Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Al-Qur’an adalah sumber hukum yang
pertama bagi kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan
keutamaan membaca Al-Quran serta kemuliaan para pembacanya. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala , artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang
selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharap perniagaan yang tidak akan
merugi.” (Faathir : 29).
Al-Qur’an adalah ilmu yang paling mulia, karena itulah orang yang
belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya bagi orang lain, mendapatkan
kemuliaan dan kebaikan dari pada belajar ilmu yang lainya. Dari Utsman
bin Affan radhiyallah ‘anhu , beliau berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang
belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya(HR. Muslim)
Diriwayatkan juga oleh Imam Al-Bukhari, bahwa yang duduk di majlis
Khalifah Umar Shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau bermusyawarah
dalam memutuskan berbagai persoalan adalah para ahli Qur’an baik dari
kalangan tua maupun muda.
Keutamaan membaca Al-Qur’an di malam hari
Suatu hal yang sangat dianjurkan adalah membaca Al-Qur’an pada malam
hari. Lebih utama lagi kalau membacanya pada waktu shalat. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala , artinya: “Diantara ahli kitab itu ada golongan
yang berlaku lurus (yang telah masuk Islam), mereka membaca ayat-ayat
Allah pada beberapa waktu malam hari, sedang mereka juga bersujud
(Shalat).” (Ali Imran: 113)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ini menyebutkan
bahwa ayat ini turun kepada beberapa ahli kitab yang telah masuk Islam,
seperti Abdullah bin Salam, Asad bin Ubaid, Tsa’labah bin Syu’bah dan
yang lainya. Mereka selalu bangun tengah malam dan melaksanakan shalat
tahajjud serta memperbanyak memba-ca Al-Qur’an di dalam shalat mereka.
Allah memuji mereka dengan menyebut-kan bahwa mereka adalah orang-orang
yang shaleh, seperti diterangkan pada ayat berikutnya.
Jangan riya’ dalam membaca Al-Qur’an
Karena membaca Al-Qur’an merupa-kan suatu ibadah, maka wajiblah
ikhlas tanpa dicampuri niat apapun. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
artinya: “Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada
Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama
dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menuaikan zakat;
dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5).
Kalau timbul sifat riya’ saat kita membaca Al-Qur’an tersebut, kita
harus cepat-cepat membuangnya, dan mengembalikan niat kita, yaitu hanya
karena Allah. Karena kalau sifat riya’ itu cepat-cepat disingkirkan maka
ia tidak mempengaruhi pada ibadah membaca Al-Qur’an tersebut. (lihat
Tafsir Al ‘Alam juz 1, hadits yang pertama).
Kalau orang membaca Al-Qur’an bukan karena Allah tapi ingin dipuji
orang misalnya, maka ibadahnya tersebut akan sia-sia. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah , bahwa Rasulullah n bersabda, artinya:
“Dan seseorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya dan membaca
Al-Qur’an maka di bawalah ia (dihadapkan kepada Allah), lalu (Allah)
mengenalkan-nya (mengingatkannya) nikmat-nikmatnya, iapun mengenalnya
(mengingatnya), Allah berfirman: Apa yang kamu amalkan padanya (nikmat)?
Ia menjawab: Saya menuntut ilmu serta mengajarkannya dan membaca
Al-Qur’an padaMu (karena Mu). Allah berfirman : Kamu bohong, tetapi kamu
belajar agar dikatakan orang “alim”, dan kamu mem-baca Al-Qur’an agar
dikatakan “Qari’, maka sudah dikatakan (sudah kamu dapatkan), kemudian
dia diperintahkan (agar dibawa ke Neraka) maka diseretlah dia sehingga
dijerumuskan ke Neraka Jahannam.” (HR. Muslim)
Semoga kita terpelihara dari riya’.
Jangan di jadikan Al-Qur’an sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dunia.
Misalnya untuk mendapatkan harta, agar menjadi pemimpin di
masyarakat, untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi, agar orang-orang
selalu meman-dangnya dan yang sejenisnya. Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala , artinya: “…Dan barang siapa yang menghen-daki keuntungan di
dunia, kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak
ada baginya kebaha-gianpun di akhirat. (As-Syura: 20).”Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di
dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki …” (Al
Israa’ : 18)
Jangan mencari makan dari Al-Qur’an
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah
Al-Qur’an dan janganlah kamu (mencari) makan dengannya dan janganlah
renggang darinya (tidak membacanya) dan janganlah berlebih-lebihan
padanya.” (HR. Ahmad, Shahih).
Imam Al-Bukhari dalam kitab shahih-nya memberi judul satu bab dalam
kitab Fadhailul Qur’an, “Bab orang yang riya dengan membaca Al-Qur’an
dan makan denganNya”, Maksud makan dengan-Nya, seperti yang dijelaskan
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari.
Diriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiyallah ‘anhu bahwasanya dia
sedang melewati seseorang yang sedang membaca Al-Qur’an di hadapan suatu
kaum . Setelah selesai membaca iapun minta imbalan. Maka Imran bin
Hushain berkata: Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:”Barangsiapa membaca Al-Qur’an hendaklah ia
meminta kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Maka sesungguhnya akan datang
suatu kaum yang membaca Al- Qur’an lalu ia meminta-minta kepada manusia
dengannya (Al-Qur’an) (HR. Ahmad dan At Tirmizi dan ia mengatakan:
hadits hasan)
Adapun mengambil honor dari mengajarkan Al-Qur’an para ulama berbeda
pendapat dalam hal ini. Para ulama seperti ‘Atha, Malik dan Syafi’i
serta yang lainya memperbolehkannya. Namun ada juga yang membolehkannya
kalau tanpa syarat. Az Zuhri, Abu Hanifah dan Imam Ahmad tidak
mem-perbolehkan hal tersebut.Wallahu A’lam.
Jangan meninggalkan Al-Qur’an.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala , artinya: “Dan berkata Rasul: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang tidak
diacuhkan”. (Al-Furqan: 30).
Sebagian orang mengira bahwa meninggalkan Al-Qur’an adalah hanya
tidak membacanya saja, padahal yang dimaksud di sini adalah sangat umum.
Seperti yang dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini.
Dia menjelaskan bahwa yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an adalah
sebagai berikut;
- Apabila Al-Qur’an di bacakan, lalu yang hadir menimbulkan suara gaduh dan hiruk pikuk serta tidak mendengarkannya.
- Tidak beriman denganNya serta mendustakanNya
- Tidak memikirkanNya dan memahamiNya
- Tidak mengamalkanNya, tidak menjunjung perintahNya serta tidak menjauhi laranganNya.
- Berpaling dariNya kepada yang lainnya seperti sya’ir nyanyian dan yang sejenisnya.
Semua ini termasuk meninggalkan Al-Qur’an serta tidak
memperdulikan-nya. Semoga kita tidak termasuk orang yang meninggalkan
Al-Qur’an. Amin.
Jangan ghuluw terhadap Al-Qur’an
Maksud ghuluw di sini adalah berlebih-lebihan dalam membacaNya.
Diceritakan dalam hadits yang shahih dari Abdullah bin Umar radhiyallah
‘anhu beliau ditanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apakah benar bahwa ia puasa dahr (terus-menerus) dan selalu membaca
Al-Qur’an di malam hari. Ia pun menjawab: “Benar wahai Rasulullah!”
Kemudian Rasulullah memerintah padanya agar puasa seperti puasa Nabi
Daud alaihis salam , dan membaca Al-Qur’an khatam dalam sebulan. Ia pun
menajwab: Saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: bacalah pada setiap 20 hari (khatam). Iapun menjawab
saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah berasabda : Bacalah pada setiap
10 hari. Iapun menjawab: Saya sanggup lebih dari itu, lalu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah pada setiap 7 hari
(sekali khatam), dan jangan kamu tambah atas yang demikian itu.” (HR.
Muslim)
Diriwayatkan dari Abdu Rahman bin Syibl radhiyallah ‘anhu dalam
hadits yang disebutkan diatas: “Dan janganlah kamu ghuluw padanya. (HR.
Ahmad dan Al-Baihaqi). Wallahu ‘a’lam bishshawab.
(Sumber Rujukan: Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 hal. 306; Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim (Muhktasar).; Fathu Al Bari jilid 10 kitab fadhailil
Qur’an, Al Hafiz IbnuHajar ; At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Qur’an, An
Nawawi Tahqiq Abdul Qadir Al Arna’uth; Fadhail Al-Qur’an, Syekh Muhammad
bin Abdul Wahab, Tahqiq Dr. Fahd bin Abdur Rahman Al Rumi.)
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama