Paling Banyak Bermanfaat

The best of human is
who has the most beneficial to others


Ada sebuah hadits pendek namun sarat makna “Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” sebaik-baik manusia the best of human is who has the most beneficial to others“.
adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain –
Jika perbuatan kita selalu memberikan manfaat bagi orang lain berarti hidup kita telah sukses. Semakin banyak manfaat yang kita berikan kepada orang lain berarti semakin sukses kita.

 
Tapi alangkah naifnya diri kita bila kita berbuat sebaliknya, berbuat hanya untuk kepentingan diri sendiri itu artinya kita telah gagal dalam hidup.
Semakin banyak perbuatan yang kita lakukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, bahkan orang lain merasa dirugikan atau merasakan keburukan dari perbuatan kita, maka semakin gagal hidup kita.

Sikap yang selalu memberikan manfaat bagi orang lain akan sulit dibangun jika kita masih berpikir dalam ‘ruang’ kepentingan diri sendiri. ‘Ruang’ ini dibangun oleh hawa nafsu yang mengental dalam diri kita.
Hawa nafsu selalu mengajak diri untuk mementingkan kesenangan sesaat yang seringkali berwujud materi (sesuatu yang dapat dilihat atau dirasakan). Hawa nafsu tak pernah mampu menangkap hakikat atau hikmah dari suatu peristiwa.
Ia terpaku pada pandangan sempit tentang peristiwa sebatas apa yang dapat ditangkap oleh panca indera. Itulah sebabnya islam selalu mengajarkan kita untuk melepaskan hegemoni hawa nafsu agar kita bisa ‘melihat’ dunia secara lebih jelas dan utuh.
Akibat dominannya hawa nafsu dalam diri kita akan menghalangi kita untuk memahami bahwa memberikan manfaat bagi orang lain berarti melepaskan diri dari kepentingan pribadi.
Kita tidak akan memahami bagaimana menjadi orang yang selalu berpikir dan berbuat untuk kepentingan orang lain. Menjadi orang yang selalu melayani orang lain. Kita akan merasa keberatan
  • membantu,
  • menolong,
  • melindungi dan
  • menghibur
orang lain dalam batas-batas yang dibenarkan agama dan norma yang berlaku.
Karena hal ini hanya bisa dilakukan jika kita berani membuang ego diri kita untuk ‘melebur’ dengan kepentingan orang lain. Inilah yang disebut dengan empati. untuk bisa memberi, tentu kita harus memiliki sesuatu untuk diberi.

Kumpulkan bekal apapun bentuknya, apakah itu

Finansial,
Pikiran,
Tenaga,
Waktu,
perhatian. 
Jika kita punya air,
kita bisa memberi minum orang yang haus.
Jika punya ilmu,
kita bisa mengajarkan orang yang tidak tahu.
Ketika kita sehat,
kita bisa membantu beban seorang nenek yang menjinjing beban.
Luangkan waktu untuk bersosialisasi,
dengan begitu kita bisa hadir untuk orang-orang di sekitar kita.

Disisa umur yang masuh dianugerahkannya jangan kita lalai berbagi dengan sesama, tanamkan dalam diri kita logika bahwa sisa harta yang ada pada diri kita adalah yang telah diberikan kepada orang lain.

Bukan yang ada dalam genggaman kita

Ingatlah logika ini diajarkan oleh Rasulullah kepada kita. Suatu ketika Rasulullah menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seoran sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu.
Setelah dibagi-bagi, Rasulullah bertanya, berapa yang tersisa. Sahabat itu menjawab, hanya tinggal sepotong paha. Rasulullah mengoreksi jawaban sahabat itu. Yang tersisa bagi kita adalah apa yang telah dibagikan.

Kisah Nyata
Abu Bakr Ash-Shiddiq

Takkan kau temui, takkan kau temui di pelosok dunia manapun, di kolong bumi, di seantero langit, sahabat seperti orang ini.
Takkan kau temui, takkan kau temui sahabat macam orang ini, bagaimana tidak?
Beliau ini yang membenarkan ketika yang lain tak percaya bahkan menghina Sang Manusia Terbaik, beliau yang banyak keutamaannya, beliau yang paling banyak menyerahkan apa yang dimilikinya demi Allah dan Rasul-Nya, beliau sang sahabat sejati Sang Rasul, beliaulah “The Successor”. Inilah beliau, “Yang Berkata Benar”, Abu Bakr Ash-Shiddiq.
Kebaikannya telah ditunjukan sebelum memeluk Islam. Ia adalah seorang yang dikenal karena kedermawanannya, seorang pedagang sukses, seorang yang wibawa, berkedudukan tinggi di kaum Quraisy. Beliau terhitung masih saudara Rasulullah SAW., bertemu nasabnya pada kakeknya, Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai.
Beliau memberikan kontribusi yang teramat besar bagi Islam, dari dakwah fardhiyahnya lah orang-orang terbaik seperti Abdurrahman ibn ‘Auf, Saad ibn Abi Waqqash, Utsman ibn ‘Affan, Zubair ibn Awwam, serta Thalhah ibn Ubaidillah memeluk Islam.
Beliau juga dikenal sebagai pembebas para budak, yang paling dikenal tentunya ketika membebaskan Bilan ibn Rabah, ketika ia disiksa di sebuah lapang tandus, serta ditimpa batu besar yang teramat panas terasa, disiksa pula oleh orang-orang Quraisy, terutama Umayyah ibn Khalaf yang acapkali menyiksanya kerana keteguhan imannya. Abu Bakr kemudian menebusnya, kemudian memerdekakannya.
Abu Bakr pula yang menemani Sang Rasul ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah, ia pula mengalami kejadian luar biasa di Gua Tsur saat beristirahat sekaligus berupaya bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy.
Di sana, di dalam gua yang gelap itu, terjadilah peristiwa yang takkan terhapus sejarah, kisah bukti kesetiaan beliau kepada Rasulullah SAW. Di sana, di dalam gua yang di mulutnya terdapat sarang laba-laba, ia sandarkan kepala beliau SAW, diatur agar beliau nyaman, agar beliau tetap dapat beristirahat.
Namun, ia lihat ada binatang berbisa keluar dari lubang-lubang kecil di sana, maka ditutuplah lubang itu agar tak keluar dan melukai orang yang berada di sandarannya, tetapi ada satu binatang lagi yang keluar dari lubang kecil lain di gua itu, maka ia tutup rapat dengan anggota tubuhnya yang lain, tersakitilah ia oleh binatang-binatang tersebut, namun -aduhai- beliau bahkan menahan untuk tak berteriak kesakitan demi sang Rasul tetap tertidur di dalam istirahatnya.
Di sana, di dalam gua yang terdapat sarang burung di luarnya, kemudian air mata menetes -sayangnya- membangunkan sang Rasul, terbangunlah, dan beliau SAW melihat sahabatnya yang telah berpeluh keringats serta terlukai.
Lalu, terekamlah dalam Al-Quran sebuah ucapan indah yang telinga kita telah akrab mendengarnya,
sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (Q.S. At-Taubah [9]: 40)
Kawan, itulah sebaik-baik sahabat dalam dekapan ukhuwah, peristiwa di atas hanyalah peristiwa kecil di antara peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keutamaan beliau.

Umar ibn Al-Khaththab

Ia, adalah orang yang Umar ibn Al-Khaththab pun tak bisa mengalahkannya, pernah di sebuah peperangan,
Perang Ahzab namanya ketika itu seperti yang diriwayatkan Umar ibn Al-Khaththab, bahwa ketika itu, Ummat Islami di Madinah dikepung dari segala penjuru, baik dari dalam dengan berkhianatnya Yahudi Madinah, juga dari luar dengan kafir Quraisy yang bersekutu dengan kaum-kaum lain yang membenci Islam.
Membutuhkan banyak pengorbanan baik harta maupun jiwa, maka dianjurkanlah oleh Rasulullah untuk beramal menyumbangkan hartanya.
Ketika itu Umar datang membawa hartanya, ketika ditanya oleh Rasulullah tentang apa yang ditinggalkan untuknya dan keluarganya, Umar menjawab bahwa ia meninggalkan separuh hartanya untuknya dan keluarganya.
Lalu, tak lama kemudian, datanglah Abu Bakr, dan kita ingat sendiri kisah ini, ketika ditanya tentang apa yang ia tinggalkan untuknya dan keluarganya, maka sebuah kalimat tinggi penuh keimanan terlafazhkan dari lisannya, Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya. Subhanallah! begitu dahsyatnya beliau, menyumbangkan semuanya demi Islam. Kontribusi yang amat besar.
Dan kini, mari kita mengikuti sebuah kisah tinggi, sebuah perilaku yang lahir dari kepahaman dan kebeningan nurani seorang manusia. Sebuah kisah tinggi itu adalah…
Ketika itu, Sang Nabi menerima wahyu. Wahyu yang menggembirakan semua shahabat. Beliau membacakannya dari atas mimbar,
Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Ia adalah Maha Penerima Taubat.”
Semua sahabat tersenyum, lega, bahagia, dan penuh syukur. Tapi dari depan mimbar, Abu Bakr tiba-tiba berteriak dengan isak, Ya Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku! Demi Allah kutebus engkau dengan ayah dan ibuku!
Dan ia terus menangis. Para sahabat terheran-heran yang teramat dahsyat. Mereka menatap tajam dengan mulut yang tanpa disadari setengah menganga. Tapi Rasulullah tersenyum padanya.
Seorang hamba diminta untuk memilih, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan sabda,
Antara perhiasan dunia menurut kehendaknya, atau apa yang ada di sisi Allah. Dan dia memilih apa yang ada di sisi Allah.
Tangis Abu Bakr semakin keras. “Demi Allah ya Rasulullah, ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu!
Hingga kata perawi hadits ini, orang-orang bergumam dalam hati, “Lihathal orangtua ini! Rasulullah mengabarkan tentang kemenangan dan seorang hamba yang diberi pilihan, tapi dia berteriak-teriak tak karuan!”
Surat An-Nashr serta segala yang Rasulullah katakan ditangkap secara jelas dan pasti oleh Abu Bakr sebagai satu isyarat, bahwa ajal sang Nabi telah sangat dekat! Maka ia menangis. Maka ia berteriak. Hanya dia. Hanya dia yang mengerti.
Rasulullah masih tersenyum.
Sesungguhnya orang yang paling banyak membela dan melindungiku dengan pergaulan dan hartanya adalah AbuBakr
kata beliau.
Andaikan aku boleh mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya aku akan mengambil Abu Bakr sebagai Khaliil-ku. Tetapi ini adalah persaudaraan Islam dan kasih sayang.
Semua pintu yang menuju Masjid harus ditutup, kecuali pintunya Abu Bakr.
Dalam Dekapan Ukhuwah, semoga kita mendapatkannya

InsyaAllah terbuka jalan meraih keridhaan-Nya.

Salam Ukhuwah Sahabat

SEMOGA BERMANFA’AT – ALHAMDULILLAH

Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama