DALIL-DALIL MENGENAI JENGGOT
Kalau sudah melihat orang yang berjenggot, pasti sebagian orang
merasa aneh dan selalu mengait-ngaitkan dengan Amrozi, cs. Jadi,
seolah-olah orang yang berjenggot adalah orang yang sesat yang harus
dijauhi dan disingkarkan dari masyarakat. Itulah salah satu ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terzholimi. Berikut kami akan
membahas mengenai hukum memelihara jenggot dan pada posting berikutnya
kami akan menyanggah beberapa kerancuan mengenai masalah jenggot. Semoga
bermanfaat.
Nabi Saja Berjenggot
Memelihara dan membiarkan jenggot merupakan syari’at Islam dan ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Marilah kita lihat bagaimana bentuk
fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berjenggot.
Dari Anas bin Malik –pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan,
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang
berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah
putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak
lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40
tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di
Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam
puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang
sudah putih.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, Muhammad
Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan.
Beliau katakan hadits ini shohih)
Lihatlah saudaraku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat
di atas dengan sangat jelas terlihat memiliki jenggot. Lalu pantaskah
orang berjenggot dicela?!
Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot
Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623)
Hadits kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim no. 625)
Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong
pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624)
Hadits keempat, dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (HR. Muslim no. 626)
Hadits kelima, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Bukhari no. 5893)
Hadits keenam, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)
Ulama besar Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot tersebut
sebagaimana adanya.” (Lihat Syarh An Nawawi ‘alam Muslim, 1/416, Mawqi’
Al Islam-Maktabah Syamilah 5)
Di samping hadits-hadits yang menggunakan kata perintah di atas,
memelihara jenggot juga merupakan sunnah fithroh. Dari Ummul Mukminin,
Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ
وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ
الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
“Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara
jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen),
memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu
kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” (HR. Muslim no. 627)
Jika seseorang mencukur jenggot, berarti dia telah keluar dari fitroh
yang telah Allah fitrohkan bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman,
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada penggantian pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum [30] : 30)
Selain dalil-dalil di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
sangat tidak suka melihat orang yang jenggotnya dalam keadaan tercukur.
Ketika Kisro (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan
jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya,”Celaka
kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata,
”Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku
memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.”
(HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha)
Lihatlah saudaraku, dalam hadits yang telah kami bawakan di atas
menunjukkan bahwa memelihara jenggot adalah suatu perintah. Memangkasnya
dicela oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut kaedah dalam
Ilmu Ushul Fiqh, ”Al Amru lil wujub” yaitu setiap perintah menunjukkan
suatu kewajiban. Sehingga memelihara jenggot yang tepat bukan hanya
sekedar anjuran, namun suatu kewajiban. Di samping itu, maksud
memelihara jenggot adalah untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan
Majusi serta perbuatan ini adalah fithroh manusia yang dilarang untuk
diubah.
Berdasar hadits-hadits di atas, memelihara jenggot tidak selalu Nabi
kaitkan dengan menyelisihi orang kafir. Hanya dalam beberapa hadits
namun tidak semua, Nabi kaitkan dengan menyelisihi Musyrikin dan Majusi.
Sehingga tidaklah benar anggapan bahwa perintah memelihara jenggot
dikaitkan dengan menyelisihi Yahudi.
Maka sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan perintah Nabi dan
celaan beliau terhadap orang-orang yang memangkas jenggotnya. Jadi yang
lebih tepat dilakukan adalah memelihara jenggot dan memendekkan kumis.
Catatan:
Namun, apakah kumis harus dipotong habis ataukah cukup dipendekkan
saja? Berikut ini adalah intisari dari perkataan Al Qodhi Iyadh yang
dinukil oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim, 1/416.
Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa kumis harus dicukur habis
karena hal ini berdasarkan makna tekstual (zhohir) dari hadits yang
menggunakan lafazh ahfuu dan ilhakuu. Inilah pendapat ulama-ulama Kufah.
Ulama lainnya melarang untuk mencukur habis kumis. Ulama-ulama yang
berpendapat demikian menganggap bahwa lafazh ihfa’, jazzu, dan qossu
adalah bermakna sama yaitu memotong kumis tersebut hingga nampak ujung
bibir. Sebagian ulama lainnya memilih antara dua cara ini, boleh yang
pertama, boleh juga yang kedua.
Pendapat yang dipilih oleh An Nawawi dan insya Allah inilah pendapat
yang kuat dan lebih hati-hati adalah memendekkan kumis hingga nampak
ujung bibir. Wallahu a’lam bish showab.
Pembahasan ini masih akan dilengkapi pembahasan selanjutnya yang akan
menjawab beberapa kerancuan tentang jenggot. Semoga Allah mudahkan.
ULAMA SYAFI’IYAH MENGHARAMKAN MEMANGKAS JENGGOT
Bahasan berikut adalah berisi penjelasan mengenai haramnya memangkas
jenggot bahkan hal ini disuarakan oleh ulama Syafi’iyah yang jadi
rujukan Kyai atau Ulama di negeri kita. Simak dalam tulisan sederhana
berikut.
Bukti Perintah Memelihara Jenggot dalam Hadits
Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.”
Dalam lafazh lain,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.”
Dalam lafazh lainnya lagi,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong
pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” [HR. Muslim no. 259]
Hadits kedua, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” [HR. Muslim no. 260]
Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.”[HR. Bukhari no. 5893]
Hadits keempat, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.”[HR. Bukhari no. 5892]
Ulama besar Syafi’iyah, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot sebagaimana
adanya.”[Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151] Artinya menurut Imam
Nawawi merapikan atau memendekkan jenggot pun tidak dibolehkan.
Alasan Terlarang Memangkas Jenggot
Berikut adalah beberapa alasan lainnya mengapa jenggot dilarang dipangkas dan tetap harus dibiarkan sebagaimana adanya.
Pertama: Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang
kafir, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah
lewat,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.”
Kedua: Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) wanita. Kita
ketahui bersama bahwa secara normal, wanita tidak berjenggot. Sehingga
jika ada seorang pria yang memangkas jenggotnya hingga bersih, maka dia
akan serupa dengan wanita.[Hal ini tidak menunjukkan bahwa orang yang
tidak memiliki jenggot -secara alami- menjadi tercela. Perlu dipahami
bahwa hukum memelihara jenggot ditujukan bagi orang yang memang
ditakdirkan memiliki jenggot.] Padahal dalam hadits disebutkan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita.”[HR. Bukhari no. 5885.] Imam Al Ghozali berkata,
“Dengan jenggot inilah yang membedakan pria dari wanita.”[Ihya’
Ulumuddin, 1/144.]
Ketiga: Mencukur jenggot berarti telah menyelisihi fitroh manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ
وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ
الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
“Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara
jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong
kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan,
istinja’ (cebok) dengan air.”[HR. Muslim no. 261.]
Di antara definisi fitroh adalah ajaran para Nabi, sebagaimana yang
dipahami oleh kebanyakan ulama.[Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,
3/147-148] Berarti memelihara jenggot termasuk ajaran para Nabi. Kita
dapat melihat pada Nabi Harun yang merupakan Nabi Bani Israil.
Dikisahkan dalam Surat Thaha bahwa beliau memiliki jenggot. Allah Ta’ala
berfirman,
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي
“Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku
dan jangan (pula) kepalaku.“ (QS. Thaha: 94).
Dengan demikian, orang
yang memangkas jenggotnya berarti telah menyeleweng dari fitroh manusia
yaitu menyeleweng dari ajaran para Nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.
Bukti dari Ulama Syafi’iyah
Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm berpendapat bahwa memangkas jenggot itu
diharamkan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar Rif’ah ketika menyanggah
ulama yang mengatakan bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh. Begitu
pula Az Zarkasyi dan Al Hulaimiy dalam Syu’abul Iman menegaskan haramnya
memangkas jenggot. Juga Ustadz Al Qoffal Asy Syasyi dalam Mahasinus
Syari’ah mengharamkan memangkas jenggot. [Lihat I’anatuth Tholibin,
2/386.]
Sebagaimana dinukil sebelumnya, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh “أَعْفُوا
وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا”. Semua lafazh ini bermakna
membiarkan jenggot tersebut sebagaimana adanya.”[Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 3/151.] Artinya jenggot dibiarkan lebat dan tidak dipangkas
sama sekali.
Mengenai hadits perintah memelihara jenggot dalam hadits Ibnu ‘Umar,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan “خَالَفُوا الْمُشْرِكِينَ”
(selisilah orang-orang musyrik). Dan dalam riwayat Muslim disebut
“خَالَفُوا الْمَجُوس” (selisilah Majusi). Jadi yang dimaksud adalah
orang Majusi dalam hadits Ibnu ‘Umar. Ibnu Hajar rahimahullah katakan
bahwa dahulu orang Majusi biasa memendekkan jenggot mereka dan sebagian
mereka memangkas jenggotnya hingga habis.[Fathul Bari, 10/349.]
Bahkan Ibnu Hazm rahimahullah menyatakan adanya ijma’ (kesepakatan ulama) akan haramnya memangkas jenggot. Beliau mengatakan,
واتفقوا أن حلق جميع اللحية مثلة لا تجوز
“Para ulama sepakat bahwa memangkas habis jenggot tidak dibolehkan.”[Marotibul Ijma’, 157.]
HUKUM MERAPIKAN JENGGOT
Sebagian ulama memang ada yang membolehkan memotong jenggot jika
telah lebih dari satu genggaman[Namun yang dipotong adalah bagian bawah
genggaman dan bukan atasnya. Misalnya kita memegang jenggot yang cukup
lebat dengan satu genggaman tangan, maka sisa di bawah yang lebih dari
satu genggaman boleh dipotong menurut mereka.]. Mereka adalah ulama
Hanafiyah dan Hambali.[Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 35/224.] Dalil
yang jadi pegangan adalah riwayat dari Ibnu ‘Umar yang disebutkan oleh
Al Bukhari dalam kitab shahihnya,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ
“Ibnu ‘Umar biasa ketika berhaji atau melaksanakan umroh, beliau
menggenggam jenggotnya dan selebihnya dari genggaman tadi, beliau
potong.” [HR. Bukhari no. 6892.]
Ulama-ulama tersebut pun mengatakan
bahwa Ibnu ‘Umar yang membawakan hadits “biarkanlah jenggot” melakukan
seperti ini dan beliau lebih tahu apa yang beliau riwayatkan.
Untuk menanggapi pernyataan ulama-ulama tersebut, ada beberapa sanggahan berikut.
1. Ibnu ‘Umar hanya memendekkan jenggotnya ketika tahallul ihrom dan
haji saja, bukan setiap waktu. Maka tidak tepat perbuatan beliau menjadi
dalil bagi orang yang memendekkan jenggotnya setiap saat bahkan
jenggotnya dipangkas habis hingga mengkilap bersih.
2. Perbuatan Ibnu ‘Umar muncul karena beliau memahami firman Allah ketika manasik,
مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ
“Dengan mencukur rambut kepala dan memendekkannya.” (QS. Al Fath:
27).
Beliau menafsirkan ayat ini bahwa ketika manasik hendaklah mencukur
rambut kepala dan memendekkan jenggot.
3. Kita sudah melihat riwayat dari Ibnu ‘Umar yang berisi perintah
membiarkan jenggot (artinya tidak dirapikan sama sekali). Sebagaimana
riwayat dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.”[HR.
Bukhari no. 5893]
Apabila perkataan atau perbuatan sahabat menyelisihi
apa yang ia riwayatkan, maka yang jadi tolak ukur tentu saja haditsnya,
bukan pada pemahaman atau perbuatannya. Jadi yang tepat, kembalikanlah
pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu membiarkan jenggot
sebagaimana adanya hingga lebat.
Dengan demikian, pendapat yang lebih tepat adalah wajib membiarkan
jenggot apa adanya tanpa memangkas atau memendekkannya dalam rangka
mengamalkan hadits-hadits yang memerintahkan untuk membiarkan jenggot
sebagaimana adanya.[Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/102-103.] Demikianlah
yang menjadi pendapat Imam Nawawi sebagaimana telah diisyaratkan
sebelumnya[Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 35/225.].
Adapun memotong kurang dari satu genggaman, sama sekali tidak ada
satu ulama pun yang membolehkannya sebagaimana kata Ibnu ‘Abidin.[Idem.]
Namun demikianlah sungguh aneh orang di sekitar kita, jenggotnya belum
sampai 1 cm saja, malah sudah dipangkas hingga habis. Jadi perbuatan
Ibnu ‘Umar bukanlah alasan untuk merapikan jenggot. Wallahu waliyyut
taufiq.
KERANCUAN SEPUTAR JENGGOT
Sebagian orang ada yang memunculkan kerancuan mengenai jenggot,
”Sekarang ini orang-orang Cina, para biksu, dan Yahudi ortodok juga
memanjangkan jenggot. Kalau demikian memakai jenggot juga dapat
dikatakan tasyabuh (menyerupai) orang kafir. Sehingga sekarang kita
harus menyelisihi mereka dengan mencukur jenggot.”
Kerancuan di atas telah dijawab oleh beberapa penjelasan ulama berikut.
Pertama: Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam ta’liq (komentar) beliau terhadap kitab Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim, hal. 220, karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Beliau rahimahullah mengatakan, ”Ini sungguh kekeliruan yang besar.
Karena larangan ini berkaitan dengan memelihara jenggot. Jika saat ini
orang-orang kafir menyerupai kita, maka tetap saja kita tidak boleh
berpaling dari apa yang telah diperintahkan walaupun mereka menyamai
kita. Di samping memelihara jenggot untuk menyelisihi orang kafir,
memelihara jenggot adalah termasuk fitroh (yang tidak boleh diubah
sebagaimana penjelasan di atas, pen). Sebagaimana disabdakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada sepuluh fitroh, di antaranya
memelihara (membiarkan) jenggot’. Maka dalam masalah memelihara jenggot
ada dua perintah yaitu untuk menyelisihi orang kafir dan juga termasuk
fithroh.”
Kedua: Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa di Saudi Arabia, semacam komite fatwa MUI di Indonesia) no. 2258.
Pertanyaan: “Saya pernah mendengar bahwa memelihara (membiarkan)
jenggot adalah wajib. Apakah pendapat ini benar? Jika ini benar, aku
mohon agar dijelaskan mengenai sebab wajibnya hal ini. Dari yang saya
ketahui ketika membaca salah satu buku bahwa sebab wajibnya memelihara
jenggot adalah karena kita diharuskan melakukan yang berkebalikan dengan
apa yang dilakukan orang kafir (maksudnya kita diperintahkan
menyelisihi orang kafir, pen). Akan tetapi saat ini orang-orang kafir
malah memelihara jenggot, sehingga saya merasa tidak puas dengan alasan
ini. Aku mohon agar aku diberi penjelasan mengenai sebab kenapa kita
diperintahkan memelihara jenggot?”
Jawaban:
Alhamdulillah wahdah wash sholatu was salamu ‘ala rosulihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam. Wa ba’du
Sesungguhnya memelihara (membiarkan) jenggot adalah wajib dan
mencukurnya adalah haram. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan selainnya dari shahabat Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Selisilah orang musyrik, biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.”
Begitu juga dalam riwayat Ahmad dan Muslim dari Abu Huroiroh
radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah
Majusi.” (Hal ini berarti) terus menerus dalam mencukur jenggot termasuk
al kabair (dosa besar). Maka wajib bagi seseorang untuk menasehati
orang yang mencukur jenggot dan mengingkarinya. …
Dan bukanlah maksud menyelisihi majusi dan orang musyrik adalah
menyelisihi mereka di semua hal termasuk di dalamnya adalah hal yang
benar yang sesuai dengan fithroh dan akhlaq yang mulia. Akan tetapi yang
dimaksudkan dengan menyelisihi mereka adalah menyelisihi apa yang ada
pada mereka yang telah menyimpang dari kebenaran dan yang telah keluar
dari fithroh yang selamat serta akhlaq yang mulia.
Dan sesuatu yang telah diselisihi oleh orang majusi, orang musyrik,
dan orang kafir lainnya adalah dalam masalah mencukur jenggot. Dengan
melakukan hal ini, mereka telah menyimpang dari kebenaran dan keluar
dari fithroh yang bersih serta telah menyelisihi ciri khas para Nabi dan
Rasul. Maka menyelisihi mereka dalam hal ini adalah wajib yaitu dengan
memelihara (membiarkan) jenggot dan memendekkan kumis. Hal ini dilakukan
dalam rangka mengikuti petunjuk para Nabi dan Rasul dan mengikuti apa
yang dituntunkan oleh fitroh yang bersih (selamat). Telah terdapat dalil
pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
sepuluh macam fitrah, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot,
bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku,
membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan,
istinja’ (cebok) dengan air.” (HR. Ahmad, Muslim dan lainnya) …
Jika (pada saat ini) orang kafir malah memelihara jenggot, maka ini
bukan berarti boleh bagi kaum muslimin untuk mencukur jenggot mereka.
Sebagaimana dalam penjelasan di atas bahwasanya bukanlah yang
dimaksudkan adalah menyelisihi mereka dalam segala hal. Namun, yang
dimaksudkan adalah menyelisihi mereka pada hal-hal yang mereka telah
menyimpang dari kebenaran dan telah keluar dari fithroh yang selamat.
Wa billahit tawfiq wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Yang menandatangani fatwa ini:
Anggota : Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghodayan
Wakil Ketua : Abdur Rozaq Afifi
Ketua : Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz
Ketiga: Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 4988 (yang sengaja kami ringkas agar tidak terlalu panjang)
Memelihara jenggot termasuk tuntutan fitroh sebagaimana terdapat pada
kurun pertama. Memelihara jenggot juga merupakan syari’at Nabi-nabi
terdahulu sebagaimana merupakan syari’at Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Syari’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
umum bagi semua makhluk dan wajib bagi mereka untuk melaksanakannya
hingga hari kiamat. Allah telah berfirman mengenai Nabi Musa dan
saudaranya Harun ‘alaihimas salam serta kepada kaumnya Bani Israil
ketika mereka menyembah anak sapi,
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا
فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا
أَمْرِي (90) قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ
إِلَيْنَا مُوسَى (91) قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ
ضَلُّوا (92) أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي (93) قَالَ يَا
ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ
تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
(94)
“Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai
kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan
sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku
dan ta’atilah perintahku”. Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah
patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami”. Berkata Musa:
“Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah
sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah
(sengaja) mendurhakai perintahku?” Harun menjawab’ “Hai putera ibuku,
janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku. sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah
antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”.” (QS. Thoha :
90-94)
Maka lihatlah, memelihara jenggot adalah sesuatu yang disyari’atkan
pada syari’at Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam. Kemudian Nabi Isa
‘alaihis salam membenarkan ajaran yang ada pada Taurat, maka lihyah
(jenggot) juga merupakan syari’at Nabi Isa ‘alaihis salam. Mereka semua
(Nabi Musa, Harun dan Isa) adalah para rasul Bani Israil yaitu Yahudi
dan Nashrani. Jadi, tatkala orang Yahudi dan Nashrani meninggalkan
memelihara jenggot, maka mereka telah salah (rusak) sebagaimana mereka
telah rusak tatkala meninggalkan ajaran tauhid dan syari’at Nabi-nabi
mereka. Mereka juga telah menggugurkan perjanjian yang seharusnya mereka
ambil yaitu untuk mengimani Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Siapa saja dari Yahudi dan Nashrani yang kembali pada ajaran
yang sesuai dengan syari’at setiap Nabi di antaranya adalah memelihara
jenggot, maka kita tidaklah menyelisihi mereka dalam hal ini karena
mereka telah kembali kepada sebagian kebenaran. Sebagaimana pula kita
tidaklah menyelisihi mereka jika mereka kembali pada tauhid dan kembali
beriman kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan
jika memang mereka beriman, kita akan menolong (menguatkan) mereka dan
memujinya disebabkan keimanan ini serta kita akan saling tolong menolong
dalam kebaikan dan takwa.
Wa billahit tawfiq wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Yang menandatangani fatwa ini:
Anggota : Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghodayan
Wakil Ketua : Abdur Rozaq Afifi
Ketua : Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz
Semoga perkataan ulama dan fatwa-fatwa di atas bisa menjawab sedikit
kerancuan yang menyebar di tengah-tengah masyarakat mengenai jenggot.
Semoga Allah selalu memberikan kita keistiqomahan hingga maut
menjemput. Mudah-mudahan Allah mematikan kita dalam keadaan terbaik,
dalam keadaan melakukan ketaatan pada-Nya.
Hanya Allah yang senantiasa memberi taufik.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama