Berikut ini saya nukilkan klaim mereka , kaum tasawwuf tentang apa itu
istilah-istilah yang populer di kalangan tasawwuf/Sufi dalam rangka menuju
Ma’rifatullah :
Ma’rifatullah, pada intinya adalah mengenal Allah.
Di dalam dunia tasawwuf, ada tahap-tahap yang dilalui :
- Syariat,
- Tariqat,
- Hakikat,
- Ma’rifat.
- Tariqat,
- Hakikat,
- Ma’rifat.
Pada puncak inilah seorang hamba mengenal pencipta-NYA. Saking
mengenalnya maka seolah berpadu. Orang bilang ini, “manunggaling kawulo
gusti”. Tapi hendaknya dipahami BERPADU disini tidak berarti melebur
menjadi satu hingga muncul “Tuhan adalah Aku, Aku adalah Tuhan” seperti
“manunggaling kawulo gusti”-nya Fir’aun beberapa abad sebelum masehi
yang lalu.
Berpadu, artinya terdiri dari entitas yang berlainan yang masing-masing punya peran dan fungsi berbeda tetapi rela untuk berpadu. Dalam pada itu keduanya memberi warna dalam bingkai ma’rifatullah yang tegas, yang selama tak dilanggar batas-batasnya maka lukisan itu (hidup dan kehidupan) menjadi indah dalam bingkainya.
Sirkuit Syariat (aturan,
peribadatan, praktek, amalan, dsb) –melalui Tariqat (jalan, pencarian,
pencapaian, pemahaman) – untuk kemudian mencapai Hakikat (hakiki,
kesejatian, absolut) – dan pada akhirnya Ma’rifat (mengenal) adalah
stasiun-stasiun yang umum dilewati para sufi. Ujungnya, Allah-nya.
Pangkalnya, Allah-nya juga.
Seseorang yang shalatnya benar,
rukunnya benar, maka pahamnya benar, maka akan mendapatkan kesejatian
yang benar, dan mengenal Allah dengan benar. Hamba yang mengenal Allah
dengan benar maka shalatnya pun benar, rukunnya benar, pahamnya benar,
dan kesejatian yang didapatinya pun benar.
Itulah Ma’rifatullah, dimana
hamba menyadari hak dan kewajibannya kepada Allah, sebagaimana Allah
telah memenuhi hak dan kewajiban-NYA kepada hamba-NYA.
Ibaratnya orang akan ke pasar
nih. syariat adalah jalan kaki atau naik angkot atau apalah. tarikat
adalah jalan yang kita lalui untuk menuju ke pasar tersebut. hakikat
adalah dari kejauhan sudah nampak atau sudah terasa hingar bingarnya
pasar. makrifat adalah kita sudah berada dalam pasar, melebur dan
terlingkupi oleh pasar itu sendiri.
Komentar terhadap perkataan diatas :
Tingkatan syari'at, tarekat,
hakikat dan ma'rifat, maka itu adalah istilah-istilah yang biasa digunakan
kalangan tasawwuf atau ahli tarekat.
Sebab kalangan ahli tasawwuf dan
tarikat itu sendiri ada banyak corak ragamnya. Dari yang kotorannya
sedikit hingga yang paling kotor dan rusak.
Sedikit kotorannya maksudnya
adalah sedikit dari beragam bentuk kebid’ahan dan syirik. Di mana apa-apa
yang diajarkannya sebagian besar masih disandarkan kepada riwayat dan
sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan masih
konsekwuen dengan hukum-hukum syariah.
Namun tidak sedikit di antaranya
yang justru sudah menginjak-injak syari'ah itu sendiri serta sulit
menghindarkan diri dari khurafat, bid’ah dan fenomena syirik. Bahkan
boleh dibilang sudah keluar dari syari'ah Islam yang telah ditetapkan
oleh para ulama ahlus sunnah. Sehingga istilah syari'ah, tarekah,
ma'rifat dan hakikat itu hanya sekedar "lips service". Namun pada
hakikatnya tidak lain merupakan sebuah pengingkaran dan pelecehan
terhadap syari'ah serta merupakan penyimpangan dari manhaj salafus
shalih.
Kalau syari'at diletakkan paling
rendah, akan muncul kesan bahwa demi kepentingan tarekah, ma'rifat dan
hakikat, syari'ah bisa dikesampingkan. Dan paham seperti ini berbahaya
bahkan sesungguhnya merupakan bentuk pengingkaran terhadap agama Islam.
Jadi, jangan sampai ada anggapan
bahwa bila orang sudah mencapai derajat hakikat, apalagi ma'rifat, lalu
dia bebas boleh tidak shalat, tidak puasa atau melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan syari'at itu sendiri.
Kalau ajaran seperti itu, dimana
ma'rifat dan hakikat boleh menyalahi syari'ah, maka ketahuilah, ulama2
mereka adalah ulama su' yang tidak lain adalah syetan yang datang
merusak ajaran Islam.
Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan ma'rifat
dan hakikat, beliau hanya meninggalkan Al-Quran dan Sunnah sebagai
pedoman dalam menjalankan syari'ah. Dan tidaklah seseorang bisa mencapai
derajat ma'rifah dan hakikat, manakala dia meninggalkan syari'ah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis dgn tangannya, kemudian bersabda :
"Inilah
jalan Allah yg lurus", lalu beliau membuat garis2 di kanan dan kirinya
kmudian bersabda,"Inilah jalan2 yg sesat, tak satupun jalan2 itu kecuali
didalamnya terdapat syaitan yg menyeru kepadanya".
[SHAHIH. HR. Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al Lalika'i 1/90. Dishahihkan al Albani dlm Dzilalul Jannah (17)].
[SHAHIH. HR. Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al Lalika'i 1/90. Dishahihkan al Albani dlm Dzilalul Jannah (17)].
Wallahu a'lam.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama