Segala
puji bagi Allah semata dan shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tiada
Nabi setelahnya.
Padahal yang demikian ini merupakan penyelisihan terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga menyebabkan semakin menjauhnya hati-hati mereka, semakin
merebaknya perangai-perangai kasar dan semakin bertambahnya perpecahan.
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah
kalian akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian
dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku
tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian mengamalkannya niscaya kalian
akan saling mencintai, yaitu tebarkan salam di antara kalian.” (HR Muslim).
Dalam hadits Muttafaq ‘alaihi, ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam bagaimanakah yang baik?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kau kenal maupun yang tak kau kenal.” (Muttafaq ‘alaihi).
Maka yang demikian ini merupakan suatu anjuran untuk menyebarkan
salam di tengah-tengah kaum muslimin, dan bahwasanya salam itu tidaklah
terbatas pada orang yang engkau kenal dan sahabat-sahabatmu saja, namun
untuk keseluruhan kaum muslimin.
Adalah Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu pergi ke pasar pada pagi hari dan berkata : “Sesungguhnya
kami pergi bertolak pada pagi hari adalah untuk menyebarkan salam, maka
kami mengucapkan salam kepada siapa saja yang kami jumpai.”
Salam itu menunjukkan ketawadhu’an seorang muslim, ia juga
menunjukkan kecintaan kepada saudaranya yang lain. Salam menggambarkan
akan kebersihan hatinya dari dengki, dendam, kebencian, kesombongan dan
rasa memandang rendah orang lain. Salam merupakan hak kaum muslimin
antara satu dengan lainnya, ia merupakan sebab dicapainya rasa saling
mengenal, bertautnya hati dan bertambahnya rasa kasih sayang serta
kecintaan. Ia juga merupakan sebab diperolehnya kebaikan dan sebab
seseorang masuk surga. Menyebarkan salam adalah salah satu bentuk
menghidupkan sunnah Mustofa Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Lima
perkara yang wajib bagi seorang muslim atas saudaranya, menjawab salam,
mendo’akan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit
dan mengantarkan jenazah.” (HR Muslim).
Wajib bagi siapa yang disalami menjawab dengan jawaban yang serupa sebagai bentuk ittiba’ terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abi Sa’id Al-Khudriy Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jauhilah oleh duduk-duduk di pinggir jalan!” mereka berkata, “Ya Rasulallah, kami tidak bisa meninggalkan majlis kami ini dan juga bercakap-cakap di dalamnya.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau enggan meninggalkannya, maka berilah haknya jalan.” Mereka berkata, “Apakah haknya jalan itu wahai Rasulallah?” menjawab Rasulullah, “Mendudukkan pandangan, menyingkirkan gangguan, menjawab salam serta amar ma’rufr nahyi munkar.” (Muttafaq ‘alaihi).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “Ketahuilah, sesungguhnya
memulai salam itu adalah sunnah, dan membalasnya adalah wajib. Jika sang
pemberi salam itu jumlahnya banyak, maka yang demikian ini merupakan
sunnah kifayah atas mereka, maksudnya jika sebagian telah mengucapkan
salam berarti mereka telah melaksanakan sunnah salam atas hak keseruhan
mereka. Jika yang disalami seorang diri, maka wajib atasnya menjawabnya.
Jika yang disalami banyak, maka menjawabnya adalah fardhu kifayah atas
hak mereka, maksudnya jika salah seorang dari mereka telah menjawabnya
maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Namun, yang lebih utama
adalah memulai memberi salam secara bersama-sama dan menjawabnya dengan
bersamaan pula.”
SIFAT SALAM
Berkata Imam Nawawi, “Ucapan salam minimal dengan perkataan ‘assalamu’alaikum’, jika yang disalami seorang diri, maka minimal ia mengucapkan ‘assalamu’alaika’, namun adalah lebih utama jika mengucapkannya dengan ‘assalamu’alaikum’, karena kalimat ini mencakup do’a bagi dirinya dan penyertanya (malaikat, pent.). Dan alangkah sempurna lagi ia menambahkan ‘warohmatullahi’ dan ‘wabarokatuh’, walau sebenarnya kalimat ‘assalamu’alaikum’ telah cukup.”
MENJAWAB SALAM
Imam Nawawi berkata, “Adapun cara membalas salam, lebih utama dan lebih sempurna jika mengucapkan ‘wa’alaikum as-Salam wa rohmatullahi wa barokatuh’, dengan menambahkan huruf ‘wawu’
(yang mendahului kata ‘alaikum) ataupun tidak menggunakannya
(membuangnya), hal ini diperbolehkan namun meninggalkan keutamaan.
Adapun meringkasnya menjadi ‘wa’alaikumus salam’ atau ‘alaikumus salam’ saja sudah mencukupi. Sedangkan meringkasnya menjadi ‘alaikum’ saja, menurut kesepakatan ulama’ tidaklah mencukupi, demikian pula dengan ‘wa’alaikum’ saja yang diawali dengan huruf ‘wawu’.
TINGKATAN SALAM
Salam memiliki 3 tingkatan, tingkatan yang paling tinggi, paling sempurna dan paling utama adalah ‘Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh’, kemudian yang lebih rendah darinya ucapan ‘assalamu’alaikum warohmatullah’ dan terakhir yang paling rendah adalah ‘assalamu’alaikum’.
Seorang yang mengucapkan salam (Musallim), bisa jadi mendapatkan
ganjaran yang sempurna dan bisa jadi mendapatkan ganjaran di bawahnya,
sesuai dengan salam yang ia ucapkan.”
Hal ini sesuai dengan kisah tentang seorang laki-laki yang masuk ke
dalam masjid dan saat itu Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya sedang
duduk-duduk, berkata lelaki tadi, “Assalamu’alaikum”, maka Nabi menjawab, “wa’alaikumus salam, sepuluh atasmu”, kemudian masuk lelaki lain dan berkata, “Assalamu’alaikum warohmatullah”, Rasulullah menjawab, “Wa’alaikumus Salam warohmatullah, dua puluh atasmu”. Tak lama kemudian datang lagi seorang lelaki sambil mengucapkan “Assalamu’alaikum warohmaatullahi wabarokatuh”, maka jawab Rasulullah, “Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh, tiga puluh atasmu”. (HR Abu Dawud dan Turmudzi), yang dimaksud adalah sepuluh, dua puluh dan tiga puluh kebaikan.
ADAB-ADAB SALAM
1. Disunnahkan tatkala bertemu dua macam orang di jalan, yaitu
orang yang berkendaraan supaya salam kepada yang berjalan kaki, yang
sedikit kepada yang banyak dan yang kecil kepada yang besar. Bersabda
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaklah salam bagi
yang berkendaraan kepada pejalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang
duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Muslim).
2. Seyogyanya orang yang hendak memberikan salam kepada kaum
muslimin dengan mengucapkan salam dan bukan dengan ucapan ‘selamat pagi’
atau ‘selamat datang’ ataupun ‘halo’, namun hendaknya ia memulainya
dengan salam kemudian baru ia boleh menyambutnya dengan sapaan yang
diperbolehkan di dalam Islam.
3. Disukai bagi seorang muslim yang akan masuk ke rumahnya,
mengucapkan salam terlebih dahulu, karena sesungguhnya berkah itu turun
beserta salam, bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika engkau hendak masuk ke rumahmu, hendaklah engkau salam, niscaya berkah akan turun kepadamu dan keluargamu.” (HR Turmudzi). “Dan jika tak ada seorangpun di dalamnya, maka ucapkan, Assalamu’alainaa ‘ibaadillahish shaalihin.” (HR Muslim).
4. Seyogyanya mengucapkan salam itu dengan suara yang dapat
didengar namun tidak mengganggu orang yang mendengar dan membangunkan
orang yang tidur. Dari Miqdad Radhiallahu ‘anhu berkata : “Kami
mengangkat untuk Nabi bagiannya dari susu, dan beliau tiba saat malam,
mengucapkan salam dengan suara yang tidak membangunkan orang yang tidur
dan dapat didengar oleh orang yang terjaga.” (HR Muslim).
5. Dianjurkan untuk memberikan salam dan mengulanginya lagi
jika terpisah dari saudaranya, walaupun hanya dipisahkan oleh jeda atau
tembok. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda, “Jika
seorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, hendaknya ia
memberinya salam, dan jika terpisah antara keduanya oleh pohon, tembok
ataupun batu besar lalu bertemu kembali, hendaknya kalian mengucapkan
salam lagi padanya.” (HR Abu Dawud).
6. Banyak para ulama’ memperbolehkan seorang lelaki
mengucapkan salam kepada seorang wanita, dan sebaliknya, selama aman
dari fitnah, sebagaimana seorang wanita mengucapkan salam kepada
mahramnya, maka wajib juga atasnya untuk menjawab salam dari mereka.
Demikian halnya seorang laki-laki kepada mahramnya wajib atasnya
menjawab salam dari mereka. Jika ia seorang ajnabiyah (wanita
bukan mahram), maka tidaklah mengapa mengucapkan salam kepadanya ataupun
membalas salamnya jika wanita tersebut yang mengucapkan salam, selama
aman dari fitnah, dengan syarat tanpa bersentuhan tangan/jabat tangan
dan mendayu-dayukan suara.
7. Dari apa-apa yang tersebar di tengah-tengah manusia adalah
menjadikan salam itu berbentuk isyarat atau memberi tanda dengan tangan.
Jika seseorang yang mengucapkan salam itu jauh, maka mengucapkan salam
sambil memberikan isyarat tidaklah mengapa, selama ia tidak dapat
mendengarmu, karena isyarat ketika itu menjadi penunjuk salam dan tak
ada pengganti selainnya, juga demikian dalam membalasnya.
8. Dianjurkan bagi orang yang duduk mengucapkan salam ketika ia hendak berdiri dari majlisnya. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika
kalian mendatangi suatu majlis hendaklah salam, dan jika hendak berdiri
seyogyanya juga salam, dan tidaklah yang pertama itu lebih berhak dari
yang terakhir”. (HR. Abu Dawud)
9. Disunnahkan berjabat tangan ketika salam dan memberikan tangannya ke saudaranya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah bertemu dua orang muslim kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosanya sebelum berpisah”. (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
10. Menunjukkan wajah yang ceria, bermanis muka dan tersenyum ketika salam. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Senyummu pada saudaramu itu sedekah”, dan sabdanya pula “Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun hanya bermanis muka terhadap saudaramu”. (HR. Muslim)
11. Disunnahkan memberi salam pada anak-anak sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
melakukannya, dan yang demikian ini adalah suatu hal yang
menggembirakan mereka, menanamkan rasa percaya diri dan menumbuhkan
semangat menuntut ilmu di dalam hati mereka.
12. Tidak diperbolehkan memulai salam kepada orang kafir sebagaimana dalam sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah
mendahului Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam, jika engkau menemui
salah seorang dari mereka di jalan, desaklah hingga mereka menepi dari
jalan”. (HR. Muslim) dan bersabda pula Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika ahli kitab memberi salam padamu maka jawablah dengan wa’alaikum” (mutafaq alaihi).
Maka hidupkanlah, wahai hamba Allah sunnah yang agung ini di
tengah-tengah kaum muslimin agar lebih mempererat hati-hati kalian dan
menyatukan jiwa-jiwa kalian serta untuk meraih ganjaran dan pahala di
sisi Allah. Semoga salam dan shalawat senantiasa tercurahkan atas Nabi,
keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau seluruhnya. Amin..
(Dinukil dari: SHIFAT SALAM RASULULLAH, Oleh : Abdul Malik al-Qosim , Alih Bahasa : Abu Salma al-Atsary)
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama