Allah Ta’ala telah menjadikan doa sebagai sebab
meraih apa yang diharapkan. Allah Ta’ala telah memerintahkan hal
tersebut dalam firman-Nya,
“Dan Tuhanmu
berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” QS. Al-Ghafir: 60.
Jika hal ini telah dipahami, maka tidak
ada masalah lagi. Karena Allah Ta’ala telah menetapkan kadar semua
perkara dan sebab-sebabnya. Mendapatkan anak misalnya, ketika sudah
ditetapkan untuk seorang manusia, maka harus didahului dengan pernikahan
dan hubungan badan agar setelah itu lahir seorang anak. Tidak mungkin
terjadi suatu tanpa sebabnya. Alam ini semuanya diciptakan berdasarkan
prinsip tersebut, keterkaitan antara sebab dan akibat.
Demikian pula halnya dengan doa atau
(istikharah). Allah Ta’ala telah menetapkan takdirnya, dimana banyak
tergantung dengan doa dan permohonan kepada-Nya Azza wa Jalla. Maka
suatu keinginan tidak tercapai tanpa ada sebab yaitu doa. Disamping
sebab-sebab fisik lainnya.
Sejumlah hadits menunjukkan pemahaman ini dengan sangat jelas.
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya doa
bermanfaat terhadap apa yang sudah diturunkan dan yang belum diturunkan.
Hendaklah kalian berdoa wahai hamba.” (HR. Tirmizi, no. 3548. Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 3409)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata
dalam Majmu Fatawa, 8/69, “Siapa yang berkata, ‘Saya tidak berdoa dan
tidak memohon karena hanya bersandar dengan takdir, maka orang itu
keliru, karena Allah Ta’ala telah menjadikan doa dan permohonan sebagai
sebab untuk meraih ampunan dan rahmat-Nya serta memberinya petunjuk dan
pertolongan dan rizki-Nya.
Jika seorang hamba telah ditakdirkan kebaikan dengan doa, maka kebaikan tersebut tak akan teraih kecuali dengan doanya. Apa yang Allah takdirkan dan pengetahuannya tentang kondisi para hamba serta akibat-akibatnya semata-mata ditentukan berdasarkan sebab-sebab. Dia menghadirkan segala ketetapan berdasarkan waktu-waktunya. Tidak ada sesuatu di dunia dan akhirat kecuali dengan sebab. Allah lah yang menciptakan sebab dan akibatnya.
Mengenyampingkan sebab sebagai sebab, adalah bentuk kurangnya akal.” Selesai
Dia juga berkata (8/287), “Ucapan
sebagian orang, ‘Sesungguhnya doa hanya merupakan ibadah semata, karena
sesuatu yang ditakdirkan telah tetap, baik dia berdoa atau tidak
berdoa.’ Maka jawaban baginya adalah, ‘Jika Allah menjadikan doa sebagai
sebab untuk meraih apa yang diminta, bagaimana hal tersebut dapat
terwujud tanpa doa?!”
Ibnul Qayyim berkata dalam Al-Jawabul
Kafi (hal. 4), “Doa merupakan obat yang paling bermanfaat. Ia merupakan
musuh bagi musibah. Dapat mengobatinya dan mengatasinya, mencegah
turunnya musibah atau mengangkatnya atau meringankannya. Ia adalah
senjata mukmin. Doa dalam menghadapi musibah ada tiga tingkatan:
Pertama: Doa lebih kuat dari musibah, maka dia dapat mengusirnya.
Kedua: Doa lebih lemah dari
musibah, maka musibah dapat mengalahkannya sehingga seorang hamba
tertimpa musibah, akan tetapi bisa jadi doa dapat meringankannya
walaupun doanya lemah.
Ketiga: Keduanya saling bertikai, satu sama lain saling mencegah terjadi pada orang tersebut.”
Syaikh Ibnu al-Utsaimin rahimahullah
berkata dalam ‘Al-Majmu Ats-Tsamin Min Fatawa Fadhilah Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin.” (1/157) “Doa merupakan sebab yang dengan itu si
pendoa akan meraih keinginannya. Kenyataannya dia dapat menolak takdir.
Sebab tidak ada yang dapat merubah takdir kecuali doa. Maksudnya
baginya ada dua sisi; Misalnya, seorang pasien berdoa kepada Allah agar
disembuhkan, lalu dia sembuh. Dalam hal ini, seandainya dia tidak
berdoa, maka dia tidak sembuh, akan tetapi berkat doanya dia sembuh. Dan
kita tetap mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa pasien
tersebut sembuh dengan sebab doa, inilah yang telah ditetapkan baginya.
Lalu dia mengira bahwa seandainya bukan karena doa, maka dia akan tetap
sakit. Hakikatnya hal itu bukan menolak takdir, karena doa pun asalnya
telah ditakdirkan dan bahwa kesembuhannya terjadi berkat doa, ini yang
dimaksud takdir asli yang telah ditulis sejak zaman azali. Demikianlah
segala sesuatu terkait dengan sebab yang dengan sebab itu Allah
menjadikannya sebagai sebab terjadinya sesuatu. Dan itu telah ditetapkan
sejak zaman ajali sebelum kejadiannya.”
Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya, “Apakah doa dapat menolak takdir?”
Mereka menjawab, “Allah telah menetapkan syariat berdoa dan memerintahkannya. Dia berfirman,
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghafir: 60)
“Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,”(QS. Al-Baqarah: 186)
Jika seorang hamba melaksanakan sebab
yang disyariatkan dan dia berdoa, maka hal itu merupakan bagian dari
takdir. Itu berarti menolak takdir dengan takdir, jika Allah menghendaki
yang demikian itu. Terdapat dalam hadits shahih dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba dapat terhalang dari rizki karena dosa yang dia lakukan. Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa dan tidak ada yang dapat menambah usia kecuali bakti kebaikan.” (Fatawa Lajnah Daimah, 1/195)
Mereka juga ditanya,”Apakah doa dapat
meringangkan musibah, Apakah Allah mengasihi kita karena doa kita?
Bagaimana hal itu dapat dipahami sementara Allah Ta’ala tetap menurunkan
musibah kepada manusia padahal mereka telah berdoa?”
Mereka menjawab, “Doa merupakan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah telah memerintahkan hal tersebut. Dia berfirman,’
“Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam
Keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 60)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)
Doa dapat meringankan musibah atau
menolaknya atau menolak yang seharusnya lebih besar. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
‘Tidak ada yang mencegah takdir, kecuali Do’a (HR. Tarmidzi, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Diperjelas dengan Sabda Rasulullah ;
"Tidak ada yg dapat mencegah takdir
kecuali do’a & tak ada yg bisa menambah umur kecuali amal kebajikan.
Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Asid. Hadits
ini adl hasan gharib dari hadits Salman, kami tak mengetahuinya kecuali
dari hadits Yahya bin Ad Durais, adapun Abu Maudud ada dua orang salah
satunya yg terkenal dgn sebutan Fiddah yaitu orang yg meriwayatkan
hadits ini namanya Fidldlah Bashri, sedangkan yg lainnya bernama Abdul
Aziz bin Abu Sulaiman, yg satu orang Bashrah, sedangkan yg lainnya orang
Madinah & keduanya hidup dalam satu masa.: [HR. Tirmidzi No.2065].
Musibah jika menimpa, akan menghapuskan
dosa dan mengangkat derajat. Seorang muslim apabila mengalami musibah
hendaknya dia bersabar dan berharap pahala dari Allah Azza wa Jalla
serta tidak menyesali takdir dan ketetapan yang sudah terjadi.”
Dengan uraian ini insya Allah
permasalahan dapat dipahami. Apabila seorang muslim memahami bahwa
istikharah merupakan sebab untuk meraih apa yang diinginkan, maka dia
tidak akan mengabaikannya dan tidak akan meraih sesuatu tanpa melalui
jalan yang harus ditempuh. Doa merupakan sumber kekuatan dan pintu
kebaikan bagi seorang hamba muslim sebagaimana yang Allah kehendaki.
Wallahua’lam.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama