Sebentar lagi seorang penghuni surga akan masuk, sabda Rasulullah SAW
kepada para sahabat. Mendengar kabar menarik tersebut, semua mata
tertuju ke pintu masjid. Dalam benak para sahabat, terbayang sesosok
orang yang luar biasa.
Tiba-tiba masuklah seorang pria yang mukanya masih basah dengan air
wudhu. Penampilannya biasa-biasa saja. Ia pun bukan orang terkenal. Abu
Umamah Ibnu Jarrah, demikian namanya. Bayangan para sahabat akan sosok
luar biasa tidak menjadi kenyataan.
Keesokan harinya, peristiwa serupa terulang kembali. Demikian pula hari ketiga.
Para sahabat penasaran, Amal apa gerangan yang dimiliki orang ini
sampai-sampai Rasul menyebutnya calon penghuni surga? Salah satunya
Abdullah bin Amr bin ‘Ash. Ia pun meminta izin kepada Abu Umamah untuk
menginap tiga hari di rumahnya.
Tiga hari tiga malam Abdullah memperhatikan, mencermati, bahkan
mengintip tuan rumah. Namun tidak ada satu pun yang istimewa. Hari-hari
yang ia lewati tidak jauh beda dengan sahabat-sahabat lain. Ibadahnya
pun biasa-biasa saja.
Pasti ada sesuatu yang disembunyikan. Aku harus berterus terang
kepadanya, ujar Abdullah. Ia pun bertanya, Amal apa yang engkau lakukan
sehingga Rasulullah memanggilmu calon penghuni surga? Jawaban Abu Umamah
sungguh mengecewakan, Apa yang engkau lihat itulah.
Ketika Abdullah hendak pergi, tiba-tiba tuan rumah berkata, Wahai
saudaraku, sesungguhnya aku tidak pernah iri dan dengki terhadap nikmat
yang Allah berikan kepada orang lain. Sebelum tidur, saya pun selalu
bersihkan hati dari ujub, takabur, kedengkian, dan rasa dendam.
Ada banyak ibrah dari kisah ini. Namun ada satu yang pasti, hanya
orang yang bersih hatilah (qolbun saliim) yang akan memasuki surga
tertinggi, juga bertemu dengan Al-Khaliq, Allah Azza wa Jalla.
Difirmankan, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka
dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak
berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih (QS Asy Syu’araa [26]: 87).
Kebersihan hati adalah password untuk membuka pintu surga. Sesedikit
apa pun amal, tetap akan bisa memasukkan orang ke surga, asal ia
memiliki hati yang bersih. Sebaliknya, sebanyak apa pun amal, tidak akan
berarti sama sekali bila kita memiliki hati penuh penyakit.
Abu Umamah layak ditiru. Ia bukan sahabat sekaliber Abu Bakar Ash
Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan atau pun Ali bin Abi Thalib.
Ibadahnya pun tidak seterkenal Abu Darda, Abdurrahman bin Auf, Salman
Al Farisi, juga beberapa sahabat lainnya. Namun, derajatnya di mata
Allah dan Rasul-Nya demikian tinggi, hingga Rasulullah SAW memvonis ia
sebagai calon penghuni surga. Mengapa? Sebab hatinya bersih dari
penyakit dan lapang dari kebencian dan dendam. Sehingga semua amal
kebaikannnya tetap utuh dan bernilai di hadapan Allah SWT.
Karena itu, selain sibuk memperbanyak amal kebaikan, kita pun harus
sibuk menjaga hati dari penyakit-penyakit membahayakan. Sebab, percuma
saja kita menghiasai diri dengan berjuta-juta amalan–wajib maupun
sunnat, sedang hati tidak pernah kita bersihkan. Sebaliknya, walau amal
kita biasa-biasa saja, namun dibingkai kebersihan hati, maka nilainya
akan jauh lebih tinggi di hadapan Allah. Lebih baik makan sayur kacang
di mangkuk yang bersih, daripada makan gule spesial yang ditaruh di
mangkuk penuh kotoran. Ideal tentu makan gule spesial di mangkuk bersih.
Atau banyak ibadah dengan landasan qalbun saliim.
Namun setan tidak akan tinggal diam. Mereka akan berusaha
menghancurkan amal-amal yang tengah kita kumpulkan saat Ramadhan ini.
Maka, sekali lagi, di tengah kesibukan kita beramal, jangan lupakan hati
kita. Lindungi dari penyakit-penyakit penghancur amal. Menurut Rasul
SAW, ada tiga penyakit yang akan menghanguskan amal kita.
Pertama, takabur atau sombong. Menurut Imam Al Ghazali dalam Ihya
‘Ulumuddin, takabur akan menjadi batas pemisah antara seseorang dengan
kemuliaan akhlak. Betapa tidak, orang takabur akan selalu mendustakan
kebenaran, menganggap rendah orang lain dan meninggikan dirinya.
Jangankan banyak, sedikit saja di hati kita ada sikap takabur, maka
surga akan menjauh, amal-amal jadi tidak berarti. Disabdakan, Tidak akan
masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat sikap takabur
walaupun sebesar debu. (HR Muslim).
Kedua, hasud atau iri dengki. Ciri khas seorang pendengki adalah
adanya ketidakrelaan ketika orang lain mendapat nikmat dan sangat
berharap nikmat tersebut segera lenyap darinya. Bahasa kerennya, susah
melihat orang lain senang, dan senang melihat orang lain susah .
Kedengkian sangat efektif menghancurkan kebaikan. Rasulullah Saw.
menegaskan, Dengki itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api memakan
kayu bakar. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Ketiga, riya atau beramal karena mengharap pujian orang lain. Riya
adalah tingkatan terendah dari amal. Rasul menyebutnya syirik kecil yang
juga efektif menghapuskan kebaikan. Allah Azza wa Jalla tidak akan
menerima suatu amal yang di dalamnya terdapat seberat debu saja berupa
riya. Sebuah hadis qudsi mengungkapkan pula bagaimana murkanya Allah
kepada orang yang riya dalam amalnya. Pada hari kiamat Allah berfirman,
ketika semua manusia menlihat catatan amal-amalnya, Pergilah kamu semua
kepada apa yang kamu jadikan harapan (riya) di dunia. Lihatlah apakah
kamu semua memperoleh balasan dari mereka? (HR Ahmad dan Baihaqi). Dalam
Alquran, diungkapkan pula bahaya riya, Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat ria (QS Al Maa’un [107]: 4-6).
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menjaga hati dan amalan kita dari kebinasaan. Semoga.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama