Prasangka memang hanya lintasan hati. Karenanya, berprasangka
sebenarnya manusiawi. Tak ada orang yang mampu meredam atau menahan yang
namanya lintasan hati. Tak ada orang yang tak pernah memiliki prasangka
buruk terhadap orang lain. Tak seorang pun bisa menghilangkan lintasan
hatinya. Itu sebabnya , para sahabat mengajukan keberatannya kepada
Rasulullah saat turun ayat, “Dan bila engkau menampakkan apa yang ada
dalam hatimu, atau engkau menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu.” (QS. Al-Baqarah: 284)
Para sahabat yakin tak mampu melawan lintasan hatinya, jika itu termasuk
hitungan amal mereka. Akhirnya Allah menurunkan ayat selanjutnya,
“Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang kecuali sebatas
kemampuannya.”
Imam Al-Ghazali mengurai penjelasan buruk sangka dalam satu sub tema
tentang ghibah, membicarakn keburukan orang lain. Menurutnya buruk
sangka tak lain adalah ghibah bathiniyah (membicarakan keburukan orang
lain dengan hati). “Sebagaimana Anda diharamkan untuk menyebut keburukan
orang lain, maka demikian juga Anda diharamkan untuk berburuk sangka
pada saudara Anda.” Demikian kata Imam Al-Ghazali. Apa yang harus
dilakukan agar bisa menghindari bahya buruk sangka?
Pertama, tumbuhkan empati kepada orang yang menjadi objek buruk
sangka. Rasakan lah bila objek buruk sangka itu diri Anda sendiri yang
sangat mungkin mengalami banyak kekurangan. Tips ini sama dengan apa
yang dianjurkan Imam Al-Ghazali, ketika ia membahas masalah ghibah.
Untuk menghindari ghiban, menurut Imam Al-Ghazali, salah satunya
dengan merasakan bagaimana bila yang menjadi objek pembicaraan itu
adalah diri sendiri. Bila kita senang mendengarkannya, maka teruskanlah
bicara. Tapi bila tidak, maka jauhilah pembicaraan negatif itu. Sama
dengan kondisi ghibah dalam hati, cara menghindarinya dengan
membandingkan kondisi kita dengan kondisi orang yang menjadi objek
prasangka.
Kedua, teliti dari mana sumber perasaan negatif, atau buruk sangka
itu muncul. Bila ia datang dari informasi seseorang, langkah yang paling
baik adalah melakukan pertanyaan lebih detail tentang asal-usul berita
miring itu. Apakah nara sumber berita itu benar-benar mengetahui secara
autentik tentang kejasian yang memunculkan prasangka itu? Atau bisa juga
ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan tentang benar tidaknya
berita negatif tersebut. Bila Anda merasakan bahwa informasi itu belum
tentu benar, berupayalah menghapuskan memori informasi itu dari pikiran
Anda.
Ada riwayat hadits menari yang disampaikan oleh Imam Ahmad dengan
sanad shahih. Suatu ketika ada seorang lelaki melewati suatu kaum yang
sedang berada dalam sebuah majlis. Orang laki-laki itu mengucapkan
salam, mereka pun menjawab ucapan salam tersebut. Tapi tak berapa jauh
orang itu pergi, salah seorang dari majlis itu berkata, “Sesungguhnya
aku membenci orang itu karena Allah.” Orang yang mendengar perkataan itu
terkejut dan mengatakan, “Buruk sekali apa yang engkau ucapkan. Demi
Allah aku akan ajukan perkataan ini pada Rasulullah.”
Orang yang telah lewat itu kemudian dipertemukan oleh Rasulullah
dengan orang yang memiliki prasangka buruk itu. “Mengapa kamu
membencinya?” tanya Rasul. “Aku tetangganya, dan mengenalnya. Demi Allah
aku tidak pernah melihatnya melakukan shalat kecuali yang diwajibkan,”
katanya. Orang itu berkata, “Tanyalah wahai Rasulullah, apakah ia pernah
melihatku mengakhirkan shalat di luar waktunya atau aku pernah salah
berwudhu, ruku’ atau sujud?” Orang yang berprasangka buruk itu
mengatakan, “Tidak.” Kemudian ia mengatakan, “Demi Allah, aku tidak
pernah melihatnya berpuasa sebulan kecuali pada bulan yang dipuasai oleh
orang baik dan durhaka.” Orang yang dituduh itu mengatakan,“ Tanyakan
wahai Rasulullah, “Apakah dia pernah melihatku tidak pusa pada bulan
Ramadhan, atau aku mengurangi haknya?” Orang itu pun menjawab, “Tidak.”
Tapi ia masih menambahkan lagi alasan kebenciannya. “Demi Allah aku
belum pernah melihatnya memberi orang yang meminta-minta atau orang
miskin sama sekali, aku juga tidak pernah melihatnya menginfakkan
sesuatu dijalan Allah kecuali zakat yang juga dilakukan oleh orang yang
baik dan durhaka,” katanya. Orang yang dituduh itu mengatakan, “Tanyakan
padanya ya Rasulullah, apakah aku pernah mengurangi zakat ataukah aku
pernah mendzalimi pemungut zakat yang memintanya?” Orang itu menjawab,
“Tidak” Akhirnya Rasulullah berkata pada orang yang melontarkan
kebencian tanpa alasan yang jelas itu. “Pergilah, barangkali dia lebih
baik daripada dirimu,” Ujar Rasulullah.
Ketiga, bila sumber informasi itu muncul dari dalam hati sendiri
tanpa sebab-sebab yang jelas, kecuali sekedar penampilan lahir atau
kecurigaan belaka. Beristighfar dan mohon ampunlah kepada Allah SWT. ,
atas kekeliruan lintasan hati negatif itu. “Seseorang tidak boleh
meyakini keburukan orang lain kecuali bila telah nyata dan tidak dapat
diartikan dengan hal lain kecuali hanya dengan keburukan,” nasihat Imam Al-Ghazali.
Beliau mencontohkan bila seseorang mencium bau minuman khamr dari
mulut seseorang, ia masih belum boleh memastikan bahwa ia telah meminum
khamr, karena masih ada kemungkinan untuk dikatakan bahwa ia telah minum
khamr, karena masih ada kemungkinan untuk dikatakan bahwa dia
berkumur-kumur saja dan tidak meminumnya, atau mungkin dia dipaksa
meminumnya.
Menurut Imam Al-Ghazali, sesuatu yang tidak disaksikan dengan mata
kepala dan tidak didengar dengan telinga sendiri, tapi muncul didalam
hati, maka itu tidak lain merupakan bisikan setan yang harus ditolak,
karena syetan adalah makhluk yang fasik. Allah SWT berfirman, “Hai
orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakkan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya.” (QS. Al-Hujaimah: 6)
Keempat, sadarilah bahwa lahiriah seseorang tidak selalu identik
dengan batinnya. Islam sama sekali tidak mengajarkan penilaian seseorang
dari aspek lahirnya. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh kalian, tapi melihat pada hati kalian.”
Dalam hadits yang shahih yang lain disebutkan pula bagaimana
Rasulullah menggambarkan bahwa kondisi orang yang secara lahiriyah
kurang baik, berdebu, rambutnya kumal, dan banyak dipandang hina oleh
seseorang, tapi orang tersebut adalah yang paling didengar doanya oleh
Allah SWT. Sebaliknya, orang yang bersih, dan menarik penampilan
lahirioyahnya, ternyata orang itulah yang memiliki penilaiantidak baik
dimata Allah SWT.
Naif sekali, merasa curioga dan buruk sangka karena alasan lahir.
Allah SWT bahkan menjelaskan bahwa diantara orang munafik biasanya
memiliki penampilan yang memukau. “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.” (QS. Al-Munafikun: 4)
Kelima, terimalah fakta bahwa setiap orang pasti telah lepas kontrol
sesekali. Tidak perlu mengembangkan perasaan dan dugaan terlalu besar
dengan sesuatu kesalahan yang dilakukan seseorang. Kesalahan itu adalah
sesuatu hal yang lumrah bagi manusia. Karenanya coba arahkan perhatian
itu pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Terlalu besar
memperhatikan kesalahan orang lain, merupakan menjadi sebab seseorang
menjadi mudah mencurigai dan berburuk sangka. Ingatlah prinsip yang
diajarkan Rasulullah Saw. Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aib
dan kesalahan dirinya, ketimbang sibuk oleh aib dan kesalahan orang
lain.
Keenam, salah satu pemicu buruk sangka, prasangka adalah rasa was-was
atau beyangan ketakutan yang akan kita terima akibat pihak tertentu.
Untuk mengatasinya, tumbuhkan keyakinan kuat bahwa Allah SWT Maha
Mengetahui dan Maha Kuasa atas seluruh gerak-gerik hamba-Nya. Apa saja
yang terjadi merupakan kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Keyakinan ini
akan memunculkan kepasrahan dan ketenangan, serta tidak mudah
membayangkan risiko pahit yang belum tentu benarnya. Keyakinan ini juga
yang akan mengusir perasaan was-was dan bayangan menakutkan yang tak
jelas ujung pangkalnya.
Ketujuh, untuk mematahkan gangguan syetan, terapi yang paling penting
adalah dengan dzikir kepada Allah SWT dan berusaha memperbanyak
amal-amal ketaatan. Keduanya akan sangat menciptakan suasana hati yang
hidup, bersih dan jernih. Hal ini lebih jauh akan menumbuhkan kualitas
iman yang semakin tidak mudah bagi syetan untuk bersemayam didalam hati.
Disinilah, seseorang akan mendapat cahaya Allah SWT sehingga
pandangannya akan mengarah pada firasay yang benar, takutlah dari
firasat seorang mukmin karena ia melihat dengan Nur Allah (HR. Turmudzi)
Kedelapan, mintakan ampun kepada orang yang menjadi objek prasangka
tanpa alasan yang jelas. itu adalah salah satu kafarat ghibah yang
disebutkan Imam Al-Ghazali ra. Menurutnya, doa tersebut dapat
menjengkelkan syetan sehingga syetan tidak bisa memasukan lintasan
negatif atas seseorang . Prasangka, menurutnya sama dengan ghibah dalam
hati. Maka, tebusannya antara lain dengan memohon ampunan kepada Allah
atas saudara yang dicurigai itu.[]
Majalah Tarbawi, Edisi 17 Th.2/28 Pebruari 2001
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama