Sebagian salaf berkata :
" Diantara wujud pemahaman seseorang adalah senantiasa menjaganya IMANnya dari kekurangan. Diantara wujud pemahaman seseorang adalah dia tahu apakah IMANnya bertambah atau berkurang. Diantara wujud pemahaman seseorang adalah dia tahu godaan setan yang mendatanginya."( Syarah Nuniyyah )Bertambahnya Iman dengan Ketaatan
Menurut keyakinan Ahlus Sunnah, bertambahnya iman seseorang itu dengan ketaatan kepada Allah. Semakin dia taat kepada Allah,maka semakin kuat keimanannya.Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata:“Sebab bertambahnya iman ada empat:
- Mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Karena, semakin seorang mengenal Allah, nama-nama, serta sifat-sifat-Nya akan semakin bertambah keimanannya.
- Melihat ayat-ayat Allah yang kauniyah maupun syar’iyah.
- Banyak berbuat taat dan kebaikan.Karena amalan termasuk dalam iman,sehingga banyak melakukan amal baik akan memperbanyak/meningkatkan keimanan.
- Meninggalkan maksiat dengan niat taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.” (Diringkas dari Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
Sebab Lemahnya Iman
Menurut keyakinan Ahlus Sunnah,berkurangnya iman disebabkan maksiat yang dilakukan seseorang. Semakin banyak maksiat dilakukannya, akan semakin mengurangi keimanannya. Allah berfirman:
كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian),sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
Setiap kali seseorang berbuat maksiat, akan dititik hitam di hatinya sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata: “Sebab berkurangnya iman ada empat:
Setiap kali seseorang berbuat maksiat, akan dititik hitam di hatinya sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata: “Sebab berkurangnya iman ada empat:
- Berpaling dari mengenal Allah,nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
- Berpaling dari melihat ayat-ayat Allah kauniyah dan syar’iyah, karena hal itu akan menyebabkan kelalaian dan kerasnya hati.
- Kurang beramal shalih.
- Berbuat maksiat.” (Diringkas dari Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin menerangkan: “Sesungguhnya tinggal di negeri kafir bahayanya amatlah besar terhadap agama seseorang. Membahayakan akhlak, tingkah laku, dan adabnya. Kami dan selain kami telah menyaksikan penyimpangan orang-orang yang tinggal di negeri kafir. Mereka pulang (dengan aqidah) yang berbeda ketika berangkat, pulang dalam keadaan sebagai orang fasik. Sebagian mereka pulang dalam keadaan murtad dari agamanya….” (Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
Asy-Syaikh Shalih Fauzan berkata:“Diharamkan bagi seorang muslim menjadikan dirinya sebagai pembantu/pelayan orang kafir,karena dalam amalan tersebut terdapat unsur kekuasaan dan penghinaan orang kafir atas seorang muslim. Tinggal terus-menerus di negeri kafir juga haram karena akan membahayakan aqidah seorang muslim.” (Kitabut Tauhid, lishafil awal al-’ali hal.107)
Termasuk dalam masalah ini adalah bepergian ke negeri kafir untuk berlibur/melancong atau acara hiburan lainnya. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata:“Bepergian ke negeri kafir tidak diperbolehkan kecuali dengan tiga syarat:
- Dia mempunyai ilmu untuk menolak syubhat (pemikiran yang menyimpang).
- Dia punya agama yang mencegahnya dari syahwat.
- Dia membutuhkannya.
2. Menjauh dari majelis ilmu (syar’i)
Asy-Syaikh
Al-Hakami mengatakan:“Jika menjauh dari majelis ilmu berpengaruh kepada
iman seseorang, lebih-lebih lagi jika tersibukkan dengan ilmu yang
terkontaminasi oleh pemahaman kufur yang sengaja disusupkan.”
3. Teman yang jelek
Teman sangatlah berpengaruh pada keimanan seseorang. Karena Rasulullah berkata:
الْـمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ
“Seseorang di atas agama temannya.”
Di antara kesalahan kaum muslimin adalah menyerahkan pendidikan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga yang tidak mementingkan aqidah. Bahkan sebagian mereka “menitipkan” anak mereka ke lembaga pendidikan yang notabene kafir atau mengirim anak mereka belajar di negeri kafir. Innalillahi wa inna ilahi raji’un. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin menjelaskan:
“Macam kelima: Tinggal di negeri kafir untuk belajar. Ini sama dengan tinggal karena suatu kebutuhan, namun lebih berbahaya dan lebih dahsyat kerusakannya bagi agama dan akhlak pelakunya. Karena seorang pelajar akan merasa rendah derajatnya dan tinggi kedudukan gurunya. Sehingga menyebabkan dia mengagungkan guru-guru serta merasa puas dengan pemikiran, pendapat dan perilaku guru-guru mereka serta kemudian mengikutinya, kecuali orang-orang yang Allah menjaganya dan yang seperti ini sedikit jumlahnya. Kemudian pelajar merasa butuh kepada gurunya sehingga menyebabkan dia mencari simpati dan basa-basi dengannya, dalam keadaan gurunya di atas penyimpangan dan kesesatan. Demikian juga, seorang pelajar di tempatnya belajar mempunyai teman-teman yang dijadikannya sahabat dekat. Dia mencintai,loyal dan mengambil akhlak mereka….” (Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama