“Abang, gimana sih, bang. Pagi-pagi ba’da subuh pergi mengajar bahasa
Arab, habis itu pergi ke kantor, terus kadang pulang sore sambil ngurus
dakwah di luar, ngurus kajian atau daurah, ba’da magrib juga kadang ikut
kajian, nah malamnya abang belajar baca kitab, kadang lama banget dan
gak bisa diganggu, waktu buat saya kapan bang? Abang itu seakan-akan
bukan suami saya tapi suaminya jama’ah”
“Aku meninggalkanmu bukan untuk dunia dan isinya, bukan pula untuk
berlama-lama. Keluarku insya Allah kan berpahala. Yakinlah, tak
berselang lama aku kan kembali dan membawa setangkai bunga mawar
untukmu.”
Siapa bilang jadi istri aktivis dakwah enak terus? siapa bilang jadi
istri ustadz terjamin masuk surga dan otomatis jadi ustadzah? Siapa
bilang jadi istri sorang dai selalu bahagia.
Salah satu ujian dalam agama yang cukup terasa oleh anda, para istri
aktivis dakwah, adalah jatah waktu buat anda yang berkurang atau sangat
sedikit.
Waktu dan perhatian yang terbagi, padahal sudah bukan rahasia lagi
jika salah satu kebahagiaan utama bagi anda adalah bermanja-manja,
perhatian dan mendapat pendidikan dari suami anda. Di sinilah diperlukan
dukungan dan pengertian dari anda.
>>Yang Mengalahkan Kenikmatan Wanita
Salah satu kenikmatan yang paling syahdu untuk dinikmati oleh
laki-laki dari Allah adalah wanita (yang halal). Wanita adalah anugrah
Allah yang sangat besar bagi laki-laki dan sebaik-baik pehisasan dunia
jika ia wanita yang shalihah.
Bahkan di antara semua kenikmatan dunia, salah satu yang paling disukai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita.
Beliau bersabda,
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Diberi rasa cinta padaku dari dunia yaitu wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam shalat.”[1]
Dan wanita adalah kenikmatan dunia sekaligus fintah terbesar laki-laki. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita.”[2]
Dan kenyataan membenarkannya, sampai-sampai ada komentar orang awam,
“percuma saja kaya, jabatan tinggi dan wajah ganteng tetapi tidak bisa
menikmati wanita [yang halal]”
Akan tetapi, terkadang ada kenikmatan yang lebih nikmat lagi dan
hanya mampu dirasakan oleh orang yang mendapat taufik dari Allah yaitu
nikmatnya ilmu dan dakwah.
Kenikmatan ilmu memang tiada taranya, nikmat menelaah dan membaca
kitab-kitab para ulama, nikmat membahas permasalahan agama kemudian
memperoleh jawabannya dan kenikmatan memainkan pena menulis Al-Quran,
Sunnah dan perkataan ulama. Begitu juga dengan kenikmatan beribadah.
Semua kenikmatan ini terkadang bisa mengalahkan kenikmatan wanita.
Inilah yang dirasakan oleh sebagian aktivis dakwah, ustadz dan dai.
Memang kenikmatan mendekatkan diri kepada Allah baik berupa amal dan
ilmu adalah suatu kenikmatan yang tiada taranya. Ini hanya diperoleh
bagi mereka yang bersungguh-sungguh dan mendapat taufik dari Allah.
>>Kisah Mereka dalam Kenangan
Adalah sahabat Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu yang sudah merasakan nikmatnya beribadah sampai lupa terhadap istrinya.
عن عون بن أبي جحيفة، عن أبيه، قال: آخى النبي صلى الله عليه وسلم بين
سلمان، وأبي الدرداء، فزار سلمان أبا الدرداء، فرأى أم الدرداء متبذلة،
فقال لها: ما شأنك؟ قالت: أخوك أبو الدرداء ليس له حاجة في الدنيا،
“Diriwayatkan dari ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, ia mengkisahkan:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjalinkan tali persaudaraan
antara sahabat Salman (Al Farisi) dengan sahabat Abu Darda’. Suatu hari
sahabat Salman mengunjungi sahabat Abu Darda’, kemudian ia melihat Ummu
Darda’ (istri Abu Darda’ dalam keadaan tidak rapi, maka ia (sahabat
Salman) bertanya kepadanya: Apa yang terjadi pada dirimu? Ummu
Darda’-pun menjawab: Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak butuh lagi kepada
(wanita yang ada di) dunia.
فجاء أبو الدرداء فصنع له طعاما، فقال: كل؟ قال: فإني صائم، قال: ما أنا
بآكل حتى تأكل، قال: فأكل، فلما كان الليل ذهب أبو الدرداء يقوم، قال: نم،
فنام، ثم ذهب يقوم فقال: نم، فلما كان من آخر الليل قال: سلمان قم الآن،
فصليا
Maka tatkala Abu Darda’ datang, ia pun langsung membuatkan untuknya
(sahabat Salman) makanan, kemudian sahabat Salmanpun berkata: “Makanlah
(wahai Abu Darda’).” Maka Abu Darda’ pun menjawab: “Sesungguhnya aku
sedang berpuasa.”
Mendengar jawabannya, sahabat Salman berkata: “Aku tidak akan makan, hingga engkau makan.” Maka Abu Darda’pun akhirnya makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu Darda’ bangun (hendak shalat malam.
Melihatnya demikian, sahabat Salman) berkata kepada Abu Darda:
“Tidurlah.” Maka iapun tidur dan kembali bangun. Sahabat Salmanpun
kembali berkata kepadanya: “tidurlah.” Ketika malam telah hampir
berakhir, sahabat Salman berkata: “bangunlah sekarang, dan shalat
(tahajjud).”
فقال له سلمان: إن لربك عليك حقا، ولنفسك عليك حقا، ولأهلك عليك حقا
فأعط كل ذي حق حقه، فأتى النبي صلى الله عليه وسلم، فذكر ذلك له، فقال
النبي صلى الله عليه وسلم: «صدق سلمان
Kemudian Salman menyampaikan alasannya dengan berkata: “Sesungguhnya
Rabb-mu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu, dan
keluargamu juga memiliki hak atasmu. Hendaknya engkau tunaikan setiap
hak kepada pemiliknya.”
Kemudian sahabat Abud Darda’ datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam dan ia menyampaikan kejadian tersebut dan Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam menjawabnya dengan bersabda:”Salman telah benar.”[3]
Dan banyak kisah lainnya yang hampir sama, seperti Khuwailah binti
Hakim yaitu istri Utsman bin Mazh’un. Keadaannya juga sering lusuh.
Aisyah menceritakan bahwa suaminya senantiasa puasa di siang hari dan
senantiasa shalat sepanjang malam, sehingga keadaannya seakan-akan
tidak bersuami. Oleh sebab itulah ia merasa tidak perlu berhias, bahkan
membiarkan dirinya apa adanya seperti ini.
Demikian juga dikisahkan bahwa kebiasaan Imam Zuhri kalau masuk
rumah, maka beliau meletakkan kitab-kitabnya bertumpukan di sekitarnya.
Beliau menikmati kesibukannya tersebut sehingga lalai dari segala urusan
dunia lainnya. Suatu saat isterinya pernah berkata padanya: “Demi
Allah, sungguh kitab-kitab ini lebih berat bagiku daripada tiga isteri
sainganku!”.[4]
>>Dia Butuh Dukungan Anda
Wahai para istri yang hatinya berbudi.
Wahai para istri juru dakwah.
Wahai para calon istri yang sedang menyiapkan diri menuju bingkai rumah tangga.
Tidakkah anda bahagia bahwa Allah telah menganugerahkan lelaki shaleh
lagi berilmu dan peduli dengan kondisi umat? Berbahagialah dan pujilah
Allah atas anugerah ini.
Bayangkanlah sekiranya anda memiliki suami preman, pemabuk, tak
berilmu agama, menyusahkan masyarakat, tak peduli dengan kondisi kaum
muslimin dan menyibukkan diri dengan maksiat.
Sudah menjadi fitrah bahwa tugas anda adalah mendukung suami anda
dalam kehidupannya lebih-lebih dalam memperjuangkan agama ini, dalam
menuntut ilmu agama, mengamalkan ilmunya dan mendukung dalam dakwah.
Sebagai wanita yang memang dimengerti oleh syariat, kaum anda tidak
dibebankan beramal sebanyak amalan laki-laki seperti jihad, berbakti
kepada orang tua dan dakwah. Ini sesuai dengan kodrat anda yang lebih
lemah baik fisik dan mentalnya dibanding laki-laki.
Dalam hadits dijelaskan bahwa anda cukup melakukan empat hal saja
untuk masuk surga dari pintu mana saja, padahal untuk masuk surga dari
pintu mana saja memerlukan kesungguhan yang sangat tinggi. Salah satu
empat hal tersebut adalah mentaati suaminya, termasuk mendukungnya
dengan cara mencari ridhanya. Dan anda pun akan masuk surga. Insya
Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ
فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ
الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita (1) mengerjakan shalat lima waktunya, (2)
mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, (3) menjaga kemaluannya dan (4)
menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia
inginkan.” [5]
Bahkan begitu harus taat kepadanya dalam kebaikan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada
orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada
suaminya.”[6]
Hemat kami, ada beberapa bentuk dukungan yang bisa anda lakukan:
-Jika suami sedang belajar di rumah maka berusahalah agar anda tidak
“mengganggu” suami dan menjaga anak-anak agar tidak menyibukkan ayahnya.
-Ridha jika suami sering keluar rumah untuk keperluan ilmu dan dakwah.
-Tidak terlalu sering sekali protes jika suami sering meninggalkannya
untuk hal-hal kebaikan karena akan membuat suami tidak konsentrasi
berdakwah di luar. Ini disebabkan suami yang bertanggung jawab akan
memikirkan apa yang menjadi keinginan dan “uneg-uneg” istrinya.
Maka ungkapan “dibalik laki-laki yang hebat ada wanita yang hebat” adalah ungkapan yang ada benar adanya.
>>Engkau pun berpahala
Mungkin terbesit dalam pikiran anda, jika wanita hanya diam di rumah
maka pahalanya kebaikannya kurang dan hanya suami saja yang mendapatkan
pahala jihad dan dakwah.
Ketahuilah bahwa ini sudah pernah ditanyakan oleh sahabat wanita di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Sahabat wanita itu adalah Asma’ binti Yazid Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha,
أنها أتت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهو بين أصحابه،
فقالت: بأبي وأمي أنت يا رسول الله، أنا وافدة النساء إليك، إن الله عَزَّ
وَجَلَّ بعثك إلى الرجال والنساء كافة، فآمنا بك وبإلاهك، وإنا معشر النساء
محصورات مقصورات، قواعد بيوتكم، ومقضى شهواتكم، وحاملات أولادكم.
“Bahwa dia [Asma] mendatangi Rasulullah, sementara beliau sedang
duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, “Aku korbankan bapak dan
ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Aku adalah utusan para wanita di
belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh
laki-laki dan wanita, mereka pun beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu.
Kami para wanita selalu dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah,
tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian,
وإنكم معشر الرجال فضلتم علينا بالجمع والجماعات، وعيادة المرضى، وشهود
الجنائز، والحج بعد الحج، وأفضل من ذلك الجهاد في سبيل الله عَزَّ وَجَلَّ
وإن الرجل إذا خرج حاجا أو معتمرا أو مجاهدا، حفظنا لكم أموالكم، وغزلنا
أثوابكم، وربينا لكم أولادكم، أفما نشارككم في هذا الأجر والخير؟
“sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli kami dengan shalat
Jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah,
berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu
adalah jihad fi sabilillah. Jika salah seorang dari kalian pergi haji
atau umrah atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang
menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami
menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?”
فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى أصحابه بوجهه كله،
ثم قال: ” هل سمعتم مقالة امرأة قط أحسن من مساءلتها في أمر دينها من هذه؟ ”
فقالوا: يا رسول الله، ما ظننا أن امرأة تهتدي إلى مثل هذا.
Nabi memandang seluruh wajah para sahabatnyanya. Kemudian beliau
bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang
lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?.”
Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita
yang bisa bertanya seperti dia.”
فالتفت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إليها فقال: ” افهمي
أيتها المرأة، وأعلمي من خلفك من النساء، أن حسن تبعل المرأة لزوجها وطلبها
مرضاته، واتباعها موافقته، يعدل ذلك كله “.فانصرفت المرأة وهي تهلل
Nabi menengok kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai wanita.
Beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya,
usahanya untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap
keinginannya menyamai semua itu.” Wanita itu berlalu dengan wajah
berseri-seri.[7]
Inilah kabar gembira nan spesial terucap dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam teruntuk anda.
Wahai para istri yang jiwanya merindu surga, wahai wanita yang ingin
membalut diri dengan ketakwaan dan ketaatan kepada suami. Bergembiralah.
Berbahagialah. Niatkanlah bahwa dukungan anda kepada suami anda adalah
untuk meraih pahala dari Allah
>>Teladanilah Istri Ulama
Hendaknya anda, para istri, melihat pengorbanan istri para ulama.
Jika dibandingkan dengan pengorbanan waktu para istri ulama terdahulu
maka pengorbanan waktu para istri di zaman ini sangat jauh.
Para ulama meninggalkan istri mereka selama berbulan-bulan dan
bertahun-tahun untuk menuntut ilmu, berdakwah dan berjihad. Begitu juga
dengan ustadz-ustadz yang sering pergi ke berbagai daerah selama
beberapa pekan. Jika hanya ditinggal beberapa jam saja dan tetap pulang
pada hari itu maka ini tak seberapa.
Sebagai perbandingan, lihat bagaimana istri ulama besar abad ini,
Al-Mujaddid syaikh Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin yang istrinya
sempat buta huruf, tidak sempat belajar karena membantu dan mendukung
suaminya. Istri beliau bertutur:
“ini mungkin tidak diketahui sebagian besar orang bahwa saya buta
huruf dan tidak menerima sedikitpun pendidikan formal. Ketika saya
pertama kali menikah dengan Syaikh, saya benar-benar sibuk melayaninya
dan memberikannya kebenaran, lingkungan yang nyaman agar dapat menuntut
ilmu dan mengajar. Setelah kami memiliki anak, saya sibuk dengan mereka,
mengambil semua waktu saya untuk membesarkan mereka, disamping waktu
yang saya habiskan untuk membantu dan mendukung Syaikh dalam menuntut
ilmu.”[8]
Demikian juga di masa Umar bin Khattab ketika sedang gencar-gencarnya
jihad perluasan daerah dan dakwah Islam, para istri juga harus
berkorban waktu dan jatahnya karena ditinggal dalam waktu yang sangat
lama oleh suami mereka.
Hal ini menyebabkan Umar membatasi waktu selama 4 bulan saja. Setelah
4 bulan, suami harus pulang mengobati kerinduan istri mereka. Bisa di
lihat dikisah berikut,
أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه خرج ليلة يحرس الناس
فمر بامرأة وهي في بيتها وهي تقول
(تطاول هذا الليل واسود جانبه وطال علي ألا خليل ألاعبه)
(فوالله لولا خشية الله وحده لحرك من هذا السرير جوانبه)
“Bahwasanya Umar bin Khathab radiallahu ‘anhu keluar pada suatu
malam menjaga (sidak) manusia, maka dia melewati seorang wanita di dalam
rumahnya bersyair:
Malam ini begitu panjang, begitu hitam sisi-sisi malam.
Begitu lama pula bagiku tanpa kekasih yang mencumbuinya.
Demi Allah, seandainya bukan karena ketakutan kepada Allah, pastilah sisi-sisi ranjang bergoyang-goyang (bergemuruh).
[Maksud “pastilah sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang”
adalah, karena waktu yang lama, ia tidak tahan untuk tidak “disentuh”
(syahwat biologisnya tidak tersalurkan). Sekiranya bukan karena
takwa/takut kepada Allah maka ranjangnya pasti akan “digoyangkan” oleh
laki-laki yang lain. -pent]
فلمل أصبح عمر أرسل إلى المرأة فسأل عنها فقيل :هذه فلانة بنت فلان
وزوجها غاز في سبيل الله فأرسل إليها امرأة فقال : كوني معها حتى يأتي
زوجها وكتب إلى زوجها فأقفله ثم ذهب إلى حفصة بنته
Umar lalu mengirim utusan kepada wanita tersebut ketika pagi
menjelang. (setelah sang utusan kembali), umar bertanya tentang sang
wanita. Dijawab: “wanita ini adalah Fulanah bintu Fulan dan suaminya
berperang di jalan Allah.” Umar pun mengirim seorang wanita pada
Fulanah tadi sambil berkata: “tinggallah bersamanya sampai suaminya
datang.” Umar lalu menulis (surat) kepada suaminya dan menemui Hafshah,
anaknya.
فقال لها يا بنية ! كم تصبر المرأة عن زوجها ؟ فقالت له: يا أبه ! يغفر
الله لك أمثلك يسأل مثلي عن هذا ؟ فقال لها : إنه لولا أنه شيء أريد أن
أنظر فيه للرعية ما سألتك عن هذا قالت : أربعة أشهر أو خمسة أشهر أو ستة
أشهر فقال عمر : يغزو الناس يسيرون شهرا ذاهبين ويكونون في غزوهم أربعة
أشهر ويقفلون شهرا فوقت ذلك للناس من سنتهم في غزوهم
Maka Umar berkata kepadanya: ‘wahai putriku! Berapa lama seorang
wanita sabar ditinggal suaminya?’ Maka dia menjawab: ‘Wahai ayahanda!
Semoga Allah mengampuni Anda, orang seperti Anda bertanya kepada orang
sepertiku tentang masalah ini?’ Umar Menjwab: ‘seandainya bukan karena
aku ingin melihat urusan kaum muslimin, aku tidak akan bertanya
kepadamu’.
Dia menjawab: ’empat bulan atau lima bulan atau enam bulan’. Maka
Umar berkata:‘Manusia akan berperang (maksimal) selama satu bulan
perjalanan berangkat, dalam medan perang selama empat bulan dan pulang
selama satu bulan, dan ini adalah waktu yang menjadi ketetapan manusia
dalam berperang’”[9]
>>Keluarga Komunitas Utama
Wahai para istri yang hatinya berbudi. Jika harus “menyentil”
kesibukan suami maka ingatkanlah suami anda dengan cara yang sopan lagi
bijak. Kami memahami bahwa anda juga butuh pengajaran darinya karena
anda adalah komunitas utama yang wajib dia selamatkan dari api neraka.
Tengoklah kembali kisah shahabiyyah Asma’ binti Yazid Al-Anshariyah
radhiallahu ‘anha yang kami sebutkan sebelumnya. Beliau menemui
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan apa yang
menjanggal di hatinya dengan cara dan ungkapan yang baik lagi bersahaja.
Begitu pula kepada para suami. Jangan sampai para suami sibuk
berdakwah di luar tetapi lupa dengan dakwah di keluarganya, tidak
mendidik istri dan anak-anaknya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Taahrim:6)
Ar-Razi rahimahullahu menjelaskan ayat ini mengutip perkataan Muqatil rahimahullahu,
وَقَالَ مُقَاتِلٌ: أَنْ يُؤَدِّبَ الْمُسْلِمُ نَفْسَهُ وَأَهْلَهُ، فَيَأْمُرَهُمْ بِالْخَيْرِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الشَّرِّ
“seorang muslim mendidik dirinya dan keluarganya, memerintahkan mereka kebaikan dan melarang dari keburukan”. [10]
Hemat kami, ada beberapa contoh sederhana dalam mengajarkan istri:
- Membuat jadwal khusus untuk pengajaran istri dan anak-anak karena merekalah komunitas yang pertama dan utama yang berhak mendapat pengajaran dari suami.
- Jika suami pulang majelis ilmu maka suami menjelaskan dan meringkas ilmu yang diperoleh kepada istri, bisa sekitar 5-10 menit, demikian juga jiika setelah membaca buku. Akan tetapi sang istri juga harus semangat meminta dijelaskan dan menuntut ilmu dari suaminya
- Mengajarkan bahasa Arab bagi istri di rumah, bisa dengan membiasakan bahasa Arab sedikit-sedikit dengan istri, dalam berbincang ringan dengan istri.
- Menyisihkan waktu untuk mendengarkan setoran hapalan istri berupa hapalan Al-Quran atau hadits atau doa sehari-hari, karena kelak istrilah yang lebih mendominasi waktu di rumah sehingga pengajaran kepada anak-anak bisa semaksimal mungkin.
Demikianlah yang dapat kami jabarkan dengan sederhana. Semoga bermanfaat bagi keluarga kaum muslimin.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu
‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
_____________
Referensi:
Dinukil dari artikel yang berjudul: “Setangkai Mawar untuk Si Dia (Risalah Untuk Istri Para Aktivis Dakwah)“
______________
[1] HR. An Nasai no. 3939, dinilai hasan shahih oleh Al-Albani, Lihat
Al Misykah no. 5261 dan Shahih Al Jaami’ Ash Shagir no. 3124
[2] [HR. Bukhari no.5096 dan Muslim no.7122]
[3] HR. Bukhari no. 1968
[4] Wafayatul A’yan Ibnu Khallikan 4/177-178, dinukil dari http://abiubaidah.com
[5] HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 660.
[6] HR. At-Tirmidzi no. 1159, berkata Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, “Hasan Shahih.”
[7] Usudul Ghaayah fi ma’rifatis shahabah 7/17, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Cet. Ke1, 1415 H. Asy-Syamilah
[8] Majalah “Al-Mutamayyizah”, Riyadh, KSA, Edisi No. 45, Ramadhan 1427H, dinukil dari http://salafiyunpad.wordpress.com
[9] Sunan Sa’id bin Manshur 2/210 no. 2463, Darus Salafiyah, cet.
Ke-1, 1403 H,Asy-Syamilah), j. 2, hlm. 174, no. 2463, lihat juga Mushnaf
Abdirrazaq 7/151 no. 12593, Asy-Syamilah
[10] Mafaatihul Ghoib Tafsir Ar-Roziy 30/527, Dar Ihya’ At-Turats, cet-ke-3, 1420 H, Asy- Syamilah
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama