Hakikat Emansipasi Wanita
Emansipasi wanita tentu bukan lagi ‘barang’ yang asing saat ini. Terlebih istilah itu sering diserukan dan didengungkan baik melalui media cetak, media elektronik, ataupun forum-forum seminar. Emansipasi itu sendiri merupakan gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum bagi wanita. (Lihat Kamus Ilmiah Populer)
Lantas siapakah pengusungnya dan apa
targetnya? Pengusungnya adalah musuh-musuh Islam. Sementara targetnya
adalah untuk menebarkan kebencian terhadap agama Islam dengan
menampilkan potret yang bukan sebenarnya. Mereka kesankan bahwa Islam
adalah agama yang memasung hak-hak kaum wanita, membelenggu kebebasannya
serta mengubur segala potensinya. Target berikutnya adalah untuk
menjerumuskan kaum wanita ke dalam jurang kenistaan, manakala
terpengaruh dengan syubhat emansipasi tersebut dan melepaskan dirinya
dari rambu-rambu dan bimbingan Islam yang suci.
Demikianlah salah satu gerakan
propaganda (usaha untuk memanipulasi persepsi) yang dilakukan oleh
musuh-musuh Islam. Sehingga amat tepat bila gerakan ini disebut dengan
GPK (Gerakan Pengacau Keimanan), karena demikian gencarnya upaya yang
mereka tempuh untuk mengacaukan keimanan umat Islam (terkhusus kaum
wanitanya) dengan intrik manipulasi tersebut.
Menyikapi hal ini umat Islam tak
perlu kecil hati, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji untuk
menjaga agama Islam dari rongrongan para musuhnya. Bahkan Dia akan
senantiasa menyempurnakan cahaya agama Islam tersebut dan
memenangkannya. Sebagaimana dalam firman-Nya:
يُرِيدُونَ
لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ
كَرِهَ الْكَافِرُونَ. هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ
الْمُشْرِكُونَ
“Mereka berupaya untuk
memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan
Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar agar Dia memenangkannya di atas semua agama meskipun orang-orang
musyrik benci.” (QS. Ash-Shaff: 8-9)
Di antara bentuk penjagaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan penyempurnaan-Nya terhadap cahaya agama Islam
adalah dengan dimunculkannya para ulama yang senantiasa menjaganya dari
pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstremis,
kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama, dan penakwilan
agama yang keliru yang dilakukan oleh orang-orang jahil.
Sejarah Kaum Wanita dalam Peradaban Umat Manusia
Catatan sejarah menunjukkan bahwasanya kehidupan kaum wanita di masa jahiliah amat memprihatinkan. Di kalangan orang Arab jahiliah, kaum wanita amatlah hina. Betapa marah dan malunya mereka bila diberi kabar tentang kelahiran anak wanitanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذَا
بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِاْلأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ
كَظِيمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ
أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاءَ مَا
يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari
mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak wanita, hitamlah (merah
padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya.
Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl: 58-59)
Demikian pula pada seluruh umat
-selain umat Islam- baik di zaman dahulu maupun di masa kini, kaum
wanita (mereka) tak mendapatkan kehormatan yang sepadan dengan
nilai-nilai kewanitaannya bahkan kemanusiannya. (Lebih rincinya lihat
Al-Huquq wal Wajibat ‘Alar Rijal wan Nisa` fil Islam, karya Asy-Syaikh
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, www.rabee.net dan Tanbihat Ala Ahkam
Takhtashshu bil Mu`minat, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Para pembaca yang mulia, lalu
bagaimanakah kaum wanita dalam sejarah peradaban Islam? Benarkah haknya
dipasung, kebebasannya dibelenggu dan potensinya dipangkas, sebagaimana
yang dipropagandakan para pengusung emansipasi?
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al-Madkhali -hafizhahullah- berkata: “Adapun agama Islam, maka ia telah
membebaskan kaum wanita dari belenggu, melepaskannya dari segala bentuk
penindasan, kedzaliman, kegelapan, kenistaan dan perbudakan, serta
memosisikannya pada posisi dan kedudukan mulia yang belum pernah
didapati pada seluruh umat (selain Islam, pen.), baik dia berstatus
sebagai ibu, anak, istri ataupun saudara perempuan. Sungguh Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan nilai-nilai kemanusiaannya dari
atas langit yang ketujuh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ
أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai sekalian manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang lelaki dan seorang
wanita, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Kaum wanita tak perlu mengadakan
muktamar-muktamar, seminar-seminar, atau simposium-simposium, untuk
menetapkan nilai-nilai kemanusiaannya berikut hak-haknya. Karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah menetapkannya, dan umat Islam
pun mengimaninya.
Kaum wanita berhak berhijrah,
dan berhak pula mendapatkan pembelaan dan perlindungan dari kaum
mukminin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ
فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيْمَانِهِنَّ فَإِنْ
عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ
هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Hai orang-orang yang
beriman, jika datang berhijrah kepada kalian para wanita yang beriman,
maka hendaklah kalian uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka; maka jika kalian telah membuktikan bahwa mereka
benar-benar beriman, janganlah kalian kembalikan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengharamkan segala bentuk tindakan yang menyakiti orang-orang mukmin
dan mukminah tanpa suatu kesalahan yang mereka perbuat.
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang yang
menyakiti orang-orang mukmin dan mukminah tanpa kesalahan yang mereka
perbuat, maka sesungguhnya mereka memikul kebohongan dan dosa yang
nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengancam siapa saja yang memfitnah (mendatangkan cobaan) kepada
(agama) orang-orang mukmin dan mukminah serta enggan bertaubat dengan
siksa Jahannam.
إِنَّ
الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا
فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
“Sesungguhnya orang-orang
yang memfitnah (mendatangkan cobaan) kepada orang-orang mukmin dan
mukminah kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka adzab
Jahannam dan bagi mereka adzab yang membakar.” (QS. Al-Buruj: 10)
Tak luput pula Allah Subhanahu
wa Ta’ala perintahkan Rasul-Nya yang mulia untuk memohon ampun dari
segala dosanya dan memohonkan ampun bagi (dosa) orang-orang mukmin
laki-laki dan wanita.
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Maka ketahuilah, bahwasanya
tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah dan mohonlah
ampun bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan
wanita.” (QS. Muhammad: 19)
Apabila musuh-musuh Islam
tersebut ingin melihat secercah posisi wanita dalam agama Islam, maka
tengoklah jenazahnya saat di antar ke pekuburan dan saat dishalati.
Barangkali orang-orang kafir dan munafik itu akan lebih terheran-heran
manakala menyaksikan ratusan ribu kaum muslimin di Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi yang merapikan shafnya saat menshalati seorang wanita atau
seorang bayi wanita.
Demikianlah berbagai
keistimewaan dan anugerah Islam untuk wanita mukminah yang tak akan
didapati pada agama (selainnya) yang telah menyimpang. Agama baru yang
diada-adakan ataupun aturan-aturan semu yang diklaim telah mengangkat
harkat dan martabat kaum wanita.
Lebih-lebih di era modern yang
dikendalikan oleh Yahudi dan Nashara ini, kaum wanita benar-benar
direndahkan dan dihinakan. Mereka dijadikan sebagai komoditas murahan
dan obyek kesenangan kaum lelaki. Baik di dunia usaha, tempat kerja
ataupun di keramaian. Begitupun di jagad mode serta beragam media
(cetak, elektronik, hingga dunia maya). Wanita tampil sekadar benda
penghias, baik sebagai SPG, bintang iklan, bintang sampul, dll.
Kehormatan kaum wanita diinjak-injak dengan ditampilkannya aurat bahkan
foto-foto telanjang mereka di sekian banyak media, demi memuaskan nafsu
para lelaki hidung belang dengan pemandangan-pemandangan porno itu.
Padahal dampak dari kerusakan ini bisa berupa mata rantai yang panjang.
Badan statistik pun bisa-bisa bakal kesulitan untuk mensensus kejadian
hamil (di luar nikah) dan jumlah anak jadah/haram.
Ini semua merupakan hasil (baca:
akibat) dari aturan-aturan yang mengklaim telah berbuat adil terhadap
kaum wanita dan telah memberikan segala haknya, termasuk dalam hal
kebebasan dan persamaan hak. Juga sebagai akibat dari opini jahat yang
selalu disuarakan sebagai bentuk dukungan terhadap segala aturan dan
undang-undang yang menyelisihi ketentuan (syariat) Dzat Yang Maha
Pencipta lagi Maha Bijaksana yang dicakup oleh Islam baik yang terdapat
dalam Al-Qur`an ataupun As-Sunnah, yang telah memberikan untuk
masing-masing dari kaum lelaki dan wanita segala haknya dengan penuh
kemuliaan dan keadilan.” (Al-Huquq wal Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil
Islam, www.rabee.net)
Menyoroti Dalih-dalih Emansipasi[1]
Para pembaca, sedemikian
bijaknya sikap Islam terhadap kaum wanita dan juga kaum lelaki. Namun
para pengusung emansipasi wanita pun masih belum puas terhadap apa yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat Yang Maha Hakim, melalui
agama Islam ini. Mereka menyoalnya, menentangnya dan mencemooh Islam
dengan slogan-slogan klasik yang acap kali mereka suarakan; “Menuntut
persamaan, kebebasan, dan keadilan”. Apapun yang bisa dijadikan dalil
diangkatlah sebagai dalil, tak peduli haq ataukah batil.
Padahal dengan gamblangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam Al-Qur`an:
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Akan tetapi kaum lelaki (para suami), mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada kaum wanita (istrinya).” (QS. Al-Baqarah: 228)
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum lelaki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah melebihkan sebagian
mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa`: 34)
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang menukilkan perkataan istri ‘Imran):
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَاْلأُنْثَى
“Dan anak laki-laki itu tak sama dengan anak wanita.” (QS. Ali ‘Imran: 36)
Al-Imam Ibnu Katsir
rahimahullahu berkata: “Yaitu dalam hal kekuatan, kesungguhan/ketabahan
dalam beribadah dan mengurus Masjid Al-Aqsha.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Para pembaca yang mulia, lebih
ironi lagi manakala mereka ‘pelintir’ ayat-ayat Al-Qur`an demi
melegalkan tuntutannya. Betapa rendahnya jalan yang mereka tempuh itu.
Di antara ayat yang mereka ‘pelintir’ tersebut adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Sisi pendalilan mereka tentang
ayat ini adalah bahwa Islam tidak membedakan antara kaum lelaki dengan
kaum wanita dalam semua haknya.
Para pembaca, pendalilan tersebut tidaklah bisa dibenarkan, karena:
- Ayat di atas masih ada
kelanjutannya yang jelas-jelas menunjukkan keutamaan kaum lelaki (para
suami) atas kaum wanita (para istri). Kelanjutan ayat tersebut adalah:
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“…Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.”
-
Adanya perbedaan yang mencolok antara kaum lelaki dengan kaum wanita
dalam banyak halnya (di antaranya penampilan fisik) yang menjadikan hak
dan kewajiban mereka pun berbeda. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ
“Dan apakah patut (menjadi
anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia
tidak dapat memberikan alasan yang terang dalam pertengkaran?!” (QS. Az-Zukhruf: 18)
Al-Imam Asy-Syaukani
rahimahullahu berkata: “Abd bin Humaid meriwayatkan dari sahabat Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang tafsir “orang yang dibesarkan dalam
keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberikan alasan yang
terang dalam pertengkaran” bahwa dia adalah kaum wanita. Maka
dijadikanlah berbeda antara penampilan mereka (kaum wanita) dengan
penampilan kaum lelaki, berbeda pula dalam hal warisan dengan
dikuranginya jatah mereka daripada jatah kaum lelaki, demikian pula
dalam hal persaksian. Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan mereka untuk
duduk (tidak ikut berperang), maka dari itu mereka disebut khawalif
(orang-orang yang tidak ikut berperang).” (Fathul Qadir, 4/659)
- Di antara tanda-tanda
kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah diciptakannya untuk kaum
lelaki para istri dari jenis mereka (manusia) juga, supaya kaum lelaki
cenderung dan merasa tentram kepadanya serta Allah Subhanahu wa Ta’ala
jadikan antara keduanya rasa kasih dan sayang. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis
kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Manakala kaum wanita diciptakan
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk (kenikmatan) kaum lelaki dan sebagai
tempat untuk merasakan ketentraman dan kasih sayang, maka berarti posisi
kaum lelaki di atas kaum wanita. Sehingga ketika seorang wanita (istri)
menganggap bahwa dirinya sepadan dengan suaminya dalam segala hak, atau
merasa lebih daripada suaminya maka tak akan tercipta lagi suasana
tentram dan rasa kasih sayang di antara mereka itu.
- Asal-muasal wanita (Hawa)
adalah dari tulang rusuk lelaki (Nabi Adam ‘alaihissalam). Atas dasar
itulah, maka kaum lelaki posisinya di atas kaum wanita.
Di antara ayat yang mereka ‘pelintir’ juga adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan
amal shalih, baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Sisi pendalilan mereka tentang
ayat ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hak yang sama
antara laki-laki dan wanita yang beriman dalam hal pahala, atas dasar
itulah tidak ada perbedaan yang mendasar antara laki-laki dan wanita
dalam hak maupun kewajiban kecuali satu kelebihan yaitu memberi nafkah
yang merupakan kewajiban laki-laki.
Para pembaca, pendalilan mereka
tentang ayat di atas tidaklah benar, bahkan bertentangan dengan syariat
dan akal yang sehat, sebagaimana penjelasan berikut ini:
- Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidaklah melebihkan kaum lelaki atas kaum wanita semata-mata karena
pemberian nafkah. Bahkan (lebih dari itu) Allah Subhanahu wa Ta’ala
melebihkan mereka disebabkan kepemimpinannya atas kaum wanita (para
istri). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum lelaki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah melebihkan sebagian
mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa`: 34)
- Di antara hikmah diciptakannya
kaum wanita oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah untuk (kenikmatan)
kaum lelaki di dunia dan juga di akhirat. Bahkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala karuniakan dari nikmat (istri) tersebut nikmat yang berikutnya,
yaitu dilahirkannya anak dan cucu sebagai permata hati yang tidaklah
dinasabkan kecuali kepada ayahnya; fulan bin fulan atau fulanah binti
fulan. Hal ini sebagai bukti akan kelebihan kaum lelaki atas kaum
wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاللهُ
جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ
أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
“Allah menjadikan untuk
kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri dan menjadikan bagi kalian
dari para istri itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi kalian rizki
dari yang baik-baik.” (QS. An-Nahl: 72)
- Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengingkari (pembagian) orang-orang musyrik yang menjadikan (menganggap)
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai anak, dan anak-Nya adalah
wanita. Sementara mereka memilihkan untuk diri mereka sendiri anak
laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى.
أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ اْلأُنْثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى
“Maka apakah patut bagi
kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza (milik
kalian), dan Manat yang ketiga yang paling terkemudian (sebagai anak
wanita Allah)?! Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk
Allah (anak) wanita?! Yang demikian itu tentulah pembagian yang tidak
adil.” (QS. An-Najm: 19-22)
Al-Imam Ibnu Katsir
rahimahullahu berkata: “Yakni apakah kalian menjadikan (menganggap)
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai anak dan anak-Nya adalah
wanita, sementara kalian memilihkan untuk diri kalian sendiri anak
laki-laki?! Padahal jika seandainya kalian berbagi (anak) sesama kalian
dengan pembagian semacam itu, niscaya itu merupakan pembagian yang tidak
adil. Bagaimanakah kalian berbagi dengan Rabb kalian dengan cara
seperti itu, sementara bila hal itu diterapkan pada sesama kalian
termasuk suatu kejahatan dan kebodohan?!” (Tafsir Ibnu Katsir)
Keterangan di atas menunjukkan bahwa posisi kaum lelaki di atas kaum wanita.
- Di antara balasan mulia bagi
orang-orang beriman lagi beramal shalih yang disebutkan dalam Al-Qur`an
adalah para istri yang suci di dalam Al-Jannah. Hal ini menunjukkan
betapa posisi kaum lelaki di atas kaum wanita baik di dunia maupun di
akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا
مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ
وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan beramal shalih, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga (selanjutnya ditulis: Al-Jannah) yang mengalir
di dalamnya sungai-sungai. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam
Al-Jannah itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang dahulu pernah diberikan
kepada kami.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalam Al-Jannah tersebut ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di
dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 25)
إِنَّ
لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا. حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا. وَكَوَاعِبَ
أَتْرَابًا. وَكَأْسًا دِهَاقًا. لاَ يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلاَ
كِذَّابًا
“Sesungguhnya bagi
orang-orang yang bertaqwa itu suatu kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan
buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang
penuh (berisi minuman). Di dalamnya (Al-Jannah) mereka tidak mendengar
perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.” (QS. An-Naba`: 31-35)
- Seringkali ketika Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan pahala dan kesudahan mulia bagi
orang-orang yang beriman dan bertakwa, dengan mencukupkan penyebutan
lafadz laki-laki (mudzakkar) yang dimaukan pula cakupannya untuk kaum
wanita. Contohnya; Surat An-Naba` ayat 31-35 di atas, dengan mencukupkan
penyebutan lafadz اَلْمُتَّقِينَ yang hakikatnya mencakup pula
orang-orang yang beriman dan bertakwa dari kaum wanita. Cara penyebutan
seperti ini menunjukkan bahwa kaum lelaki posisinya di atas kaum wanita.
- Kaum wanita adalah orang-orang
yang minim dalam hal agama dan akal, sehingga tidaklah bisa disamakan
dengan kaum lelaki. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا
مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ
النَّارِ. فَقُلْنَ: وَبِمَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ
اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ
وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ.
قُلْنَ: وَمَا نُقْصَانُ دِيْنِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ:
أَلَيْسَتْ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ؟
قُلْنَ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا، أَلَيْسَ إِذَا
حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ مِنْ
نُقْصَانِ دِيْنِهَا.
“Wahai sekalian kaum wanita,
bershadaqahlah! Karena aku melihat bahwa kalianlah orang terbanyak yang
menghuni neraka (selanjutnya ditulis: An-Naar). Mereka berkata: ‘Dengan
sebab apa wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: ‘(Karena) kalian banyak melaknat dan seringkali ingkar terhadap
kebaikan (yang diberikan oleh para suami). Aku belum pernah melihat di
antara orang-orang yang minim dalam hal agama dan akal yang dapat
mengendalikan jiwa seorang lelaki (suami) yang tangguh melainkan
seseorang dari kalian.’ Mereka berkata: ‘Sisi apakah yang menunjukkan
minimnya agama dan akal kami wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Bukankah
persaksian wanita setengah dari persaksian lelaki?’ Mereka berkata:
‘Ya’, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpali: ‘Maka
itulah di antara keminiman akalnya. Bukankah ketika datang masa haidnya
seorang wanita tidak melakukan shalat dan shaum?’ Mereka berkata: ‘Ya’,
maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menimpalinya: ‘Maka itulah
di antara keminiman agamanya.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 304
dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al-Madkhali -hafizhahullah- berkata: “Dalam hadits ini terdapat
kejelasan tentang minimnya agama dan akal wanita. Dan yang nampak bahwa
keminiman ini merupakan salah satu sebab banyaknya melaknat dan
terjatuhnya mereka ke dalam perbuatan ingkar terhadap kebaikan yang
diberikan para suami. Sebagaimana pula dalam hadits ini terdapat
kejelasan bahwa persaksian dua wanita sama dengan persaksian satu orang
lelaki, yang di antara sebabnya adalah minimnya akal pada mereka.”
(Al-Huquq wal Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil Islam, www.rabee.net)
Penutup
Dari bahasan yang lalu dapatlah disimpulkan bahwa:
-
Emansipasi wanita adalah gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan
kedudukan, derajat serta hak dan kewajiban dalam hukum bagi wanita. Ia
merupakan propaganda musuh-musuh Islam yang ditargetkan untuk menebarkan
kebencian terhadap agama Islam dan menjerumuskan kaum wanita ke dalam
jurang kenistaan.
- Agama Islam benar-benar
meletakkan kaum wanita pada posisinya yang mulia. Harkat dan martabat
mereka diangkat sehingga tak terhinakan, namun tak juga dijunjung
setinggi-tingginya hingga menyamai/melebihi kedudukan kaum lelaki.
- Semua dalih emansipasi
amatlah lemah lagi batil. Bahkan bertentangan dengan norma-norma syariat
dan akal yang sehat, sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub judul:
Menyoroti Dalih-dalih Emansipasi.
Wallahu a’lam bish-shawab.
_______
FoteNote:
[1] Kebanyakan dari bantahan yang ada dalam sub judul ini, disarikan dari tulisan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullah- dalam Al-Huquq wal Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil Islam, dengan beberapa perubahan dan tambahan (-pen).
Sumber:
FoteNote:
[1] Kebanyakan dari bantahan yang ada dalam sub judul ini, disarikan dari tulisan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullah- dalam Al-Huquq wal Wajibat ‘alar Rijal wan Nisa` fil Islam, dengan beberapa perubahan dan tambahan (-pen).
Sumber:
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=609
http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/emansipasi-wanita-propaganda-musuh-musuh-islam/
http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/emansipasi-wanita-propaganda-musuh-musuh-islam/
About Admin
Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama