Shalawat Nariyah adalah sebuah shalawat yang disusun oleh Syaikh
Nariyah. Syaikh yang satu ini hidup pada zaman Nabi Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam sehingga termasuk salah satu sahabat nabi.
Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syaikh Nariyah selalu melihat
kerja keras Nabi dalam menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang
Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga Syaikh selalu berdoa
kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi. Doa-doa
yang menyertakan nabi biasa disebut shalawat dan Syaikh Nariyah adalah
salah satu penyusun shalawat Nabi yang disebut shalawat Nariyah.
Suatu malam Syaikh Nariyah membaca shalawatnya sebanyak 4444 kali.
Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu
majelis beliau mendekati Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam
dan minta dimasukan surga pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun
mengiyakan. Ada seseorang sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan
yang sama seperti Syaikh Nariyah. Namun Nabi mengatakan tidak bisa
karena Syaikh Nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam? dan
justru Syaikh Nariyah yang bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui
mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh Syaikh Nariyah yaitu
mendoakan keselamatan dan kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hakekatnya adalah
mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin nabi-nabiNya
sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan keberkahan
yang sangat kuat.
Jadi Nabi berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat
yang bershalawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa/shalawat yang
tidak banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah
didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa
terlebih dahulu bershalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
karena doa kita akan lebih terkabul daripada tidak berwasilah melalui
bershalawat.
Inilah riwayat singkat shalawat Nariyah. Hingga kini banyak orang
yang mengamalkan shalawat ini, tak lain karena meniru yang dilakukan
Syaikh Nariyah. Dan ada baiknya shalawat ini dibaca 4444 kali karena
Syaikh Nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah
amalan itu tak lebih dari itba’ (mengikuti) ajaran Syaikh.
Agar bermanfaat, membacanya harus disertai keyakinan yang kuat, sebab
Allah itu berada dalam prasangka hambanya. Inilah pentingnya punya
pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa
tapi tidak yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak.
(http://www.indospiritual.com/)
Dari tulisan dalam website itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
pengarang shalawat Nariyah adalah Syaikh Nariyah yang merupakan sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah dijamin oleh Allah
dengan surga-Nya. Bagaimana tindakan kita dalam menyikapi cerita ini dan
yang semisalnya? Apakah kita langsung mempercayainya tanpa melakukan
tabayyun?
Seorang muslim hendaknya tidak langsung percaya begitu saja dengan
cerita atau kisah yang disampaikan kepadanya tanpa meneliti terlebih
dahulu kebenaran cerita atau kisah yang disampaikan kepadanya tersebut.
Inilah tabayyun, yakni meneliti kebenaran sebuah cerita yang
didisampaikan kepada kita sebelum kita menentukan benar tidaknya cerita
tersebut. Terlebih lagi hal ini merupakan permasalahan agama, maka
hendaknya kita lebih waspada lagi dalam menerima cerita yang disampaikan
kepada kita.
Janggal dan Tidak Lazim:
Dari cerita tersebut di atas, ada beberapa hal yang hendaknya kita
perhatikan dengan seksama, yang pertama yakni: Benarkah ada sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang bernama Syaikh Nariyah?
Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang telah dimuliakan oleh Allah
dan dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya dengan pujian Khairun Naas (Manusia
Terbaik). Oleh karena itu, banyak diantara kalangan para ulama yang
menaruh perhatian yang sangat besar tentang biografi dan perjalanan
hidup para sahabat Nabi. Oleh karena itu begitu banyak kitab yang
ditulis yang mengumpulkan biografi dan perjalanan hidup generasi terbaik
ini dan beberapa generasi yang hidup di zaman kemuliaan Islam tersebut.
Sebut saja Hilyatul Awliyaa` yang ditulis oleh Al-Hafizh Abu Nu’aim
Al-Asfahani. Ada lagi kitab Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh Al-Mizzi,
Shifatush Shafwah karya Imam Ibnul Jauzi, Al-Ishabatu fi Tamyizish
Shahabah karya al-Hafizh Ibn Hajar al-’Asqalani dan berbagai kitab
sejarah lainnya yang intinya adalah para ulama memberikan perhatian yang
sangat besar terhadap biografi dan perjalanan hidup para sahabat Nabi.
Para dewan redaktur majalah As-Sunnah mengatakan, “Setelah meneliti
berbagai kitab di atas dan juga referensi biografi lainnya, yang biasa
diistilahkan para Ulama dengan kutubut tarajim wa ath-thabaqat, ternyata
tidak dijumpai seorang pun di antara Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yang bernama Nariyah. Bahkan sepengetahuan kami, tidak ada
seorang pun Ulama klasik yang memiliki nama tersebut. Lalu, dari manakah
orang tersebut berasal ??”
Sebenarnya ada sebuah kejanggalan pada nama orang yang disangka
sebagai sahabat Nabi tersebut, yakni: jika kita terbiasa berinteraksi
dengan hadits-hadits Nabi dan biografi para sahabat, belum pernah kita
jumpai adanya nama sahabat Nabi yang mendapat ‘gelar’ “SYAIKH”.
Perhatikanlah nama di atas, “Syaikh Nariyah”. Ini adalah sesuatu hal
yang sangat tidak lazim terjadi di kalangan para ulama salaf, terlebih
lagi para sahabat Nabi. Cobalah seandainya seseorang sedikit saja
membaca kitab para ulama yang menuliskan biografi para sahabat, ketika
mendengar atau membaca nama Syaikh Nariyah yang disangka sebagai sahabat
Nabi, maka ia akan merasakan sesuatu yang aneh, ganjil dan tidak lazim.
Mungkin –Allahua’lam- orang yang membuat kisah ini adalah orang yang
tidak terbiasa berinteraksi dengan nama para sahabat Nabi, sehingga ia
melakukan tindakan yang cukup fatal dan dianggap ganjil oleh orang-orang
yang terbiasa dengan biografi para sahabat Nabi. Dari sini saja kita
sudah sangsi tentang keshahihan kisah tersebut sehingga kita bisa
menyimpulkan bahwa tidak ada sahabat Nabi yang bernama Syaikh Nariyah.
Jadi, penyandaran shalawat ini kepada sahabat Nabi yang bernama Syaikh
Nariyah sangat diragukan kebenarannya.
Kemudian yang kedua, kisah tersebut di atas dinukil dengan tanpa
sanad sehingga bagi orang-orang yang memahami betul pentingnya sanad
dalam sebuah riwayat, mereka akan sangat sulit melacak keotentikan
cerita di atas. Jangankan sanad, artikel tersebut juga tidak
mencantumkan referensi dari mana kisah itu dinukil. Sepertinya,
-Allahua’alam- orang yang membuat kisah di atas bukanlah orang yang
memiliki amanah ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan karena gelapnya
asal-usul dan periwayatan kisah tersebut di atas.
Imam ‘Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata, “Isnad adalah bagian
dari agama. Jika tidak ada isnad, seseorang akan bebas mengatakan apa
yang dikehendakinya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam
muqaddimah Shahihnya)
Fenomena Yang Sangat Memprihatinkan
Tersebarnya berbagai kisah yang gelap asal-usulnya di masyarakat luas
merupakan sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan. Apalagi jika
kisah tersebut membawa-bawa nama Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya. Sungguh kita mengkhawatirkan mereka karena bisa
terjatuh ke dalam kedustaan yang diatasnamakan kepada Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berdusta atas
namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di
neraka” (HR. Bukhari, Muslim dan lainnya)
Berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah
sama dengan berdusta atas nama selain nama Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam. Jika berdusta kepada selain Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam saja merupakan sebuah dosa, tentu berdusta atas nama
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dosanya jauh lebih besar
ketimbang berdusta atas nama selain beliau dikarenakan kedudukan
Rasulullah yang mulia, dan dikarenakan kedustaan atas nama Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam akan memunculkan suatu hukum tertentu
dalam agama yang mana hukum tersebut tidak pernah ada yang pada akhirnya
menimbulkan kerusakan yang sangat besar.
Kita ambil saja contohnya dari kisah shalawat Nariyah di atas. Berapa
banyak orang yang meyakini bahwa shalawat tersebut berasal dari Syaikh
Nariyah yang ‘disangka’ sebagai sahabat Nabi? Berapa banyak orang yang
salah kaprah dalam amaliah mereka? Semua itu adalah akibat dari adanya
kisah dusta di atas yang diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Inilah salah satu sebab beredarnya
hadits-hadits palsu di tengah umat, yakni adanya tukang-tukang cerita
yang mengarang-ngarang cerita, kemudian disandarkan kepada Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Jika kisah asal usul dari shalawat Nariyah ini tidaklah shahih,
merupakan kedustaan atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
dan merupakan kisah yang gelap asal-usulnya, maka masihkah kita
meyakininya dan mengamalkan shalawat ini? Kita katakan tidak. Hendaklah
kita meninggalkan perkara-perkara yang tidak jelas asal-usulnya,
terlebih lagi menyangkut persoalan agama dan ibadah. Tentu hal ini akan
menjadi suatu keharusan untuk meninggalkannya dan beralih kepada amaliah
yang shahih yang datangnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya.
Bukan berarti orang yang meninggalkan shalawat Nariyah dan tidak mau
mengamalkannya adalah orang-orang yang tidak cinta kepada shalawat dan
tidak mau bershalawat. Tidak demikian adanya. Hanya saja yang kita
kehendaki adalah hendaknya kita bershalawat sesuai dengan apa yang
dituntunkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui
hadits-hadits yang shahih.
Shalawat merupakan sebuah ibadah yang agung. Oleh karena itu,
mustahil kalau Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak
mengajarkan kepada kita tatacara bershalawat yang benar. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita dengan jelas
tentang bagaimana kita bershalawat. Beliau juga mengajarkan kepada kita
lafazh-lafazh atau bacaan-bacaan shalawat yang benar. Semua itu telah
beliau ajarkan sehingga tidak perlu lagi menggubah atau
mengarang-ngarang tatacara dan bacaan shalawat sendiri. Bahkan parahnya
lagi adalah jika kita mengiringinya dengan kisah dan cerita yang kita
pun mengarangnya sendiri kemudian kita sandarkan kisah dan cerita kita
atasnama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai upaya
pembenaran terhadap sesuatu yang batil.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Barangsiapa yang
membuat-buat sesuatu yang baru yang tidak kami perintahkan, maka hal
tersebut tertolak (di sisi Allah)” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah
radhiyallaahu ‘anhaa)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu
amalan yang tidak pernah kami contohkan atas amalan tersebut, maka
amalan tersebut tertolak (di sisi Allah)”. Allahua’lam bish-showab.
Referensi tulisan:
As-Sunnah edisi 06/Thn. XIV/Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010
(Oleh Abu Shafiyah Aqil Azizi)
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama