
Begitu juga manusia, dalam dirinya manusia punya dua sisi tersebut.
Terkadang malaikat yang lebih dominan, namun di lain waktu setanlah yang
menguasai.
Degan memberinya sepiring nasi sepertinya kita sudah menjadi malaikat yang telah menjadi penolong orang lain.
Di sisi lain saat ada seseorang berbuat kesalahan, kita sulit sekali
memaafkannya, menampakkan muka angkuh di hadapannya, menyiratkan
pandangan kebencian terhadapnya, bahkan menyapanyapun tidak mau.
Tetapi saat itu kita tidak merasa diri ini setan bukan?
Rasulullah mengajarkan
- “saat tangan kanan memberi maka tangan kiri tidak boleh tahu”. Tetapi apa yang kita lakukan? Saat tangan kanan memberi, dengan sengaja ia mengundang tangan kiri untuk mendampinginya.
Ada orang merasa dirinya besar jika ia mampu pergi ke Tanah Suci.
- Berdoa dan didoakan menjadi haji yang mabrur.
- Menunaikan haji.
- Pulang membawa air zam-zam dan pernak-perniknya,
- Mengajak kumpul para tetangga dan mengeluarkan banyak harta untuk disedekahkan.
Namun, ia berbangga dengan gelar hajinya, tidak boleh orang memanggilnya “Bapak Fulan” tetapi harus “Bapak Haji Fulan”. Orang-orang dibuat bingung akan kehadiran Fulan ini. Haruskah ia dipuji seperti malaikat ataukan dicaci seperti setan?
Manusia selalu merasa dirinya malaikat tetapi tidak pernah merasa
dirinya setan meskipun ia seorang pembunuh, koruptor, perampok, ataupun
perampas hak-hak orang kecil.
Topeng malaikat terlalu kuat melekat dalam hati manusia sehingga
menyamarkan jati dirinya. Orang-orang tidak dapat lagi membedakan yang
mana malaikat dan yang mana setan.
Mereka memuji-muji sang setan dan mencaci sang malaikat. Mengikuti
yang salah dan mengabaikan kebenaran sehingga membentuk topeng-topeng
malaikat baru dalam jiwa-jiwanya.
Kita tidak pernah menyadari yang mana setan dan yang mana malaikat
dalam diri ini. Namun yang harus kita sadari adalah mereka ada dalam
jiwa kita.
Manusia itu sendirilah yang menghidupkan salah satu dari mereka.
Malaikat akan hidup dengan cinta, kasih sayang, memaafkan, rendah hati.
Sedangkan setan akan hidup dengan benci, dendam, prasangka, dan
kesombongan.
Kembali kepada manusia itu sendiri sisi mana yang ingin ia hidupkan.
Mari kita Simak kembali
Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak
ada satupun dari golongan kaum muslimin yg mengingkari keberadaan jin.
Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab
dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensi sebagaimana
pengakuan kaum muslimin meski ada sebagian kecil dari mereka yg
mengingkarinya.
Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yg mengingkari yakni
dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah. Jelas keberadaan jin
merupakan hal yang tidak dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari
para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak.
Secara pasti kaum jin adalah makhluk hidup berakal
dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka
dibebani perintah dan larangan hanya saja mereka tdk memiliki sifat dan
tabiat seperti yg ada pada manusia atau selainnya.
Aneh orang2 filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal
inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguh
jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia
tdk dapat dilihat kecuali dgn perantara mikroskop.”
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ
مَسْنُوْنٍ. وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ
- “Dan sesungguh Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas.”
Siapakah Setan?
Setan atau Syaithan dalam bahasa Arab diambil dari kata yang berarti
jauh. Ada pula yg mengatakan bahwa itu dari kata yg berarti terbakar
atau batal. Pendapat yg pertama lbh kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu
Katsir sehingga kata Syaithan arti yg jauh dari kebenaran atau dari
rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Jarir menyatakan syaithan dalam bahasa Arab adalah tiap yang durhaka dari jin manusia atau hewan atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ
وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
- “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan manusia dan jin sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yg lain perkataan-perkataan yg indah-indah utk menipu ”
Allah menjadikan setan dari jenis manusia seperti hal setan dari jenis jin.
Dan hanyalah tiap yang durhaka disebut setan karena akhlak dan
perbuatan menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenis dan
karena jauh dari kebaikan.
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adl semua yg keluar dari tabiat jenis dgn kejelekan . Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith .
Yang mendukung pendapat ini adl surat Al-An’am ayat 112:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ
وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
- “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan manusia dan jin sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu”
Malaikat dan Manusia
Malaikat mendapat pengetahuan LANGSUNG dari Allah, jadi mereka tidak perlu berpikir terlalu keras untuk memahami suatu hal.
Sedangkan Manusia? Manusia mendapat pengetahuannya
dari pedoman berupa kitab suci, plus dari PROSES BERPIKIR manusia itu
sendiri. Kita tidak dapat melihat dan mendengar-Nya, wajarlah jika Allah
menganugerahkan akal yang lebih kepada kita.
Sumber : Diambil dari berbagai sumber
Wallahua’lam
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama