Inilah yang mungkin sering diperselisihkan oleh orang kaya dan orang miskin. Setiap golongan pun menyampaikan argumennya masing-masing. Tiap argumen yang disampaikan tidak mungkin ditolak karena sama-sama berlandaskan pada Al Qur’an, As Sunnah dan perkataan sahabat.
Imam Ahmad rahimahullah juga memiliki dua pendapat
dalam hal ini. Pendapat pertama: orang kaya yang pandai bersyukur lebih
utama. Pendapat kedua: orang miskin yang selalu bersabar lebih utama.
Di antara para ulama yang menyatakan bahwa orang miskin
yang sabar lebih utama beralasan: orang miskin lebih cepat dihisab di
akhirat nanti daripada orang kaya. Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa
orang kaya yang pandai bersyukur lebih utama beralasan: Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri selalu meminta pada Allah agar
diberi sifat ghina (kaya, merasa cukup dari apa yang ada di hadapan manusia).
Pendapat yang Lebih Tepat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanyakan mengenai
keutamaan suatu hal dari yang lainnya, di antaranya beliau ditanyakan
mengenai manakah yang lebih utama antara orang kaya yang pandai
bersyukur atau orang miskin yang selalu bersabar. Lalu beliau jawab
dengan jawaban yang sangat memuaskan, “Yang paling afdhol (utama) di
antara keduanya adalah yang paling bertaqwa kepada Allah Ta’ala.
Jika orang kaya dan orang miskin tadi sama dalam taqwa, maka berarti
mereka sama derajatnya.” (Badai’ul Fawaidh, 3/683). Itu pula yang
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al Furqon
hal. 67.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Menurut para
peneliti dan ahli ilmu bahwa keutamaan di antara orang kaya dan orang
miskin tidak kembali pada miskin atau pun kayanya. Namun itu semua
kembali pada amalan, keadaan, dan hakikatnya. … Keutamaan di antara
keduanya di sisi Allah dilihat dari ketakwan, hakikat iman, bukan
dilihat dari miskin atau kayanya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dalam ayat ini, Allah tidak
mengatakan bahwa yang paling mulia adalah yang paling kaya di antara
kalian atau yang paling miskin di antara kalian.” (Madarijus Salikin,
2/442)
Dalam shohih Bukhari dan Muslim, terdapat riwayat dari Abu Hurairah,
قِيلَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ قَالَ « أَتْقَاهُمْ » .
فَقَالُوا لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ . قَالَ « فَيُوسُفُ نَبِىُّ
اللَّهِ ابْنُ نَبِىِّ اللَّهِ ابْنِ نَبِىِّ اللَّهِ ابْنِ خَلِيلِ
اللَّهِ » . قَالُوا لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ . قَالَ « فَعَنْ
مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونَ خِيَارُهُمْ فِى الْجَاهِلِيَّةِ
خِيَارُهُمْ فِى الإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا »
Kemudian mereka yang bertanya tadi berkata, “Bukan itu yang
kami tanyakan.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“(Yang paling mulia adalah) Yusuf, Nabi Allah. Dia anak dari Nabi Allah
(Ya’qub). Dia cucu dari Nabi Allah (Ishaq). Dan dia adalah keturunan
kekasih Allah (Ibrahim).”
Kemudian mereka yang bertanya tadi berkata, “Bukan itu yang
kami tanyakan.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Apakah mengenai barang tambang Arab yang kalian tanyakan? (Manusia
adalah barang tambang), yang paling baik di antara mereka di masa
Jahiliyah adalah yang paling baik di antara mereka di masa Islam, namun
jika mereka memiliki ilmu.”
Semoga Allah memberi kita sifat taqwa, sifat ‘afaf
(yang selalu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik) dan
memberikan kita sifat ghina (merasa cukup dari apa yang ada di hadapan
manusia). Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Rujukan:
- Al Furqon Baina Awliya’ir Rohman wa Awliya’isy Syaithon, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Maktabah Ar Rusyd
- Badai’ul Fawaidh, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Asy Syamilah
- Madarijus Salikin, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Asy Syamilah
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama