Ajaran Tasawuf Merusak Aqidah Islam
Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Seandainya
seorang menjadi sufi (bertasawwuf) di pagi hari, niscaya sebelum datang
waktu Zhuhur, engkau tidak dapati dirinya, kecuali menjadi orang bodoh”. (al-Manaqib lil Baihaqi 2/207)
Wihdatul mashdar menjadi salah satu ciri
Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam penetapan masaail aqidah, Mereka hanya
berlandaskan misyakatun nubuwwah, wahyu dari Allah Ta’ala, tidak
memandang akal, qiyas dan kasuf sebagai bagian sandaran aqidah. Justru
tiga hal hal tersebut akan bertentangan banyak dengan nash al-Kitab dan
Sunnah. Sehingga amat aneh bila ada orang yang mendahulukannya di atas
hujjah-hujjah al-Qur’an dan Hadits. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam saja pernah menegur Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu dari
sekedar melihat-lihat ‘lembar Taurat[1] yang sebelumnya merupakan kitab
yang diturunkan dari langit telah dimasuki oleh tahrif-tahrif hasil
penyelewengan tangan para pemuka agama mereka. Dan tentunya Taurat dalam
konteks ini lebih afdhal daripada hasil qiyas akal manusia dan kayalan
kalangan Sufi.[2]
Seiring dengan perjalanan waktu, semakin
jauh umat dari masa kenabian, muncullah berbagai keyakinan dan ideologi
dari luar al-Qur’an dan Sunnah yang mengintervensi aqidah Islamiyyah.
Sufi dengan ajaran tasawufnya pun ikut menodai kejernihan dan keutuhan
aqidah Islamiyyah. Masuknya ideologi ini ditengah masyarakat menyebabkan
terjadinya kegoncangan aqidah pada akidah kebanyakan umat Islam,
pemikiran dan pandangan-pandangan mereka dan secara otomatis menjauhkan
mereka dari aqidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Inilah salah satu dampak buruk yang harus
dirasakan bila kekeliruan dan penyimpangan sangat dominan di
masyarakat, akhirnya khalayak menganggapnya sebagai kebenaran. Pihak
yang menentangnya dipandang keluar dari al-haq. Dan anehnya, bangsa
Barat memberikan atensi besar pada pengkajian khazanah ‘ilmiah’ Sufi,
mencetak dan menyebarluaskannya serta menterjemahkannya ke berbagai
bahasa. Tiada lain karena mereka sudah mengetahui bahaya Tasawuf bagi
Islam dan umat Islam, bukan dalam rangka mendukung Islam. Wallahul
musta’an.
DIBANGUN DI ATAS KEDUSTAAN JUGA
Kerusakan aqidah bila ditampakkan dengan
terang-terangan, pasti akan ditolak oleh manusia-manusia yang berfitrah
lurus dan berakal sehat. Maka, sebagian tokoh (tarekat Sufi) ajaran ini
memperkenalkan tasawuf dengan slogan-slogan, visi dan misi yang menarik
agar mudah menggandeng manusia sebanyak mungkin, menegaskan bahwa dakwah
mereka sesuai dengan ajaran Islam, misi mereka untuk mensucikan kalbu,
membina akhlak dan seterusnya slogan-slogan menarik guna mengelabui
umat.
Seorang pemuka tarekat di Mesir, Mahmud
as-Sathuhi menjelaskan bahwa Tasawuf merupakan inti sari pengalaman
ajaran Islam, mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah, berjihad melawan musuh
dan hawa nafsu. (!!). sebagian pemuka aliran Tasawuf bahkan memandang
bahwa seluruh Sahabat Nabi, generasi Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in adalah
pioner aliran Tasawuf karena sikap zuhud dan semangat berjihad mereka.
(!?).
Ungkapan-ungkapan di atas hanyalah klaim
kosong dan pernyataan yang tidak mendasar. Seorang Muslim yang berilmu
akan merasa keheranan dengan Klaim-klaim (kosong tanpa bukti). Bagaimana
mungkin mereka disebut mengikut al-Qur’an dan Sunnah, serta menjadi
para pengikut dan penerus generasi terbaik umat?. Karena dari sisi
aqidah terjadi perbedaan tajam antara aqidah para Sahabat dan kalangan
Tasawuf, apabila dengan akidah tokoh besar Sufi, semisal Ibnu Arabi.
Namun keheranan ini akan segera sirna
begitu mengetahui bahwa klaim-klaim palsu dan tuduhan-tuduhan
asal-asalan merupakan salah satu uslub (metode) memasarkan ajaran mereka
dan menjauhkan umat dari kebenaran.
BENAR-BENAR MERUSAK AQIDAH ISLAMIYAH
Kekhawatiran terhadap ideologi Sufi tidak
hanya lantaran kandungan penyelewengan akidah yang ada padanya. Akan
tetapi, juga karena penyebarannya yang begitu luas di dunia Islam.
Akibatnya, terbentuk semacam opini bahwa kebenaran adalah apa yang ada
pada kaum Sufi (?!).
Seperti pepatah Arab, wabil mitsal
yattadhihul maqal, dengan contoh, pernyataan akan bertambah jelas, maka
di sini akan disebutkan beberapa contoh bagaimana ajaran tasawuf merubah
kemurnian aqidah Islam :
- Aqidah Islam telah menetapkan Allah
Ta’ala menciptakan makhluk-makhluk-Nya dari ‘adam (tidak ada
sebelumnya), tidak dari Dzat-Nya dan bahwa semesta alam ini bukan khaliq
(pencipta). Inilah aqidah yang dibawa al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sementara dalam kamus Sufi, diyakini
bahwa segala yang ada di alam ini merupakan perwujudan Dzat Allah Ta’ala
dengan aqidahnya yang dikenal dengan wihdatul wujud, kesatuan wujud.
- Aqidah Islam berdasarkan nash-nash
al-Qur’an dan Hadits telah menentukan bahwa Allah Ta’ala berada di atas
langit, bersemayam di atas Arsy sesuai dengan keagungan dan
kebenaran-Nya. Allah Ta’ala berfirman : (Yaitu) Rabb yang Maha Pemurah
yang bersemayam di atas ‘Arsy (QS. Thaha / 20:5)
Sementara dalam ilmu Tasawuf diajarkan bahwa Allah Ta’ala berada dimana-mana.
- Aqidah Islam menyatakan bahwa kenabian
mutlak merupakan keutamaan yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada insan
yang Allah kehendaki. Kenabian dan kerasulan tidak datang melalui
keinginan nabi dan rasul yang bersangkutan atau atas permintaan mereka
kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman : Allah memilih utusan-utusan-Nya.
dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi
Maha Melihat (QS. al-Hajj / 22:75).
Dalam hal ini, tokoh Sufi memandang
kenabian dapat diraih melalui ketekunan melakukan riyadhah, sampai
seorang tokoh Sufi, Ibnu Sab’in[3] mengatakan, “Ibnu Aminah (Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah membatasi sesuatu yang lingkupnya
luas ketika mengatakan, “Tidak ada nabi sepeninggalku”.
- Aqidah Islam menegaskan bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan nabi serta rasul yang lain
juga manusia-manusia seperti orang-orang yang lain dan masih
berkewajiban menjalankan syariat. Akan tetapi, Allah Ta’ala memilih
mereka dan mengutamakan mereka diatas kebanyakan orang sebagai
utusan-utusan-Nya.
Adapun golongan Sufi berpandangan bahwa
Nabi Muhammad sumber terciptanya makhluk-makhluk yang lain ( keyakinan
ini dikenal dengan aqidah Nur Muhammadi). Mereka pun membawakan
hadits-hadits palsu yang menyatakan jika tidak ada Muhammad maka alam
semesta ini tidak akan pernah ada. Mereka pun memandang manusia bila
sudah mencapai derajat tertentu tidak terkena kewajiban menjalankan
syariat Islam.
- Sumber hukum aqidah Islam hanya du :
al-Qur’an dan Hadits shahih, tidak ada sumber ketiga atau keempat dan
seterusnya… sementara itu, kaum Sufi memiliki sumber aqidah yang lain
yang dikenal dengan istilah al-kasuf dan al-faidh. Mereka secara nyata
menyakininya sebagai landasan keyakinan.
- Aqidah Islam menjunjung tinggi
tauhidullah dan datang untuk memberantas syirik dengan seluruh jenisnya
dan praktek penyembahan kepada selain Allah Ta’ala. Sedangkan pada
ajaran Tasawuf, praktek syirik sangat kentara dalam bentuk meminta
kepada penghuni kubur, istighotsah kepada orang-orang yang telah mati,
pengagungan kuburan dan lain-lain.
- Aqidah Islam telah menetapkan hanya
Allah saja yang mengetahui alam gaib. Allah Ta’ala berfirman :
Katakanlah : “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan (QS. an-Naml / 27:65).
Dalam hal ini, kaum Sufi menyatakan bahwa
syaikh-syaikh tarekat memiliki kemampuan meneropong dan mengetahui alam
gaib melalui jalan kasuf, dan menurut mereka lagi, mereka memperoleh
ilmu itu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Masih banyak keyakinan mereka lainnya
yang jelas-jelas berseberangan dengan aqidah yang dibawah oleh
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pendek kata, ajaran Tasawuf berdiri di atas landasan-landasan berikut :
- Membagi agama menjadi lahir yang diketahui oleh orang-orang awam dan batin yang hanya dimengerti oleh kaum khos (orang-orang khusus saja).
- Memegangi kasuf dan dzauq dalam penetapan masalah-masalah aqidah dan ibadah.
- Melegalkan praktek syirik dan bahkan melakukan pembelaan untuknya.
- Menshahihkan hadits melalui jalan kasuf
- Beramal berdasarkan hasil mimpi
- Beribadah dengan dasar dzauq dan wajd
- Menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu dan mengamalkannya.
- Membiasakan dzikir jama’i dan beribadah dengan menari-nari diiringi oleh suara-suara alunan bunyi seruling dan alat-alat musik lainnya. Bahkan penulis kitab Ihya Ulumuddin menulis satu bab di dalamnya dukungannya terhadap ‘ibadah’ dengan tarian dan musik disertai penjelasan tentang adab-adab dan menetapkan bahwa musik lebih menggelorakan hati daripada al-Qur’an dari tujuh aspek. (al-Ihya : 2/325-328).
Demikian point-point prinsip aqidah yang
diajarkan dalam ilmu Tasawuf dan diyakini kalangan Sufi. Semoga Allah
Ta’ala menjauhkan kita dari segala kerusakan dalam keyakinan kita.
Wallahul a’lam.
Diangkat dari at-Tauhid fi
Masiratil’Amalil Islami bainal Waqi wal Ma’mul, Abdul Aziz bin Abdullah,
al-Husaini, pengantar Nashir bin Abdul Karim al-Aql, Cet I, Th. 1419 H,
Darul Qasim. Lm. 25-33
Sumber: Majalah As-Sunnah edisi: 04-05/THN XV/Ramadhan/Syawal 1432H/Agustus 2011M
—————————————————–
[1] HR. Ahmad, al-Baihaqi, Ibnu Abi Ashim. Hadits hasan dengan berbagai jalur periwayatannya.
[1] HR. Ahmad, al-Baihaqi, Ibnu Abi Ashim. Hadits hasan dengan berbagai jalur periwayatannya.
[2] Lihat Manhajul Istidlal ala Masail al-I’tiqad ‘Ind Ahlis Sunnah wal Jama’ah 1/41-42.
[3] Dia adalah ‘Abdul Haqq bin Ibrahim
bin Muhammad bin Nashr bin Sab’in (613-668 H), seorang pemuka golongan
Sufi dan termasuk berkeyakinan wihdatul wujud.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama