Engkau menginginkan agar aku menjadi istri yang shalihah, namun engkau
melupakan dirimu untuk menjadi suami yang shalih. Engkau sering berkata
dan berbuat kasar kepada diriku, kurang bersabar atas kelemahanku, dan
kurang menghargai diriku.
Suamiku…
Engkau menginginkan agar aku menjadi istri yang berilmu, namun engkau
tidak pernah atau jarang …mengajariku ilmu-ilmu tentang agama. Engkau
hanya menghabiskan waktumu untuk bersenang-senang dengan diriku saja dan
tersibukkan dengan urusan-urusan pribadi. Engkau biarkan diriku mencari
ilmu sendiri sedangkan engkau lepas tangan dari mendidikku.
Suamiku…
Engkau menginginkan agar aku mampu berhijab (menutup aurat) dengan benar
seperti halnya wanita-wanita shalihah yang lain, namun engkau tidak
pernah atau jarang membelikanku pakaian atau hijab yang syar’i berupa
jilbab panjang atau abaya (baju kurung). Bagaimana aku akan berhijab
sedangkan aku tidak memilikinya?
Engkau dengan keras mengancamku untuk menceraikanku jika aku tidak
mentaatimu untuk berhijab syar’i. Apakah kamu lupa suamiku…dahulu engkau
bersikeras agar aku mau menikah denganmu padahal waktu itu aku tidak
berhijab atau tidak menutup auratku. Engkau belum pernah mengajariku hal
yang jauh lebih penting dari itu, yaitu masalah tauhid. Engkau juga
belum menunjukkan akhlaq yang baik terhadap diriku, sehingga engkau
tidak bisa mempengaruhi jiwaku. Engkau menginginkan kebaikan pada orang
lain dan diriku, namun kenyataannya engkau menghilangkan kebaikan yang
ada di dirimu terhadapku. Lantas bagaimana aku bisa mempercayai dirimu?
Bukankah dalam islam seorang laki-laki muslim dibolehkan menikahi wanita
ahli kitab (nasrani atau yahudi) selama mereka menjaga kesuciannya?
Padahal mereka tidak memiliki aqidah yang baik, tidak berhijab, dan
kafir?! Lantas kenapa engkau tega untuk menceraikanku lantaran aku belum
mampu berhijab karena aku masih seorang istri yang awwam?
Seandainya engkau seorang suami yang penyabar, berakhlaq mulia terhadap
istrinya, niscaya aku dengan mudahnya bisa mempercayaimu, dan mentaatimu
karena kebaikan-kebaikanmu.
Suamiku…
Engkau menginginkan agar aku selalu di dalam rumah, menjadi ibu rumah
tangga, namun engkau sendiri adalah suami yang pengangguran dan malas.
Jika kondisi seperti itu, maka bagaimana bisa kebutuhan rumah tangga
kita terpenuhi? Haruskah kita selalu menjadi pengemis atau orang-orang
yang memiliki tangan yang dibawah (mengandalkan pemberian manusia)?
Dimanakah harga dirimu sebagai seorang suami yang memiliki tanggung
jawab yang berat?
Suamiku…
Engkau memiliki kecemburuan yang besar sehingga engkau selalu melarang
aku untuk berhubungan dan komunikasi dengan laki-laki yang bukan mahram,
namun engkau sendiri malah asyik berinteraksi dan komunikasi dengan
teman-teman wanitamu di dunia maya maupun nyata.
Suamiku…
Jika suatu saat nanti engkau menceraikan diriku karena aku adalah
seorang wanita yang awwam dan bodoh, maka mampukah engkau mendapatkan
seorang istri lagi yang sesuai dengan yang engkau harapkan? Atau engkau
akan gagal yang kedua kalinya lagi?
Keawwaman dan kebodohanku sebenarnya adalah dari dirimu sendiri. Engkau
tidak melihat dirimu sehingga engkau merasa tidak bersalah. Semua
kesalahan engkau timpakan kepada diriku. Padahal dulu engkau menikahiku
karena rasa cintamu kepada diriku. Namun setelah engkau mengaji, rasa
cintamu hilang, dan berubah menjadi rasa benci dan permusuhan. Seperti
itukah yang diajarkan oleh ustadzmu untuk membenci orang-orang yang
awwam. Apakah kesabaran itu ada batasnya? 1 hari…1 pekan…1 bulan atau 1
tahun? Sehingga jika aku tidak mentaatimu dalam 1 tahun ini maka engkau
menceraikan aku?
Padahal aku tidak mentaatimu karena perilaku dan akhlaqmu sendiri. Aku
lari dari ketaatan akibat dirimu sendiri. Dan aku salah paham tentang
Sunnah karena sikapmu sendiri.
Ketahuilah suamiku…walaupun aku adalah istri yang awwam dan bodoh, namun aku memiliki senjata yang sangat ampuh, insya Allah…
Engkau boleh berbuat sewenang2 terhadap diriku, dan engkau juga bebas untuk menzhalimiku…
Hingga tiba saatnya aku keluarkan senjata terakhir yang aku miliki untukmu…
Yaitu doa dari orang orang yang dizhalimi…
Itulah senjata terakhirku yang insya Allah sangat ampuh dan mustajab,
karena doanya orang yang dizhalimi adalah dikabulkan, insya Allah…
Tunggulah hari itu wahai suamiku…
Dan Allah Maha Membolak-balikkan hati…
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama