Pertama:
Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia." (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)
Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia." (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)
Kedua:
Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau apabila melihat para pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: "Selamat datang wahai sumber-sumber hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah usang pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk mempelajari ilmu), kalian adalah kebanggaan setiap kabilah." (Jaami' Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu 'Abdil Barr, 1/52)
Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau apabila melihat para pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: "Selamat datang wahai sumber-sumber hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah usang pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk mempelajari ilmu), kalian adalah kebanggaan setiap kabilah." (Jaami' Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu 'Abdil Barr, 1/52)
Yakni bahwasanya sifat mereka secara umum adalah sibuk
dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah dalam rangka untuk mudzaakarah
(mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan mempelajarinya. Semuanya
ini menyibukkan mereka dari memperhatikan berbagai macam pakaian dan
kemewahan dunia secara umum demikian juga hal-hal yang tidak bermanfaat
atau yang kurang manfaatnya dan hanya membuang waktu belaka seperti
berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan perjalanan yang kurang
bermanfaat atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas) sebagaimana
yang biasa dilakukan oleh selain mereka dari kalangan para pemuda.
Ketiga:
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Pelajarilah oleh kalian ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah khasy-yah; mencarinya adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya adalah tasbiih; membahasnya adalah jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah; memberikannya kepada keluarganya adalah pendekatan diri kepada Allah; karena ilmu itu menjelaskan perkara yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang menemani di saat berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di saat sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Pelajarilah oleh kalian ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah khasy-yah; mencarinya adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya adalah tasbiih; membahasnya adalah jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah; memberikannya kepada keluarganya adalah pendekatan diri kepada Allah; karena ilmu itu menjelaskan perkara yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang menemani di saat berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di saat sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Dengan ilmu tersebut Allah akan mengangkat
kaum-kaum lalu menjadikan mereka berada dalam kebaikan, sehingga mereka
menjadi panutan dan para imam; jejak-jejak mereka akan diikuti;
perbuatan-perbuatan mereka akan dicontoh serta semua pendapat akan
kembali kepada pendapat mereka. Para malaikat merasa senang berada di
perkumpulan mereka; dan akan mengusap mereka dengan sayap-sayapnya;
setiap makhluk yang basah dan yang kering akan memintakan ampun untuk
mereka, demikian juga ikan yang di laut sampai ikan yang terkecilnya,
dan binatang buas yang di daratan dan binatang ternaknya (semuanya
memintakan ampun kepada Allah untuk mereka). Karena sesungguhnya ilmu
adalah yang akan menghidupkan hati dari kebodohan dan yang akan
menerangi pandangan dari berbagai kegelapan. Dengan ilmu seorang hamba
akan mencapai kedudukan-kedudukan yang terbaik dan derajat-derajat yang
tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Memikirkan ilmu menyamai
puasa; mempelajarinya menyamai shalat malam; dengan ilmu akan
tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan diketahui perkara yang halal
sehingga terhindar dari perkara yang haram. Ilmu adalah pemimpinnya amal
sedangkan amal itu adalah pengikutnya, ilmu itu hanya akan diberikan
kepada orang-orang yang berbahagia; sedangkan orang-orang yang celaka
akan terhalang darinya." (Ibid. 1/55)
Keempat:
Dari 'Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Dari 'Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Dan beliau juga berkata: "Wahai manusia,
wajib atas kalian untuk berilmu (mempelajari dan mengamalkannya), karena
sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai selendang yang Dia cintai. Maka
barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu, Allah akan selendangkan
dia dengan selendang-Nya. Apabila dia terjatuh pada suatu dosa
hendaklah meminta ampun kepada-Nya, supaya Dia tidak melepaskan
selendang-Nya tersebut sampai dia meninggal." (Ibid. 1/121)
Kelima:
Berkata Abud Darda` radhiyallahu 'anhu: "Sungguh aku mempelajari satu masalah dari ilmu lebih aku cintai daripada shalat malam." (Ibid. 1/122)
Berkata Abud Darda` radhiyallahu 'anhu: "Sungguh aku mempelajari satu masalah dari ilmu lebih aku cintai daripada shalat malam." (Ibid. 1/122)
Bukan
berarti kita meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menunjukkan
bahwa mempelajari ilmu itu sangat besar keutamaannya dan manfaatnya bagi
ummat.
Keenam: Dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullaah, beliau
berkata: "Sungguh aku mempelajari satu bab dari ilmu lalu aku
mengajarkannya kepada seorang muslim di jalan Allah (yaitu mempelajari
dan mengajarkannya karena Allah semata) lebih aku cintai daripada aku
mempunyai dunia seluruhnya." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya
Al-Imam An-Nawawiy, 1/21)
Ketujuh: Dari Al-Imam Asy-Syafi'i
rahimahullaah, beliau berkata: "Tidak ada sesuatupun yang lebih utama
setelah kewajiban-kewajiban daripada menuntut ilmu." (Ibid. 1/21)
Adapun
bait-bait sya'ir yang menjelaskan tentang permasalahan ilmu dan
kedudukannya itu sangat banyak dan tidak bisa dihitung, dan di sini
hanya akan disebutkan dua di antaranya:
"Tidak ada kebanggaan kecuali
bagi ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu) karena sesungguhnya mereka
berada di atas petunjuk bagi orang yang meminta dalil-dalilnya dan
derajat setiap orang itu sesuai dengan kebaikannya (dalam masalah ilmu)
sedangkan orang-orang yang bodoh adalah musuh bagi ahlul ilmi."
Dan sya'irnya Al-Imam Asy-Syafi'i:
تَعَلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِمًا وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِلُ وَإِنَّ كَبِيْرَ الْقَوْمِ لاَ عِلْمَ عِنْدَهُ صَغِيْرٌ إِذَا الْتَفَّتْ عَلَيْهِ الْجَحَافِل
وَإِنَّ صَغِيْرَ الْقَوْمِ إِنْ كَانَ عَالِمًا كَبِيْرٌ إِذَا رُدَّتْ إِلَيْهِ الْمَحَافِلُ
Belajarlah
karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan
tidaklah orang yang berilmu seperti orang yang bodoh. Sesungguhnya suatu
kaum yang besar tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu
adalah kecil apabila terluput darinya keagungan (ilmu). Dan sesungguhnya
kaum yang kecil jika memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah
kaum yang besar apabila perkumpulan mereka selalu dengan ilmu."
Disadur dari kitab Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.18-22, Wallaahul Muwaffiq, Wallaahu A'lam.
Blogger Comment