1. Meninggalkan Shalat Merupakan Kekufuran
Allah subhanahu wata’ala berfirman mengenai orang-orang Musyrikin, artinya, “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (at-Taubah:11)
Yakni, jika mereka bertaubat dari kesyirikan dan kekufuran mereka,
mendirikan shalat dengan meyakini kewajibannya, melaksanakan
rukun-rukunnya dan membayar zakat yang diwajibkan, maka mereka adalah
saudara di dalam agama Islam. Jadi, yang dapat difahami dari ayat ini,
bahwa siapa saja yang ngotot melakukan kesyirikan, meninggalkan shalat
atau menolak membayar zakat maka ia bukan saudara kita dalam agama
Islam.
Dalam sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“(Pembeda)antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
(HR Muslim)
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Aku khawatir tidak halal bagi
laki-laki (suami) diam bersama isteri yang tidak melakukan shalat, tidak
mandi jinabah dan tidak mempelajari al-Qur’an.”
Terlepas dari perbedaan pendapat para ulama seputar jenis kekufuran
orang yang meninggalkan shalat karena bermalas-malasan meskipun
menyakini kewajibannya, maka yang pasti perbuatan itu amat dimurkai.
2. Meninggalkan Shalat Merupakan Kemunafikan.
Mengenai hal ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia dan
tidaklah mereka menyebut Allah melainkan sedikit sekali.” (an-Nisa`:142)
Yakni, mereka, di samping melakukan shalat karena riya`, juga
bermalas-malasan dan merasa amat berat melakukannya, tidak mengharap
pahala dan tidak meyakini bahwa meninggalkannya mendapat siksa.
Ibnu Mas’ud radhiyallahui ‘anhu berkata mengenai shalat berjama’ah,
“Aku betul-betul melihat, tidak seorang pun di antara kami yang tidak
melakukannya (shalat berjama’ah) selain orang yang munafik tulen. Bahkan
ada seorang yang sampai bergelayut di antara dua orang disampingnya
agar dapat berdiri di dalam shaf (karena ia masih sakit).” (HR. Muslim)
3. Meninggalkan Shalat Menjadi Sebab Mendapatkan Su’ul Khatimah
Imam Abu Muhammad ‘Abdul Haq rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwa
Su’ul Khatimah -semoga Allah melindungi kita darinya- tidak akan
terjadi terhadap orang yang kondisi lahiriahnya lurus (istiqamah) dan
batinnya baik. Alhamdulillah, hal seperti ini tidak pernah didengar dan
tidak ada yang mengetahui pernah terjadi. Tetapi ia terjadi terhadap
orang yang akalnya rusak dan ngotot melakukan dosa besar. Bisa jadi,
kondisi seperti itu menguasainya lalu kematian menjem-putnya sebelum
sempat bertaubat, maka syaithan pun memperdayainya ketika itu, nau’udzu
billah. Atau dapat terjadi juga terhadap orang yang semula kondisinya
istiqamah, namun kemudian berubah dan keluar dari kebiasaannya lalu
terus berjalan ke arah itu sehingga menjadi sebab Su’ul Khatimah
baginya.” (At-Tadzkirah: 53)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesung-guhnya
ukuran semua amalan itu tergantung kepada kesudahannya.” (HR. Bukhari)
Sementara orang yang melakukan shalat tetapi buruk dalam
mengerjakannya, dia terancam mendapat Su’ul Khatimah, maka terlebih lagi
dengan orang yang sama sekali tidak ‘menyapa’ shalat? Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat seorang yang shalat tetapi
tidak sempurna dalam ruku’nya, ia seperti orang yang mematok-matok di
dalam sujud shalatnya, maka beliau bersabda mengenainya, “Andai ia mati
dalam kondisi seperti ini, maka ia mati bukan di atas agama Muhammad.”
(Hadits Hasan)
4. Meninggalkan Shalat Menjadi Slogan Penghuni Neraka Saqar
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Tahukah kamu apa
(neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.
(Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan
belas (malaikat penjaga).” (Al-Muddatstsir: 27-30)
Dan firman-Nya, artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas
apa yang telah diperbuatnya. Kecuali golongan kanan. Berada di dalam
surga, mereka tanya menanya. Tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa.
‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam (neraka) Saqar? Mereka menjawab,
‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan
kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami
membicarakan yang bathil, bersama orang-orang yang membicarakannya.” (Al-Muddatstsir: 38-45)
Jadi, orang-orang yang meninggalkan shalat tempatnya di neraka Saqar.
5. Meninggalkan Shalat Merupakan Sebab Seorang Hamba Dipecundangi Syaithan
Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah tiga orang yang berada di suatu
perkampungan ataupun di pedalaman, lalu tidak mendirikan shalat di
antara sesama mereka melainkan syaithan akan mempecundangi mereka.
Karena itu, hendaklah kalian bersama jama’ah sebab srigala hanya memakan
kambing yang sendirian.” (Hadits Hasan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits tersebut
menjelaskan bahwa, “Syaithan adalah serigala atas manusia yang merupakan
musuh bebuyutannya. Maka sebagaimana burung yang semakin berada di
ketinggian, semakin jauh dari petaka, sebaliknya, semakin berada di
tempat rendah, petaka akan mengintainya, demikian pula halnya dengan
kambing yang semakin dekat dengan penggembalanya, semakin terjaga
keselamatannya, semakin ia menjauh, semakin terancam bahaya.” (Sumber:
As-Shalah Limadza? Muhammad bin Ahmad al-Miqdam)
Demikian di antara bahaya meninggalkan shalat, dan tentunya masih
banyak lagi bahaya-bahaya yang lain. Semoga dapat memotivasi kita di
dalam meningkatkan kualitas shalat kita dan menjadi pengingat tentang
besarnya urusan shalat sehingga tidak meninggalkannya. (Abu Hafshah)
Agar Shalat Menjadi Hal Yang Besar Di Mata Kita
Berikut ini langkah-langkah yang inysa-Allah akan menjadikan kita memandang shalat sebagai masalah yang besar:
a. Menjaga waktu-waktu shalat dan batasan-batasannya.
b. Memperhatikan rukun-rukun, wajib dan kesempurnaannya.
c. Bersegera melaksanakannya ketika datang waktunya.
d. Sedih, gelisah dan menyesal ketika tidak bisa melakukan shalat
dengan baik, seperti ketinggalan shalat berjama’ah dan menyadari bahwa
seandainya shalatnya secara sendirian diterima oleh Allah subhanahu
wata’ala, maka dia hanya mendapatkan satu pahala saja. Maka berarti
dirinya telah kehilangan pahala sebanyak dua puluh tujuh kali lipat.
e. Demikian pula ketika ketinggalan waktu-waktu awal yang merupakan
waktu yang diridhai Allah subhanahu wata’ala, atau ketinggalan shaf
pertama, yang jika orang mengetahui keutamaannya tentu mereka akan
berundi untuk mendapatkannya.
f. Kita juga bersedih manakala tidak mampu mencapai khusyu’ dan tidak
dapat menghadirkan segenap hati ketika menghadap kepada Rabb Tabaraka
Wata ala. Padahal khusyu’ adalah inti dan ruh shalat, karena shalat
tanpa ada kekhusyu’an maka ibarat badan tanpa ruh.
Oleh karena itu Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak
khusyu’ meskipun dia telah gugur kewajibannya. Dia tidak mendapatkan
pahala dari shalatnya, karena seseorang itu mendapatkan pahala shalat
sesuai dengan kadar kekhusyu’an dan tingkat kesadaran dengan kondisi
shalatnya itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang
hamba melakukan shalat dan dan tidaklah dia mendapatkan pahala
shalatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya,
sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya,
atau setengahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dihasankan Al-Albani)
Oleh karenanya beliau menegaskan dalam sabdanya, “Jika kalian berdiri untuk shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan meninggalkan dunia.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani).
Sumber:
- Ash-Shalâh, Limâdza?, Muhammad bin Ahmad al-Miqdam, Dâr Thayyi-bah, Mekkah al-Mukarramah).
- Hayya ‘alash shalah, Khalid Abu Shalih hal 12-13, Darul Wathan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama