Artikel ini bagi semua wanita yang mengaku beragama Islam tanpa
terkecuali dan referensi bagi para Ayah untuk Anaknya, para Suami untuk
Istrinya, para lelaki yang mempunyai adik atau kakak perempuannya.
Mau jadi “Bidadari Surga” ?
Akhir-akhir ini banyak sekali kita jumpai kaum Muslimah, baik remaja
maupun dewasa mengenakan pakaian Muslimah dengan berbagai warna, corak
dan model. Jika kita cermati, tidak semua kaum Muslim memiliki pandangan
yang jelas tentang pakaian Muslimah. Faktanya, banyak wanita yang
mengenakan kerudung hanya menutupi rambut saja, sedangkan leher dan
sebagian lengan masih tampak. Ada juga yang berkerudung tetapi tetap
memakai busana yang ketat, misalnya, sehingga lekuk tubuhnya tampak.
Yang lebih menyedihkan adalah ada sebagian kalangan yang masih ragu
terhadap pensyariatan Islam tentang pakaian Muslimah ini.
Di samping itu, masih banyak juga di yang memahami secara rancu kerudung
dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung
dan sebaliknya. Padahal, jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang
berbeda.
1. Perintah Menutup Aurat
Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua
pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah
memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum
Muslim, laki-laki dan perempuan. Untuk kaum Muslimah, Allah Swt. telah
mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat an-Nur ayat 31:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-Nur [24]: 31).
Frasa mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak padanya) mengandung
pengertian wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini dapat dipahami dari
beberapa hadis Rasulullah saw., di antaranya: Pertama, hadis penuturan
‘Aisyah r.a. yang menyatakan (yang artinya):
"Suatu ketika datanglah anak perempuan dari saudaraku seibu dari ayah
‘Abdullah bin Thufail dengan berhias. Ia mengunjungiku, tetapi
tiba-tiba Rasulullah saw. masuk seraya membuang mukanya. Aku pun berkata
kepada beliau, “Wahai Rasulullah, ia adalah anak perempuan saudaraku
dan masih perawan tanggung.” Beliau kemudian bersabda, “Apabila seorang
wanita telah balig, ia tidak boleh menampakkan anggota badannya kecuali
wajahnya dan ini.” Ia berkata demikian sambil menggenggam pergelangan
tangannya sendiri dan dibiarkannya genggaman telapak tangan yang satu
dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya)." (HR
Ath-Thabari).
Kedua, juga hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«قَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ
تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى
وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ»
"Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya)." (HR Abu Dawud).
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang biasa tampak adalah muka
dan kedua telapak tangan, sebagaimana dijelaskan pula oleh para ulama,
bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan (Lihat: Tafsîr
ash-Shabuni, Tafsîr Ibn Katsîr). Ath-Thabari menyatakan, “Pendapat yang
paling kuat dalam masalah itu adalah pendapat yang menyatakan bahwa
sesuatu yang biasa tampak adalah muka dan telapak tangan.” (Tafsîr
ath-Thabari).
Jelaslah bahwa seorang Muslimah wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya,
kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Artinya, selain wajah dan
telapak tangan tidak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan
mahram-nya.
Pakaian Wanita dalam Kehidupan Umum
Selain aturan tentang menutup aurat, Allah Swt. pun memberikan aturan
yang sama rincinya tentang pakaian wanita dalam kehidupan umum, yaitu jilbâb (jilbab, abaya) dan khimâr (kerudung).
Dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah
untuk memenuhi hajatnya; ke pasar, ke mesjid, ke rumah keluarga dan
kerabatnya, dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi
atau pertemuan dengan laki-laki. Islam menetapkan, ketika seorang
wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan khim‰r (kerudung) dan jilbab.
2. Perintah Menggenakan Khimar (Kerudung)
Allah Swt. berfirman:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
"Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimâr) ke dada-dada mereka." (QS an-Nur [24]: 31).
Dari ayat ini tampak jelas, bahwa wanita Muslimah wajib untuk
menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher, dan juyûb (bukaan
baju) mereka. Khimar berbeda dengan jilbb. Khimar adalah kerudung untuk
menutupi kepala, leher dan dada.
3. Perintah Mengenakkan Jilbab (Gamis)
Sementara itu, mengenai jilbab, Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (QS al-Ahzab [33]: 59).
Kata jalâbîb yang terdapat dalam ayat tersebut adalah jamak dari jilbâb.
Secara bahasa, jilbab adalah sejenis mantel atau baju yang serupa
dengan mantel (Lihat: Kamus al-Muhith). Menurut beberapa pendapat ulama
tafsir, pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Kain penutup atau baju luar/mantel yang menutupi seluruh tubuh wanita.
(Tafsîr Ibn ‘Abbas, hlm, 137).
2. Baju panjang (mulâ’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita. (Imam an-Nawawi,
dalam Tafsîr Jalalyn, hlm. 307).
3. Baju luas yang menutupi seluruh kecantikan dan perhiasan wanita. (Ali
ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsîr, jld. 2, hlm. 494)
4. Pakaian seperti terowongan (baju panjang yang lurus sampai ke bawah) selain
kerudung. (Tafsîr Ibn Katsîr).
Intinya, Allah memerintahkan kepada Nabi agarmenyeru istri-istrinya,
anak-anak wanitanya, dan wanita-wanita Mukmin secara umum—jika mereka
keluar rumah untuk memenuhi hajatnya—untuk menutupi seluruh badannya,
kepalanya, dan juga juyûb mereka, yaitu untuk menutupi dada-dada mereka.
6. Pakaian yang lebih besar dari khimâr (kerudung). Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas‘ud
meriwayatkan, bahwa jilbab adalah ar-rada’u, yaitu terowongan (pakaian
yang lurus tanpa potongan yang menutupi seluruh badan). (Tafsîr
al-Qurthubi).
Lalu bagaimana keadaan wanita-wanita pada masa Rasulullah saw. ketika
mereka keluar rumah? Hal ini akan tampak dari sebuah hadis berikut:
«قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ
نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ
وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ
وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا
أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا»
"Kami, para wanita, diperintahkan oleh Rasulullah untuk keluar pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, maupun gadis-gadis pingitan. Wanita yang sedang haid diperintahkan meninggalkan shalat serta menyaksikan kebaikan dan dakwah (syiar) kaum Muslim. Aku bertanya, “ Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab. Rasulullah saw. bersabda: Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR Muslim).
Hadis di atas mengandung pengertian, bahwa ada salah seorang shahabiyah
yang tidak memiliki pakaian (jilbab) untuk digunakan ke luar rumah; ia
hanya memiliki pakaian rumah. Rasulullah saw. sendiri telah
memerintahkan kepada semua wanita, bahkan wanita yang haid dan yang
berada dalam pingitan sekalipun, untuk keluar shalat Id dan menyaksikan
syiar/dakwah Islam. Lalu kemudian wanita tersebut mengadukan kondisi
dirinya. Rasulullah saw. kemudian memerintahkan kepada wanita-wanita
yang lain untuk meminjamkan pakaian luarnya kepada wanita tersebut agar
wanita tersebut bisa keluar rumah untuk memenuhi seruan beliau.
Karena itu, jilbab dipakai setelah memakai lapisan baju dalaman (pakaian menutup aurat). Jilbab dipakai di bagian luar.
Jika anda masih kurang yakin dengan jilbab yang disebut baju luar,
Ayat al-Quran berikut lebih menguatkan hadits di atas bahwa wanita punya
namanya pakaian luar (jilbab/gamis/abaya) dan pakaian dalam
(al-mihnah):
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ يَرْجُونَ نِكَاحًا
فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ
مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
"Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada keinginan untuk menikah lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka (pakaian luar) dengan tidak menampakkan perhiasan." (QS an-Nur [24]: 60).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sudah mengalami
menopouse boleh untuk menanggalkan jilbab (pakaian luar)-nya. Akan
tetapi, mereka tetap wajib untuk menutup auratnya.
Dari beberapa nash dan keterangan yang disebutkan di atas, jelaslah
bahwa jilbab adalah pakaian luar (menyerupai mantel) yang luas dan tidak
terputus (seperti terowongan) yang menutupi pakaian rumah/pakaian
sehari-harinya (al-mihnah) dan seluruh bagian tubuhnya kecuali muka dan
kedua telapak tangan. jilbabpun ketika dipakai tidak boleh transparan
dan menampakkan bentuk bagian tubuh lainnya seperti pinggul, dan maaf
(pantat). jika jilbab yang dipakai masih memperlihatkan lekuk tubuh,
maka jilbab tersebut bukanlah jilbab yang sesuai perintah sehingga
jilbab tersebut haram dipakai. dan dia harus mengganti dengan jilbab
yang lebih longgar sesuai dengan syariat.
;
Dengan demikian, jilbab dan kerudung merupakan dua hal yang berbeda.
Banyak orang tanpa pemahaman menyamakan antara kerudung dan jilbab.
Padahal keduanya disebut al-Quran dalam ayat yang berbeda dan kalimat
yang berbeda. Khimar disebut "Al-khumuri hinna min juyub" (kerudung diulurkan sampai ke dada) pada surah An-Nur 31 dan Jilbab disebut "Minjalabi bi hinna" (jilbab diulurkan sampai ke seluruh tubuh). pada surah Al-Ahzab 59.
Satunya kain diulurkan sampai batas dada. satunya kain diulurkan sampai ke seluruh tubuh..
Jadi seberapa panjangnya khimar tersebut entah panjangnya sampai ke
pinggang, paha bahkan sampai lutut sekalipun tetap disebut khimar yaitu
kerudung. Pemakaian khimar yang panjang tidak akan membebaskan kita dari
kewajiban melaksanakan perintah yang satunya lagi yaitu jilbab atau
disebut juga baju gamis.
Keduanya merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah Swt. untuk
dikenakan seorang Muslimah ketika hendak keluar rumah. Mudah-mudahan
Allah Swt. memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang
telah Allah tetapkan serta mengokohkan iman kita dengan menjadikan kita
senantiasa tunduk dan terikat dengan hukum-hukum-Nya.
Sumber Rujukan:
1. Taqiyyuddin an-Nabhani, an-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm, Darul Ummah.
2. Tafsîr Ibn ‘Abbas.
3. Tafsîr Ibn Katsîr.
4. Tafsîr Jalâlayn.
5. ‘Ali ash-Shabuni, Ash-Shafwat at-Tafâsîr,
6. Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama