Betapa banyak diantara kita yang berusaha untuk berlari kencang menjauhi riyaa karena takut amalan kita hancur lebur terkena penyakit riya. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan jiwa kita terulurkan dalam dekapan ujub…, bangga dengan amalan yang telah kita lakukan.., bangga dengan ilmu yang telah kita miliki…, bangga dengan keberhasilan dakwah kita.., bangga dengan kalimat-kalimat indah yang kita rangkai…, dst…??!!
Bukankah ujub juga menggugurkan amalan sebagaimana riyaa..??
Bukankah ujub juga menyebabkan pelakunya terjerumus dalam neraka jahannam sebagaimana riyaa…?
Bukankah ujub juga merupakan salah satu bentuk syirik kecil sebagaimana riya…??
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وَكَثِيرًا
مَا يَقْرِنُ النَّاسُ بَيْنَ الرِّيَاءِ وَالْعُجْبِ فَالرِّيَاءُ مِنْ
بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالْخَلْقِ وَالْعُجْبُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ
بِالنَّفْسِ وَهَذَا حَالُ الْمُسْتَكْبِرِ فَالْمُرَائِي لَا يُحَقِّقُ
قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } وَالْمُعْجَبُ لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : {
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } فَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ }
خَرَجَ عَنْ الرِّيَاءِ وَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
} خَرَجَ عَنْ الْإِعْجَابِ وَفِي الْحَدِيثِ الْمَعْرُوفِ : { ثَلَاثٌ
مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ
بِنَفْسِهِ }
Dan
sering orang-orang menggandengkan antara riyaa dan ujub. Riyaa termasuk
bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada
orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri
(yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa
berkarya-pen). Ini merupkan kondisi orang yang sombong. Orang yang riyaa
tidak merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُHanya kepadaMulah
kami beribadah, dan orang yang ujub tidaklah merealisasikan firman Allah
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُDan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan.
Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ maka ia
akan keluar lepas dari riyaa, dan barangsiapa yang merealisasikan firman
Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ maka ia akan keluar terlepas dari ujub
(Majmuu Al-Fataawaa 10/277).
Rasulullah bersabda :
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Tiga
perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang
diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri (HR at-Thobroni
dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam
as-shahihah no 1802)
Ibnul
Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan seorang salaf, Sesungguhnya
seorang hamba benar-benar melakukan sebuah dosa, dan dengan dosa
tersebut menyebabkan ia masuk surga. Dan seorang hamba benar-benar
melakukan sebuah kebaikan yang menyebabkannya masuk neraka. Ia melakukan
dosa dan dia senantiasa meletakkan dosa yang ia lakukan tersebut di
hadapan kedua matanya, senantiasa merasa takut, khawatir, senantiasa
menangis dan menyesal, senantiasa malu kepada Robb-Nya, menunudukan
kepalanya dihadapan Robbnya dengan hati yang luluh. Maka jadilah dosa
tersebut sebab yang mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungannya.
Hingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada banyak ketaatan…
Dan
seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya
senantiasa merasa telah berbuat baik kepada Robbnya dan menjadi takabbur
dengan kebaikan tersebut, memandang tinggi dirinya dan ujub terhadap
dirinya serta membanggakannya dan berkata : Aku telah beramal ini, aku
telah berbuat itu. Maka hal itu mewariskan sifat ujub dan kibr(takabur)
pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab
kebinasaannya… (Al-Wabil As-Shoyyib 9-10)
Seorang penyair berkata :
والعُجْبَ فَاحْذَرْهُ إِنَّ الْعُجْبَ مُجْتَرِفٌ أَعْمَالَ صَاحبِهِ فِي سَيْلِهِ الْعَرِمِ
Jauhilah penyakit ujub, sesungguhnya penyakit ujub akan menggeret amalan pelakunya ke dalam aliran deras arusnya
Lantas kenapa kita begitu waspada terhadap riyaa namun melalaikan penyakit ujub…?
Sesungguhnya racun ujub akan mengantarkan pelakunya kepada penyakit-penyakit kronis lainnya, diantaranya :
-
Lupa untuk bersyukur kepada Allah, bahkan malah mensyukuri diri
sendiri, seakan-akan amalan yang telah dia lakukan adalah karena
kehebatannya
- Lenyap darinya sifat tunduk dan merendah dihadapan Allah yang telah menganugrahkan segala kelebihan dan kenikmatan kepadanya
- Terlebih jelas lagi lenyap sikap tawadhu dihadapan manusia
-
Bersikap sombong (merasa tinggi) dan merendahkan orang lain, tidak mau
mengakui kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Jiwanya senantiasa
mengajaknya untuk menyatakan bahwasanya dialah yang terbaik, dan apa
yang telah diamalkan oleh orang lain merupakan perkara yang biasa yang
tidak patut untuk dipuji. Berbeda dengan amalan dan karya yang telah ia
lakukan maka patut untuk diacungkan jempol.
Kalimat indah yang pernah diucapkan oleh seorang ulama :
Orang
yang ujub merasa bahwa dirinya paling tinggi dihadapan manusia yang
lain… bahkan merasa dirinya lebih tinggi di sisi Allah.., namun pada
hakikatnya dialah orang yang paling rendah dan hina di sisi Allah.
Kenapa Mesti Ujub?
Sebelum
kita terlena dengan ujub yang menggerogoti hati kita maka hendaknya
kita renungkan tentang diri kita. Kenapa kita ujub..??, bukankah kita
ujub karena amalan kita serta hasil karya yang banyak dan hebat…??. Jika
perkaranya demikian maka hendaknya renungkanlah perkara-perkara berikut
ini :
Pertama : Sudah yakinkah amalan-amalan kita tersebut dibangun di atas keikhlasan kepada Allah??
Ikhlas
merupakan perkara yang sangat mulia, yang menjadikan pelakunya menjadi
sangat tinggi dan mulia di sisi Allah. Orang yang ikhlas hatinya hanya
sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan
penilaian manusia yang tidak memberi kemanfaatan dan tidak
memudhorotkan. Yang paling penting baginya adalah penilaian Allah
terhadap amalannya.
Orang
yang ikhlas adalah orang yang amalannya tatkala bersendirian lebih
banyak daripda amalannya tatkala dilihat oleh orang lain.
Kedua : Bukankah banyak hal yang bisa menggugurkan amalan-amalan kita tersebut??
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata Penggugur dan perusak amalan sangatlah banyak.
وَلَيْسَ الشَّأْنُ فِي الْعَمَلِ إِنَّمَا الشَّأْنُ فِي حِفْظِ الْعَمَلِ مِمَّا يُفْسدُهُ وَيُحْبِطُهُ
Dan yang penting adalah bagaimana menjaga amal agar tidak rusak dan gugur bukan yang penting adalah beramalnya.
Riyaa
–meskipun sekecil apapun- merupakan penggugur amal, dan
bentuk-bentuknya sangatlah banyak. Demikian juga amalan yang tidak
dibangun diatas ittibaa sunnah juga merupakan penggugur amalan. Sikap
al-mann dalam hati terhadap Allah (yaitu merasa telah berbuat baik
kepada Allah dengan mengungkit-ngungkit dan menyebut-nyebut kebaikan
tersebut -pen) juga menghancurkan amalan. Demikian juga sikap al-mann
(yaitu mengungkit-ngungkitnya) dalam sedekah, berbuat kebaikan, dan
bersilaturahmi juga membatalkan amalan, sebagaimana firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)
(QS Al-Baqoroh : 264)
Dan
mayoritas manusia tidak mengetahui tentang hal-hal buruk yang bisa
menggugurkan amalan-amalan kebajikan. Allah telah berfirman
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ
النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ
أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi
suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang
keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak
menyadari (QS Al-Hujuroot : 2)
Maka
(dalam ayat ini-pen) Allah telah mengingatkan kaum mukminin agar amalan
mereka tidak gugur karena mereka mengeraskan suara mereka kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana mereka mengeraskan suara
diantara mereka. Hal ini bukanlah kemurtadan akan tetapi merupakan
kemaksiatan yang menggugurkan amalan dan pelakunya tidak sadar. Maka
bagaimana lagi dengan orang yang mendahulukan perkataan seseroang di
atas perkataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, petunjuknya, dan
jalannya??, bukankah amalannya telah gugur dan dia dalam keadaan tidak
sadar??!!
Diantara hal yang menggugurkan amalan adalah sebagaimana sabda Nabi
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْر فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
Barangsiapa yang meninggalkan sholat ashar maka telah gugur amalannya (HR Al-Bukhari no 553)
Dan
termasuk dalam hal ini perkataan Aisyah –semoga Allah meridhoinya dan
meridhoi ayahnya- kepada Zaid bin Arqom rahdiallahu anhu tatkala
melakukan transaksi dengan sistem iinah (riba)
إِنَّهُ قَدْ أَبْطَلَ جِهَادَهُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ إِلاَّ أَنْ يَتُوْبَ
Sesungguhnya
ia (Zaid) telah menggugurkan (pahala) jihadnya bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam kecuali jika ia bertaubat
Transaksi dengan system iinah bukanlah kemurtadan, paling banter ia merupakan kemaksiatan.
Oleh
karenanya mengetahui perkara-perkara yang bisa membatalkan amal tatkala
amalan sedang dikerjakan dan demikian juga hal-hal yang bisa
membatalkan amal setelah dikerjakannya amal merupakan perkara yang
sangat penting untuk diketahui oleh seorang hamba dan diwaspadai serta
untuk mengecek dirinya (Al-Wabil As-Shoyyib 21-22)
Ketiga
: Bukankah penilaian Allah yang paling utama adalah tentang hati dan
keimanan seseorang?, bukan hanya sekedar amalan yang dzohir??
Betapa
banyak orang yang dzohirnya kurang amalannya dan seakan-akan mata kita
merendahkannya, namun ternyata ia sangat tinggi di sisi Allah. Sebagai
contoh nyata adalah Uwais Al-Qoroni rahimahullah
Keempat
: Betapa banyak dosa yang kita lakukan tanpa kita sadari, dan betapa
banyak dosa yang kita lakukan dan kita sadari namun kita melupakannya??
Betapa
sering kita melupakan dosa-dosa yang kita lakukan.., bukankah terlalu
banyak dosa yang dilakukan oleh kedua mata kita..??, dosa yang dilakukan
oleh kedua telinga kita..??, dosa-dosa yang dilakukan oleh lisan
kita..??, dosa-dosa yang dilakukan oleh hati kita…??
Sebagai
contoh, coba sekarang kita berusaha untuk mengingat kembali dosa-dosa
yang pernah dilakukan oleh lisan kita..??, apakah kita masih ingat siapa
saja yang pernah kita ghibahi..??, siapa saja yang pernah kita sakiti
hatinya dengan perkataan kita…??. Tentu kebanyakannya telah kita
lupakan.
Belum lagi dosa-dosa yang pernah kita lakukan dengan hati kita..??
Bukankah takabbur, hasad, berburuk sangka juga merupakan dosa…??
Jika
perkaranya demikian…bahwasanya tidak satu amalanpun yang kita yakini
kita lakukan ikhlas karena Allah…dan tidak satu amalanpun yang ikhlas
kita lakukan lantas kita yakin pasti diterima oleh Allah karena selamat
dari hal-hal yang merusaknya…, maka apakah yang bisa kita banggakan
untuk bisa ujub di hadapan Allah dan merasa lebih baik dari orang
lain…???.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama