Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan,
dan perubahan muka. ‘Ada yang bertanya kepada Rasulullah’. Wahai
Rasulullah, kapankah hal itu terjadi? Beliau menjawab. ‘Apabila telah
merajalela bunyi-bunyian dan penyanyi-penyanyi wanita”. .
Pertanda ini telah banyak terjadi pada masa lalu, dan sekarang lebih
banyak lagi. Pada masa kini alat-alat dan permainan musik telah merata
di mana-mana, dan biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya.
Padahal, mereka itulah yang dimaksud dengan al-qainat dalam hadits di
atas. Dan yang lebih besar dari itu ialah banyaknya orang yang
menghalalkan musik dan menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah
diancam akan ditimpa tanah longsor, kerusuhan , dan penyakit yang dapat
mengubah bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Dan
disebutkan dalam Shahih Bukhari rahimahullah, beliau berkata : telah
berkata Hisyam bin Ammar : telah menceritakan kepada kami Shidqah bin
Khalid, kemudian beliau menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy’ari
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang
menghalalkan perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. Dan
sungguh akan ada kaum yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para
pengembala dengan kambingnya menggunjingi mereka, lantas mereka
didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Mereka berkata,
‘Kembalilah kepada kami esok hari’. Kemudian pada malam harinya Allah
membinasakan mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka, sedang
yang lain diubah wajahnya menjadi monyet dan babi sampai hari kiamat”.
Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi’ , tidak bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid.
Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menjelaskan bahwa pendapat Ibnu Hazm itu batal dari enam segi :
1. Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan mendengar hadits
darinya. Apabila beliau meriwayatkan hadits darinya secara mu’an’an maka
hal itu telah disepakati sebagai muttashil karena antara Bukhari dan
Hisyam adalah sezaman dan beliau mendengar darinya. Apabila beliau
berkata : “Telah berkata Hisyam” maka hal itu sama sekali tidak berbeda
dengan kalau beliau berkata, “dari Hisyam …..” 2. Bahwa orang-orang kepercayaan telah meriwayatkannya dari Hisyam secara maushul. Al-Ismaili berkata di dalam shahihnya, “Al-Hasan telah memberitahukan kepadaku, : Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami” dengan isnadnya dan matannya.
3. Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan selain Hisyam. Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad yang lain dari Abu Malik Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu.
4. Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak mendengar
dari Hisyam, maka beliau memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya
menunjukkan bahwa hadits ini menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan
tidak menyebut perantara antara beliau dengan Hisyam. Hal ini
dimungkinkan karena telah demikian masyhur perantara-perantara tersebut
atau karena banyaknya jumlah mereka. Dengan demikian hadits tersebut
sudah terkenal dan termasyhur dari Hisyam.
5. Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, “Telah berkata si Fulan”, maka hadits tersebut adalah shahih menurut beliau.
6. Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan berhujjah
dengannya, tidak sekedar menjadikannya syahid , dengan demikian maka
hadits tersebut adalah shahih tanpa diragukan lagi.
Ibnu Shalah 1} berkata : “Tidak perlu dihiraukan pendapat Abu
Muhammad bin Hazm Az-Zhahiri Al-Hafizh yang menolak hadits Bukhari dari
Abu Amir atau dari Abu Malik”. Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut,
kemudian berkata. “Hadits tersebut sudah terkenal dari orang-orang
kepercayaan dari orang-orang yang digantungkan oleh Bukhari itu. Dan
kadang-kadang beliau berbuat demikian karena beliau telah meyebutkannya
pada tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya yang bersambung. Dan
adakalanya beliau berbuat demikian karena alasan-alasan lain yang tidak
laik dikatakan haditsnya munqathi’. Wallahu a’lam.
Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang mengingat adanya
sebagian orang yang terkecoh oleh pendapat Ibnu Hazm ini serta
menjadikannya alasan untuk memperbolehkan alat-alat musik. Padahal,
sudah jelas bahwa hadits-hadist yang melarangnya adalah shahih, dan umat
ini diancam dengan bermacam-macam siksaan apabila telah merajalela
permainan musik yang melalaikan dan merajalela pula kemaksiatan
Footnote:
1. Beliau adalah Imam dan Ahli Hadits Al-Hafizh Abu Amr Utsman bin Abdur
Rahman Asy-Syahrazuri yang terkenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang
ahli agama yang zuhud dan wara’ serta ahli ibadah, mengikuti jejak
Salaf yang Shalih. Beliau memiliki banyak karangan dalam ilmu hadits dan
fiqih, dan memimpin pengajian di Lembaga Hadits Damsyiq. Beliau wafat
pada tahun 643H.
Disalin dari buku Asyratus Sa’ah, Pasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil, MA. edisi Indonesia Tanda-Tanda
Hari Kiamat hal. 108-111, terbitan Pustaka Mantiq, Penerjemah Drs As’ad
Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama