Bacaan “shadaqallahul ‘azhim” setelah membaca Al Qur’an merupakan perkara yang tidak asing bagi kita tetapi sebenarnya tidak ada tuntunannya, termasuk amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan menyelisihi amalan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk berhenti dari membaca Al Qur’an dengan kata “hasbuk”(cukup), dan Ibnu Mas’ud tidak membaca shadaqallahul’adzim.
Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan:
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam
telah berkata kepadaku, “Bacakan kepadaku (Al Qur’an)!” Aku menjawab,
“Aku bacakan (Al Qur’an) kepadamu? Padahal Al Qur’an sendiri diturunkan
kepadamu.” Maka Beliau menjawab, “Ya”. Lalu aku membacakan surat An
Nisaa’ sampai pada ayat 41. Lalu beliau berkata, “Cukup, cukup.” Lalu
aku melihat beliau, ternyata kedua matanya meneteskan air mata.
Syaikh Muhammad Musa Nashr menyatakan, “Termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah) yaitu mayoritas qori’ (orang yang membaca Al Qur’an) berhenti dan memutuskan bacaannya dengan mengatakan shadaqallahul ‘azhim, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan bacaan Ibnu Mas’ud dengan mengatakan hasbuk (cukup).
Inilah yg dikenal para salaf dan tidak ada keterangan bahwa mereka
memberhentikan atau mereka berhenti dengan mengucapkan shadaqallahul ‘azhim sebagaimana dianggap baik oleh orang-orang sekarang”. (Al Bahtsu wa Al Istiqra’ fi Bida’ Al Qurra’, Dr Muhammad Musa Nashr, cet 2, th 1423H)
Kemudian beliau menukil pernyataaan Syaikh Mustafa bin Al ‘Adawi dalam kitabnya Shahih ‘Amal Al Yaumi Wa Al Lailhlm 64 yang berbunyi, “Keterangan tentang ucapan Shadaqallahul’azhim ketika selesai membaca Al Qur’an: memang kata shadaqallah disampaikan Allah dalam Al Qur’an dalam firman-Nya,
قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah:’Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka
ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang
yang musyrik.” (Qs Ali Imran:95)
Memang benar, Allah Maha Benar dalam setiap waktu. Namun masalahnya
kita tidak pernah mendapatkan satu hadits pun yang menjelaskan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhiri bacaannya dengan kata “Shadaqallahul’azhim.”
Di sana ada juga orang yang menganggap baik hal-hal yang lain namun kita memiliki Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam sebagai contoh teladan yang baik.
Demikian juga kita tidak menemukan satu atsar, meski dari satu orang
sahabat walaupun kita mencukupkan pada hadits-hadits Nabi shallallanhu’alaihi wa sallam setelah kitab Allah dalam berdalil terhadap masalah apa pun. Kami telah merujuk kepada kitab Tafsir Ibnu Katsir, Adhwa’ Al Bayan, Mukhtashar Ibnu katsir dan Fathul Qadir, ternyata tak satu pun yang menyampaikan pada ayat ini, bahwa Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam pernah mengakhiri bacaannya dengan shadaqallahul ‘azhim.(Lihat Hakikat Al Maru Bil Ma’ruf Wa Nahi ‘Anil munkar, Dr Hamd bin Nashir Al ‘Amar,cet 2)
Bila dikatakan “Cuma perkataan saja, apa dapat dikatakan bid’ah?” Perlu kita pahami,bahwa perbuatan bid’ah itu meliputi perkataan dan perbuatan sebagaimana sabda Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim)
Sehingga apa pun bentuknya, perkataan atau perbuatan yang
dimaksudkan untuk ibadah yang tidak ada contohnya dalam agama, maka ia
dikategorikan bid’ah. Bid’ah ialah tata cara baru dalam agama
yang tidak ada contohnya, yang menyelisihi syariat dan dalam
mengamalkannya dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah.
Wallahu a’lam.
Artikel Muslimah.or.id
Sumber:
Tanya Jawab Majalah As Sunnah ed 04/IX/1426H/2005M (dengan sedikit pengeditan)
Murajaah: Ust Abu Rumaysho M A Tausikal
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama