Apa Saja Yang Boleh Dikerjakan Wanita ?

Oleh : Dr. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN

Bagaimana hukum wanita bekeria  menurut  syara'?  Maksudnya:bekerja  di  luar  rumah seperti laki-laki. Apakah dia boleh bekerja dan ikut  andil  dalam  produksi,  pembangunan,  dan kegiatan kemasyarakatan? Ataukah dia harus terus-menerus menjadi tawanan dalam rumah, tidak boleh melakukan aktivitas apa pun? Sementara kami sering mendengar bahwa agama Islam memuliakan wanita dan memberikan hak-hak kemanusiaan kepadanya jauh beberapa abad sebelum bangsa Barat mengenalnya. Apakah aktivitas yang ia lakukan itu tidak dapat dianggap sebagai haknya yang akan menjernihkan air mukanya, sekaligus dapat menjaga kehormatannya agar tidak menjadi barang dagangan yang di perjual belikan  seenaknya ketika dibutuhkan atau dikurbankan ketika darurat?

Mengapa wanita  (muslimah)  tidak  boleh  terjun  ke  kancah kehidupan  sebagaimana  yang  dilakukan wanita-wanita Barat, untuk menjernihkan kepribadiannya dan memperoleh hak-haknya, agar dapat mengurus  dirinya sendiri, dan ikut andil dalam memajukan masyarakat?

Kami ingin mengetahui batas-batas syariah terhadap aktivitas yang diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekerja untuk dunianya tanpa merugikan agamanya, lepas dari  kekolotan orang-orang  ekstrem  yang  tidak  menghendaki  kaum  wanita belajar dan bekerja  serta keluar rumah walau ke masjid sekalipun.  Juga jauh dari orang-orang yang menghendaki agar wanita muslimah lepas  bebas  dari  segala  ikatan  sehingga menjadi barang murahan di pasar-pasar.

Kami  ingin  mengetahui  hukum  syara'  yang  benar mengenai masalah  ini  dengan  tidak   melebih-lebihkan   dan   tidak mengurang-ngurangkan.

JAWABAN

Wanita  adalah  manusia  juga  sebagaimana laki-laki. Wanita merupakan bagian  dari  laki-laki  dan  laki-laki  merupakan bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:

"...  sebagian  kamu  adalah turunan dari sebagian yang lain ..." (Ali Imran: 195}

Manusia merupakan  makhluk  hidup  yang  diantara  tabiatnya ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak demikian, maka bukanlah dia manusia.

Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk menguji siapa diantara mereka yang paling baik  amalannya. Oleh  karena  itu, wanita diberi tugas untuk beramal sebagaimana laki-laki - dan  dengan  amal  yang  lebih  baik secara  khusus  - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), 'Sesungguhnya  Aku  tidak  menyia-nyiakan  amal orang-orang yang  beramal  diantara  kamu,  baik  laki-laki maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)

Siapa  pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat dan balasan yang baik di dunia:

"Barangsiapa yang mengeryakan  amal  saleh,  baik  laki-laki maupun  perempuan  dalam  keadaan beriman, maka sesungguhnya akan  Kami  berikan  kepadanya  kehidupan  yang   baik   dan sesungguhnya  akan  Kami  beri  balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (an-Nahl: 97}

Selain  itu,  wanita  -  sebagaimana  biasa dikatakan – juga merupakan separo dari masyarakat manusia, dan Islam tidak pernah tergambarkan akan mengabaikan separo anggota masyarakatnya serta menetapkannya beku  dan lumpuh,  lantas dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi sesuatu pun.

Hanya saja tugas wanita yang pertama dan  utama  yang  tidak diperselisihkan  lagi ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah  untuk  tugas  itu,  baik secara  fisik  maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau  diabaikan  oleh  faktor  material  dan kultural  apa  pun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini, yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud kekayaan yang  paling  besar,  yaitu  kekayaan yang berupa manusia (sumber daya manusia).

Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil, yaitu Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:

   “Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan Jika Anda mempersiapkannya dengan baik Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik   pokok pangkalnya.”

Diantara aktivitas wanita ialah memelihara  rumah tangganya membahagiakan suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang tenteram damai, penuh cinta dan kasih sayang. Hingga terkenal dalam peribahasa, "Bagusnya pelayanan seorang wanita terhadap suaminya dinilai  sebagai   jihad   fi sabilillah."

Namun demikian, tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak  ada seorang pun yang  dapat  mengharamkan sesuatu  tanpa adanya nash syara' yang sahih periwayatannya dan  sharih (jelas) petunjuknya. Selain  itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.

Berdasarkan prinsip ini, maka saya katakan bahwa  wanita bekerja atau melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau wajib apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda atau diceraikan suaminya, sedangkan tidak ada orang atau keluarga yang menanggung kebutuhan  ekonominya, dan dia sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi dirinya dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.

Selain itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita untuk bekerja, seperti   membantu suaminya, mengasuh anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil, atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua orang  putri  seorang  syekh yang sudah lanjut  usia yang menggembalakan  kambing  ayahnya,  seperti  dalam  Al-Qur'an surat al-Qashash:

"... Kedua wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi (ternak kami) sebelum    penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.'" (al-Qashash: 23)

Diriwayatkan pula bahwa Asma' binti Abu Bakar yang mempunyai dua ikat pinggang - biasa membantu suaminya Zubair bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk dimasak, sehingga ia juga sering membawanya di atas kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.

Masyarakat sendiri kadang-kadang memerlukan pekerjaan wanita, seperti dalam mengobati dan merawat orang-orang wanita, mengajar anak-anak putri, dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus  wanita.  Maka  yang utama adalah wanita  bermuamalah  dengan  sesama  wanita,  bukan   dengan laki-laki.

Sedangkan diterimanya (diperkenankannya) laki-laki bekerja pada sektor wanita dalam beberapa hal adalah  karena  dalam kondisi darurat  yang seyogianya  dibatasi  sesuai  dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.

Apabila  kita  memperbolehkan  wanita  bekerja,  maka  wajib diikat dengan beberapa syarat, yaitu:

1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering  berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras padahal Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.
2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.

   "Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )

   "... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )

   "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)

3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajibankewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan   kewajiban pertama dan tugas utamanya.



Wabillahi aufiq.

Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama