serta mengajak orang lain untuk mengamalkannya.
_______
Footnote
[1]. HR. al-Bukhâri no: 893, Muslim no: 4724.
[2]. Hadits shahih. Lihat ash-Shahîhah no: 1636
[3]. HR. Muslim no: 2731.
[4]. Atsar ini terdapat dalam Tafsir at-Thabari (9/424)
[5]. Tafsir as-Sa’di hlm. 696
[6]. Shahîh Sunan Abu Daud no: 465, 466
[7]. Tasymît adalah ucapan yarhamukallâh yang berarti semoga Allah menyayangmu, diucapkan untuk mendoakan seseorang yang bersin dan mengucapkan alhamdulillâh
[8]. HR. Muslim no: 7488. Lihat Fiqhu Tarbiyatil Aulâd, Syaikh Mushtafa al-`Adawi, hlm. 103
[9]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no: 2043
[10]. Lihat Irwâ'ul Ghalîl no: 356-357
[11]. Shahîh Sunan Abi Dâwud no: 1313.
[12]. Kisah ini disebutkan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah dalam Siyar A`lâm an-Nubalâ 13/688, ketika beliau memaparkan biografi dan keteladanan Muhammad bin ‘Utsman al-Qaumasani al-Hamadzani, yang juga dikenal dengan Ibnu Zirak
2. Setiap anak memiliki hak untuk dibimbing oleh kedua orang tuanya, agar mejadi anak yang shalih dan berbakti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kepada kedua orang tuanya.
3. Setiap orang tua pastilah mendambakan anak-anak yang shalih sebagai penghibur hati penyejuk pandangan, mendamaikan jiwa dan menentramkan pikiran. Maka hendaknya orang tua bersemangat menjadikan mereka anak-anak yang shalih.
4. Membimbing anak selayaknya dilakukan semenjak kecil sehingga ia akan tumbuh di atas kebaikan yang mengakar sampaipun kedua orang tuanya telah tiada.
5. Ajarkan anak untuk dekat dengan Allah Azza wa Jalla melalui berbagai ibadah, termasuk ibadah berdoa yang merupakah ibadah mulia.
6. Ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan praktek nyata generasi Salaf dalam mendidik anak pastilah cermin terbaik dan mendatangkan segala kebaikan.
7. Anak dapat menjadi investasi kebaikan jangka panjang di akherat, selama mereka terdidik untuk berbakti kepada kedua orang tua dan tertanam pada kalbu mereka akan pentingnya berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dalam setiap keadaan.
8. Tidak ada terlambat untuk menanamkan kepada anak-anak kita berbagai kebaikan agar senantiasa dekat dengan Allah Azza wa Jalla dengan ibadah dan berdoa.
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita semua berilmu, mengamalkan ilmu serta mengajak orang lain untuk mengamalkannya.
_______
Footnote
[1]. HR. al-Bukhâri no: 893, Muslim no: 4724.
[2]. Hadits shahih. Lihat ash-Shahîhah no: 1636
[3]. HR. Muslim no: 2731.
[4]. Atsar ini terdapat dalam Tafsir at-Thabari (9/424)
[5]. Tafsir as-Sa’di hlm. 696
[6]. Shahîh Sunan Abu Daud no: 465, 466
[7]. Tasymît adalah ucapan yarhamukallâh yang berarti semoga Allah menyayangmu, diucapkan untuk mendoakan seseorang yang bersin dan mengucapkan alhamdulillâh
[8]. HR. Muslim no: 7488. Lihat Fiqhu Tarbiyatil Aulâd, Syaikh Mushtafa al-`Adawi, hlm. 103
[9]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no: 2043
[10]. Lihat Irwâ'ul Ghalîl no: 356-357
[11]. Shahîh Sunan Abi Dâwud no: 1313.
[12]. Kisah ini disebutkan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah dalam Siyar A`lâm an-Nubalâ 13/688, ketika beliau memaparkan biografi dan keteladanan Muhammad bin ‘Utsman al-Qaumasani al-Hamadzani, yang juga dikenal dengan Ibnu Zirak
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama