
1. Memasuki waktu subuh dalam keadaan junub
Diantara perbuatan Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah masuk fajar
dalam keadaan junub karena jima’ dengan isterinya, beliau mandi setelah
fajar kemudian shalat.
Dari Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anhuma (yang artinya) : “
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh
dalam keadaan junub karena jima’ dengan isterinya, kemudian ia mandi dan
berpuasa ” [Hadits Riwayat Bukhari 4/123, Muslim 1109]
2. Bersiwak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk
bersiwak setiap kali wudlu ” [Hadits Riwayat Bukhari 2/311, Muslim 252
semisalnya].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhususkan bersiwak
untuk orang yang puasa ataupun yang lainnya, hal ini sebagai dalil
bahwa bersiwak itu diperuntukkan bagi orang yang puasa dan selainnya
ketika wudlu dan shalat. [Inilah pendapat Bukhari Rahimahullah, demikian
pula Ibnu Khuzaimah dan selain keduanya. Lihat Fathul Bari 4/158,
Shahih Ibnu Khuzaimah 3/247, Syarhus Sunnah 6/298]
Demikian pula hal ini umum di seluruh waktu sebelum zawal (tergelincir matahari) atau setelahnya. Wallahu ‘alam.
3. Berkumur dan Istinsyaq
Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumur dan beristinsyaq
(memasukkan air ke hidung) dalam keadan puasa, tetapi melarang orang
yang berpuasa berlebihan ketika beristinsyaq.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ …
Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa”
[Hadits Riwayat Tirmidzi 3/146, Abu Daud 2/308, Ahmad 4/32, Ibnu Abi
Syaibah 3/101, Ibnu Majah 407, An-Nasaai no. 87 dari Laqith bin Shabrah,
sanadnya SHAHIH]
4. Bercengkrama dan mencium isteri
Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah berkata (yang artinya) : “ Adalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium dalam keadaan
berpuasa dan bercengkrama dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah
orang yang paling bisa menahan diri” [Hadits Riwayat Bukhari 4/131,
Muslim 1106].
“Kami pernah berada di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
datanglah seorang pemuda seraya berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah aku
mencium dalam keadaan puasa ?” Beliau menjawab, “Tidak”. Datang pula
seorang yang sudah tua dan dia berkata : “Ya Rasulullah, bolehkah aku
mencium dalam keadaan puasa ?”. Beliau menjawb : “Ya” sebagian kami
memandang kepada teman-temannya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Sesungguhnya orang tua itu (lebih bisa) menahan
dirinya”.[ Hadits Riwayat Ahmad 2/185,221 dari jalan Ibnu Lahi'ah dari
yazid bin Abu Hubaib dari Qaushar At-Tufibi darinya. Sanadnya dhaif
karena dhaifnya Ibnu Lahi'ah, tetapi punya syahid (pendukung) dalam
riwayat Thabrani dalam Al-Kabir 11040 dari jalan Habib bin Abi Tsabit
dari Mujahid dari Ibnu Abbas, Habib seorang mudallis dan telah
'an-'anah, dengan syahid ini haditsnya menjadi hasan, lihat Faqih
Al-Mutafaqih 192-193 karena padanya terdapat hadits dari jalan-jalan
yang lain].
5. Mengeluarkan darah dan suntikan yang tidak mengandung makanan [1]
Hal ini bukan termasuk pembatal puasa, lihat pada pembahasan halaman sebelumnya.
6. Berbekam
Dahulu berbekam merupakan salah satu pembatal puasa, namun kemudian
dihapus dan telah ada hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa beliau berbekam ketika puasa. Hal ini berdasarkan riwayat
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma (yang artinya) : “ Sesungguhnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam, padahal beliau sedang
berpuasa” [Hadits Riwayat Bukhari 4/155-Fath, Lihat Nasikhul Hadits wa
Mansukhuhu 334-338 karya Ibnu Syahin]
7. Mencicipi makanan
Hal ini dibatasi, yaitu selama tidak sampai di tenggorokan berdasarkan
riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma (yang artinya) : “ Tidak
mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa,
selama tidak sampai ke tenggorokan” [Hadits Riwayat Bukhari secara
mu'allaq 4/154-Fath, dimaushulkan Ibnu Abi Syaibah 3/47, Baihaqi 4/261
dari dua jalannya, hadits ini Hasan. Lihat Taghliqut Ta'liq 3/151-152]
8. Bercelak, memakai tetes mata dan lainnya yang masuk ke mata
Benda-benda ini tidak membatalkan puasa, baik rasanya yang dirasakan di
tenggorokan atau tidak. Inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam risalahnya yang bermanfaat dengan judul Haqiqatus Shiyam
serta murid beliau yaitu Ibnul Qayim dalam kitabnya Zadul Ma’ad, Imam
Bukhari berkata dalam shahhihnya[(4/153-Fath) hubungkan dengan
Mukhtashar Shahih Bukhari 451 karya Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah,
dan Taghliqut Ta'liq 3/151-152] : “Anas bin Malik, Hasan Al-Bashri dan
Ibrahim An-Nakha’i memandang, tidak mengapa bagi yang berpuasa”.
9. Mengguyurkan Air ke Atas Kepala dan Mandi
Bukhari menyatakan dalam kitab Shahihnya [lihat maraji’ di atas] Bab :
Mandinya orang yang puasa, Umar membasahi [dengan air untuk mendinginkan
badannya karena haus ketika puasa] bajunya kemudian dia memakainya
ketika dalam keadaan puasa. As-Sya’bi masuk kamar mandi dalam keadaan
puasa. Al-Hasan berkata : “ Tidak mengapa berkumur-kumur dan memakai air
dingin dalam keadaan puasa ”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya
dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan. [Hadits Riwayat Abu Daud
2365, Ahmad 5/376,380,408,430 sanadnya shahih]
Footnote :
1. Lihat Risalatani Mujizatani fiz Zakati washiyami hal.23 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah.
Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii
Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan
Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H.
Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh
terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama