SILATURRAHIM
Di
antara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembi-caraan masalah ini
–dengan memohon pertolongan Allah– akan saya bahas melalui empat poin
berikut:
A. Makna silaturrahim.
B. Dalil syar’i bahwa silaturrahim termasuk di antara pintu-pintu rizki.
C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?
D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.
A. Makna Silaturrahim
Makna
“ar-rahim” adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
“Ar-rahim” secara umum adalah dimak-sudkan untuk para kerabat dekat.
Antara mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi
atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak.”
Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.
Pendapat
pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman
dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram
dinikahi, padahal tidak demikian.”
Silaturrahim, sebagaimana
dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran)
tentang berbuat baik kepada para karib kerabat dekat –baik menurut garis
keturunan maupun perkawinan– berlemah lembut dan mengasihi mereka serta
menjaga keadaan mereka.
B. Dalil Syar’i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki
Beberapa
hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah menjadikan silaturrahim
termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Di antara hadits-hadits dan
atsar-atsar itu adalah:
1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah , ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda:
“Siapa
yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya
(dipanjangkan umurnya) maka hen-daknyalah ia menyambung (tali)
silaturrahim”.
2. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Siapa
yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan di-akhirkan usianya
(dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim.”
Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.
Ini
adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh makhluk Allah yang paling
benar dan jujur, yang berbicara berda-sarkan wahyu, Nabi Muhammad . Maka
barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan
benihnya, yaitu silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari
memberi judul untuk kedua hadits itu dengan “Bab Orang Yang Dilapangkan
Rizkinya dengan Silaturrahim.” Artinya, dengan sebab silaturrahim.
Imam
Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik dalam kitab
shahihnya dan beliau memberi judul dengan: “Keterangan Tentang Baiknya
Kehidupan dan Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyam-bung
Silaturrahim.
3. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi
beliau bersabda:
“Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga
kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim
adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat),
(sebab) banyaknya harta dan bertambahnya usia.”
Dalam hadits yang
mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim ini membuahkan tiga hal,
di antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.
4. Dalil
lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad,
Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi , beliau
bersabda:
“Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan
diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim.”
Dalam
hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga
manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat; bertaqwa
kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga
manfaat itu adalah keluasan rizki.
5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ia berkata:
“Barangsiapa
bertaqwa kepada Tuhannya dan menyam-bung silaturrahim, niscaya
dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh
keluarganya.”
6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam
berkembangnya harta benda dan menjauhkan kemiskinan, sam-pai-sampai ahli
maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka bisa
berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran,
karena karunia Allah .
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah dari Nabi bahwasanya beliau bersabda:
"Sesungguhnya
keta’atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan
hingga suatu keluarga yang ahli maskiat pun, harta mereka bisa
berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling
bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling
bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan)."
C. APA SAJA SARANA UNTUK SILATURRAHIM ?
Sebagian
orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta.
Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih
luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan
kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari mereka,
baik dengan harta atau dengan lainnya.
Imam Ibnu Abu Jamrah
berkata: “Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan
kebutuhan mereka, de-ngan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah
yang berseri-seri serta dengan do’a.”
Makna silaturrahim yang
lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala
bentuk kebaik-an, serta menolak apa saja yang mungkin bisa ditolak dari
keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat).
D. Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat
Sebagian
orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli
maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga
mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu maje-lis
dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta bersikap lembut dengan
mereka. Ini adalah tidak benar.
Semua memaklumi bahwa Islam tidak
melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat,
bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman:
“Allah tiada
melarang kamu untuk berbuat baik dan ber-laku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangi-mu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.” (Al-Mumtahanah: 8).
Demikian pula sebagaimana disebutkan
dalam hadits Asma’ binti Abu Bakar yang menanyakan Rasullah untuk
bersilaturrahmi kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits ini diantaranya
disebutkan:
"Aku bertanya, ‘Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat
berharap, apakah aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku?’
Beliau menjawab, ‘Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu’."
Tetapi,
itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk
satu majelis dengan mereka. Bersa-ma-sama makan dengan mereka serta
bersikap lembut de-ngan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut.
Allah berfirman:
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
ber-iman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-sudara atau pun keluarga
mereka." (Al-Mujadilah: 22).
Makna ayat yang mulia ini
–sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi– adalah bahwasanya tidak akan
bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena
jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai
musuh orang tersebut.
Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majelis dengan mereka.
Imam
Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik: “Saya berkata,
‘Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim
dan yang suka memusuhi’.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan
ayat yang mulia tersebut berkata: “Artinya, mereka tidak saling
mencintai dengan orang yang suka menentang (Allah dan Rasul-Nya), bahkan
meskipun mereka termasuk kerabat dekat.”
Sebaliknya,
silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka
agar tidak mendekat kepada Neraka dan menjauhi dari Surga. Tetapi, bila
kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut ada-lah
dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan
tersebut –dalam kondisi demi-kian– dapat dikategorikan sebagai
silaturrahim.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: “Jika
mereka itu orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan
hubungan dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan
mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan
memberitahu mereka, dan mereka masih terus membandel. Kemudian, hal itu
(pe-mutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mau menerima
kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendo’akan
mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang
lurus.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama