Mencari
orang yang jujur di zaman ini amatlah sulit. Sampai pun ia rajin
shalat, jidadnya terlihat rajin sujud (karena saking hitamnya), belum
tentu bisa memegang amanat dengan baik. Ada cerita yang kami saksikan di
desa kami.
Seorang
takmir masjid yang kalau secara lahiriyah nampak alim, juga rajin
menghidupkan masjid. Namun belangnya suatu saat ketahuan. Ketika warga
miskin mendapat jatah zakat dan disalurkan lewat dirinya, memang betul
amplop zakat sampai ke tangan si miskin. Tetapi di balik itu setelah
penyerahan, ia berkata pada warga, “Amplopnya silakan buka di rumah
(isinya 100.000 per amplop). Namun kembalikan untuk saya 20.000.”
Artinya, setiap amplop yang diserahkan asalnya 100.000, namun dipotong
sehingga tiap orang hanya mendapatkan zakat 80.000. Padahal dari segi
penampilan tidak ada yang menyangka dia adalah orang yang suka korupsi
seperti itu. Tetapi syukurlah, Allah menampakkan belangnya sehingga kita
jadi tahu tidak selamanya orang yang mengurus masjid itu termasuk
orang-orang yang jujur.
Perintah untuk Berlaku Jujur
Dalam beberapa ayat, Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berlaku jujur. Di antaranya pada firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At Taubah: 119).
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
“Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Dalam
hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga
dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud
menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ
يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ
الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ
وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah
kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan
megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan
pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk
jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan
mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada
neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta,
maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607)
Begitu pula dalam hadits dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Tinggalkanlah
yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya
kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan
menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi no. 2518 dan Ahmad 1/200,
hasan shahih). Jujur adalah suatu kebaikan sedangkan dusta (menipu)
adalah suatu kejelekan. Yang namanya kebaikan pasti selalu mendatangkan
ketenangan, sebaliknya kejelekan selalu membawa kegelisahan dalam
jiwa.
Basyr Al Haafi berkata,
من عامل الله بالصدق، استوحش من الناس
“Barangsiapa yang berinteraksi dengan Allah dengan penuh kejujuran, maka manusia akan menjauhinya.” (Mukhtashor Minhajil Qoshidin, 351). Karena memang jujur itu begitu asing saat ini, sehingga orang yang jujur dianggap aneh.
Perintah untuk Menjaga Amanat
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An Nisa’: 58)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ
“Tunaikanlah amanat kepada orang yang menitipkan amanat padamu.” (HR. Abu Daud no. 3535 dan At Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)
Khianat ketika diberi amanat adalah di antara tanda munafik. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Ada
tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia
mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat.” (HR. Bukhari no. 33)
Jadi,
jika dititipi amanat, jagalah amanat tersebut itu dengan baik. Jangan
sampai dikorupsi, jangan sampai dikurangi dan masuk kantong sendiri.
Ingatlah ancaman dalam dalil di atas sebagaimana dikata munafik.
Kunci Utama
Kunci
utama agar kita menjaga amanat ketika dititipi uang misalnya, sehingga
tidak dikorupsi atau dikurangi adalah dengan memahami takdir ilahi.
Ingatlah bahwa setiap orang telah ditetapkan rizkinya. Allah tetapkan
rizki tersebut dengan adil, ada yang kaya dan ada yang miskin. Allah
tetapkan ada yang berkelebihan harta dari lainnya, itu semua dengan
kehendak Allah karena Dia tahu manakah yang terbaik untuk hamba-Nya.
Sehingga kita hendaklah mensyukuri apa yang Allah beri walaupun itu
sedikit.
اللهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ القَوِيُّ العَزِيزُ
“Allah
Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di
kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura: 19)
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ
بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ
يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan
jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka
akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
(keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27) Ibnu Katsir rahimahullah lantas
menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari
yang mereka butuh , tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang
ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” (Lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 12/278)
Jika
setiap orang memahami hal di atas, maka sungguh ia tidak akan korupsi,
tidak akan menipu dan lari dari amanat. Realita yang kami saksikan
sendiri menunjukkan bahwa mencari orang yang jujur itu amat sulit di
zaman ini. Kita butuh menyeleksi dengan baik jika memberi amanat pada
orang lain. Hanya dengan modal iman dan takwa-lah serta merasa takut
pada Allah, kita bisa memiliki sifat jujur dan amanat.
Moga Allah Memberi Akhlak Mulia
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ [Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)
Wallahu waliyyut taufiq.
Diselesaikan di Warak, Desa Girisekar, Panggang-Gunung Kidul setelah shalat Shubuh
22 Sya’ban 1432 H, 24/07/2011
22 Sya’ban 1432 H, 24/07/2011
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama