menuai pahala melimpah. Banyak amalan yang bisa
dilakukan ketika itu agar menuai ganjaran yang luar biasa. Dengan
memberi sesuap nasi, secangkir teh, secuil kurma atau snack yang
menggiurkan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya
kesempatan tersebut tidak terlewatkan.
Inilah janji pahala yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala
seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa itu sedikit pun juga.”[1]
Al Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa memberi makan buka
puasa di sini boleh jadi dengan makan malam, atau dengan kurma. Jika
tidak bisa dengan itu, maka bisa pula dengan seteguk air.[2]
Ath Thobari rahimahullah menerangkan, “Barangsiapa yang
menolong seorang mukmin dalam beramal kebaikan, maka orang yang menolong
tersebut akan mendapatkan pahala semisal pelaku kebaikan tadi. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
kabar bahwa orang yang mempersiapkan segala perlengkapan perang bagi
orang yang ingin berperang, maka ia akan mendapatkan pahala berperang.
Begitu pula orang yang memberi makan buka puasa atau memberi kekuatan
melalui konsumsi makanan bagi orang yang berpuasa, maka ia pun akan
mendapatkan pahala berpuasa.”[3]
Sungguh luar biasa pahala yang diiming-imingi.
Di antara keutamaan lainnya bagi orang yang memberi makan berbuka
adalah do’a dari orang yang menyantap makanan berbuka. Jika orang yang
menyantap makanan mendoakan si pemberi makanan, maka sungguh itu adalah
do’a yang terkabulkan. Karena memang do’a orang yang berbuka puasa
adalah do’a yang mustajab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang
adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang
terdzolimi.”[4]
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang
yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan
merendahkan diri.[5]
Apalagi jika orang yang menyantap makanan tadi mendo’akan sebagaimana
do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam praktekkan, maka sungguh
rizki yang kita keluarkan akan semakin barokah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى
“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii” [Ya
Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku
dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku][6]
Tak lupa pula, ketika kita hendak memberi makan berbuka untuk memilih
orang yang terbaik atau orang yang sholih. Carilah orang-orang yang
sholih yang bisa mendo’akan kita ketika mereka berbuka. Karena ingatlah
harta terbaik adalah di sisi orang yang sholih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada ‘Amru bin Al ‘Ash,
يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
“Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta di tangan hamba yang Shalih.”[7]
Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.[8] Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا
وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ
الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ
نِيَامٌ »
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian
luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari
bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk
orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa
berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur.”[9]
Seorang yang semangat dalam kebaikan pun berujar, “Seandainya
saya memiliki kelebihan rizki, di samping puasa, saya pun akan memberi
makan berbuka. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut. Sungguh
pahala melimpah seperti ini tidak akan saya sia-siakan. Mudah-mudahan
Allah pun memudahkan hal ini.”
Lalu bagaimanakah dengan Saudara?
Disusun di hari penuh berkah, Panggang-GK, 4 Sya’ban 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1]HR.
Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin
Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] Faidul Qodhir, 6/243.
[3] Syarh Ibnu Baththol, 9/65.
[4] HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[5] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.
[6] HR. Muslim no. 2055.
[7] HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim.
[8] Lihat Lathoif Al Ma’arif, 298.
[9] HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama