Wanita yang Dipuji dan Dilaknat - Anda yang Mana?
- Posisi wanita ibarat pedang bermata dua. Jika ia baik, dapat
menunaikan tugas pokok dan tujuannya yang telah digariskan, maka ia akan
menjadi sebuah pondasi yang baik dalam bangunan masyarakat Islami.
Pondasi itu saling memegang akhlak dengan kuat dan berdiri di atasnya
penyangga-penyangga yang kokoh. Akan tetapi jika sebaliknya -tidak
demikian keadaan wanita-, sebaliknya pulalah yang terjadi.
Wahai Kaum Wanita, Begitu Mulianya Dirimu
Begitu mulianya wanita, sehingga Islam telah memperhatikan wanita
dengan perhatian yang sangat tinggi, memagarinya dengan pembinaan dan
perhatian. Islam mensyariatkan hak-hak wanita yang dapat memperbaiki
keberadaannya dan fitrahnya. Hal ini tidak dapat ditetapkan oleh suatu
umat pun dari seluruh umat sepanjang masa.
Akan tetapi tatkala
wanita telah berpaling dari urusannya yang pokok, urusan yang telah
digariskan oleh Islam baginya dan ia lebih memilih sesuatu yang buruk
serta menghapus ajaran-ajaran yang baik dalam dirinya, maka ketika itu
ia akan berubah menjadi pedang yang membunuh. Pedang yang membinasakan
dan merobohkan umat-umat, serta merobek-robek mereka dengan robekan yang
buruk.
Mari Kita Renungkan
Wahai saudariku… pentingnya kita dalam menapak tilas sejarah masa
lalu tentang generasi wanita-wanita yang dipuji dan yang dilaknat oleh
Allah ta‘aala. Sebuah urgensitas yang harus direnungkan bagi kita
seorang muslimah. Bagaimana potret kehidupan kaum wanita di zaman silam?
Kebutuhan
akan figur teladan adalah fitrah manusia. Sebab, contoh konkret dan
gambaran hidup memberi pengaruh tersendiri yang tidak diberikan oleh
paparan teori semata. Oleh karena itu, banyak sekali ayat-ayat yang
tertulis di dalam Al-Qur’anul Karim dan datang perintah untuk mengambil
pelajaran darinya. Allah ta‘aala berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (QS.
Yusuf: 111).
Hendaknya seseorang jangan melupakan pelajaran
sejarah umat-umat terdahulu. Hal ini dikarenakan penyelewengan dan
penyimpangan wanita merupakan sebab utama hancurnya peradaban dahulu
dengan kehancuran yang mengenaskan dan turunnya adzab Allah untuk para
pelakunya.
Potret Wanita yang Dipuji
Terdapat kisah empat wanita yang tersebut dalam hadits berikut:
“Seutama-utama
wanita penghuni surga adalah Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu
Muhammad, Maryam bintu ‘Imran, dan Asiyah bintu Muzahim -istri Fir’aun-
(HR. Ahmad, shahih).
Asiyah Binti Muzahim rahimahallaah
Wanita mukminah yang
namanya terukir dengan indah di dalam kitab mulia-Nya di mana setiap
saat ribuan jutaan Islam membaca namanya. Al-Qur’an mengabadikan namanya
sebagai contoh dan teladan bagi kaum wanita muslimah yang ingin
mengikuti jejaknya dialah Asiyah istri Fir’aun. Karena keteguhan iman,
ketaatan, dan kepasrahannya yang mendalam terhadap takdir Rabb-Nya maka
surgalah menjadi tempat tinggalnya yang abadi.
Allah ta‘aala
berfirman (yang artinya), “Dan Allah membuat membuat perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, istri Fir’aun, ketika dia berkata, ‘Ya
Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan
selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku
dari kaum yang dzalim’.” (QS. At-Tahrim: 11).
Sosok wanita
mukminah ini memiliki firasat yang kuat dan benar, beriman kepada Musa
‘alaihissalaam, sehingga dia disiksa oleh Fir’aun. Maksudnya Allah telah
menjadikan keadaannya sebagai perumpamaan tentang keadaan orang-orang
yang beriman sebagai sugesti bagi mereka agar teguh dalam ketaatan,
berpegang kepada agama, dan sabar jika ditimpa kekerasan. Juga bahwa
pasukan kafir tidak akan mampu menimpakan mudharat kepada mereka.
Seperti keadaan istri Fir’aun, meskipun dia berada di bawah kekuasaan
orang kafir yang paling kafir. Imannya kepada Allah membuatnya berada di
dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Di sini terkandung dalil
bahwa hubungan kekufuran tidak menimbulkan mudharat terhadap iman.
Fathimah binti Muhammad Radhiyallaahu ‘Anha
Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke-4 dari anak-anak
Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wa sallam dan ibunya adalah Ummul
Mukminin Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah memberi nama Fathimah dan
memberikan julukan az-Zahra. Sedangkan kun-yah-nya adalah Ummu Abiha
(ibu bagi bapaknya). Ia merupakan putri yang paling mirip dengan
ayahnya. Fathimah tumbuh di bawah asuhan ayahnya yang penyayang.
Rasulullah
shallaallaahu ‘alaihi wa sallam selalu memperhatikan pendidikan
Fathimah agar ia bisa mengambil pelajaran yang banyak dari beliau berupa
adab, kasih sayang, dan bimbingan yang lurus. Seperti yang telah
didapat oleh ibunya, Khadijah, berupa sifat-sifat yang suci dan perangai
yang terpuji. Dengan dasar itu, Fathimah tumbuh di atas kesucian yang
sempurna, kemuliaan jiwa, cinta kepada kebaikan, dan berakhlak baik. Ia
mampu mengambil keteladanan yang tinggi dari ayahnya dalam segala
perbuatan dan tingkah laku.
‘Aisyah Ummul Mukminin radhiyallaahu
‘anha berkata, “Saya tidak melihat seseorang yang perkataan dan
pembicaraannya paling menyerupai Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wa
sallam selain Fathimah. Jika Fathimah masuk menemui Rasulullah maka
beliau berdiri menuju kepadanya, menciumnya dan menyambutnya. Seperti
itu juga Fathimah berbuat terhadap beliau” (HR. At-Tirmidzi, shahih).
Rasulullah
shallaallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengungkapkan rasa cinta kepada
putrinya ini tatkala beliau berkata di atas mimbar, “Sesungguhnya
Fathimah bagian dari saya, barangsiapa yang membuatnya marah, maka dia
telah membuat saya marah” (HR Bukhari).
Khadijah Binti Khuwailid Radhiyallaahu ‘Anha
Khadijah
radhiyallaahu ‘anha tumbuh dengan akhlak yang utama dan adab yang
mulia. Khadijah memiliki kehormatan, kemuliaan, dan kesempurnaan yang
terjaga sehingga dikenal dengan julukan ath-Thahiirah (wanita yang suci)
di tengah para wanita Makkah pada masanya.
Khadijah seorang
wanita berdarah biru yang suci. Tentu saja ini merupakan kemuliaan yang
agung, karena mendapatkan julukan yang harum dan penuh barakah ini.
Padahal saat itu merupakan zaman yang dilumuri kotoran jahiliyah,
sementara Khadijah menghadirkan nilai sebagai seorang wanita. Khadijah
menjadi contoh yang mengagumkan di antara para wanita penduduk Makkah
dalam hal kedudukan, kemuliaan, dan harta.
Maryam Binti ‘Imran rahimahallaah
Sebagiamana Allah ta‘aala berfirman (yang artinya), “Dan
ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Qur’an” (QS. Maryam: 16). Yaitu
Maryam binti ‘Imran dari anak keturunan Dawud ‘alaihissalaam. Maryam
berasal dari keluarga yang suci dan baik di antara Bani Isra’il. Allah
telah menyebutkan kisah bagaimana ibunya melahirkannya dalam surat Ali
‘Imran, bahwa ibunya menadzarkannya sebagai hamba yang mengabdi kepada
Allah. Maksudnya, dengan memberikan pelayanan di Masjid Baitul Maqdis,
dan saat itu mereka mendekatkan diri (kepada Allah) dengan hal itu.
Sebagaimana
Allah ta‘aala berfirman (yang artinya), “Maka Dia (Allah) menerimanya
dengan penerimaan yang baik, dan membesarkannya dengan pertumbuhan yang
baik” (QS. Ali ‘Imran: 37). Maryam tumbuh di antara Bani Isra’il dengan
pertumbuhan yang luar biasa lagi terhormat. Maryam termasuk wanita yang
taat beribadah, rajin dalam menjalankan perintah agama, terkenal dengan
ibadah yang luar biasa, fokus untuk beribadah, dan sangat tekun.
Potret Wanita yang Dilaknat
Sebagaimana kisah dua wanita dalam ayat berikut:
“Allah membuat
istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di
antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya
(masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka
sedikitpun dari (siksa) Allah, dan dikatakan (kepada keduanya) ‘masuklah
ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)’.” (QS.
At-Tahrim: 10).
Yakni, berbaur dan bergaulnya mereka dengan kaum
muslimin, yang demikian itu sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka di
sisi Allah, seandainya di dalam hatinya tidak terdapat keimanan
sedikitpun.
Maksudnya, dua orang Nabi dan Rasul selalu berada
bersama keduanya siang dan malam, memberi makan keduanya, mencampuri,
dan menggauli mereka berdua dengan perlakuan yang mesra lagi
menyenangkan. Lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya
dalam hal keimanan, mereka tidak sepakat untuk satu iman dengan mereka,
tidak juga mau mempercayai risalah yang diemban keduanya. Semua itu
tidak akan memperoleh apa-apa dan tidak akan mampu menolak petaka yang
akan ditimpakan kepada mereka.
Dalam Surat At-Tahrim di atas,
yang dimaksud dengan pengkhianatan bukan dalam fahisyah (zina), tetapi
pengkhianatan dalam masalah agama. Karena istri-istri Nabi itu
terpelihara dari perselingkuhan atau perzinaan demi menjaga kehormatan
para Nabi.
Berusaha Meraih Predikat Wanita Shalihah
Sekilas
kita sudah mengetahui potret wanita yang dipuji dan yang dilaknat.
Dengan sedikit menilik kembali kisah-kisah di atas memberikan gambaran
bagi kita sebagai seorang muslimah, supaya dapat memetik manfaat.
Kemudian kita berlomba-lomba untuk menuju ketaatan kepada-Nya dan
berusaha agar meraih predikat wanita shalihah. Wanita shalihah adalah
sebaik-baik perhiasan dunia dan tidak ada alasan bagi wanita shalihah
selain surga-Nya. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam orang-orang yang
taat dan tunduk terhadap perintah-Mu.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama