
Apa Arti Syahadat Itu?
Jawaban dari pertanyaan ini akan memberikan tashuwur (gambaran) yang jelas bagi setiap mukmin di saat pertama kali ia mengucapkan kalimat ini. Sehingga ia mengerti apa yang seharusnya dilakukan sebagai konsekwensi ucapannya. Ia memahami bagaimana menjadi mukmin yang haqqon (sejati) dengan panji kalimat di atas. Adapun syahadat secara etimologi memiliki beberapa pengertian di bawah ini;1. Ikrar
Pengertian ikrar bisa kita temukan dalam firman Allah berikut ini; “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 3:18)2. Sumpah
Pengertian sumpah bisa kita lihat dalam beberapa firman Allah berikut ini; “ Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.” (QS 24:6-8)3. Perjanjian
Pengertian perjanjian bisa kita temukan dalam ayat-ayat quraniah di bawah ini; “ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS: 7: 172)4. Persaksian
Dan adapun pengertian persaksiaan untuk kalimat syahadat maka bisa kita temukan dalam beberapa firman Allah swt; “…Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS 3:81)
“…Mereka
berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, kehidupan dunia
telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri,
bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS: 6:130)
Menurut
beberapa pengertian di atas, syahadat bukanlah sekedar simbol-simbol
mati yang tidak bisa melahirkan perubahan-perubahan besar dalam diri
seorang mukmin. Bukanlah sekedar jargon-jargon kosong yang tidak
mencerminkan arti syahadat itu sendiri, akan tetapi makna syahadat
adalah berikrar dengan sepenuh hati, bersumpah dengan memahami arti yang
terkandung di dalamnya, bersaksi akan kebenaran syahadat dan berjanji
untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang termuat dalam panji kalimat ini.
Dan seorang mukmin harus berikrar untuk selalu mentaati kepada Allah dan
Rasul-Nya, memberikan wala’ (loyalitas) hanya kepada-Nya. Karena Dialah
Tuhan yang harus diabdi, dicintai, ditakuti dan hanya kepada-Nya kita
memohon dan berserah diri.
Inilah
yang disebut dengan iman yang sebenarnya. Iman yang tidak hanya
diucapkan lisan saja, namun dibenarkan oleh sang hati dan jiwa. Tidak
hanya sampai di sini, tapi juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan.
Perhatikan sabda Rasul saw; “Iman itu bukanlah hiasan dan khayalan belaka, akan tetapi iman harus dibuktikan dengan amal.” (HR Ad-Dailamy)
“
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang benar.” (QS 49:15)
Ketika
seorang hamba mempunyai iman seperti pengertian di atas, maka ia akan
merasakan ketenangan dan ketentraman jiwa (lihat 13:28), istiqomah
sepanjang hidup dengan meniti jalan ilahi (lihat 41:30), keberanian
dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dan menolak nilai-nilai kebatilan
dalam semua lini kehidupan (lihat 5:52) dan ia akan selalu optimisme
dalam menjalani kehidupan (lihat 24:55)
Syekhul
Islam Ibnu Taimiah –rahimahullah- berkata: “Hati tak akan merasa
tentram, bahagia dan lezat kecuali hanya dengan mencintai dan dalam
dekapan rahmat-Nya. Oleh karena mengaku cinta kepada-Nya berarti ia
harus menafikan kekasih-kekasih selain-Nya.” (Majmu’ Fatawa)
Hakekat Itu
Seorang mukmin yang telah berikrar dengan syahadat ini, ia harus mentaati apa-apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan kesempurnaan cinta dan ketundukan. Selanjutnya ia akan menerima dan ridlo terhadap ketentuan-ketentuan ilahiah tanpa berfikir panjang dan tawar menawar. Inilah rahasia firman Allah swt dan sabda Rasulullah berikut ini;
“ Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS: 33:36)
“
Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada
Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka
ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS: 24:51)
Kerelaan
ini muncul dan lahir dari proses panjang ketersibghoan akal yang
berfungsi untuk memilah dan memilih, hati yang berfungsi untuk
memutuskan dan jasad sebagai muara lahirnya perbuatan. Maka ketika tiga
unsur ini telah terwarnai dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan Islam maka ia akan melahirkan keyakinan, pemikiran dan amal
yang tidak bertentangan dengan Islam. Artinya niat yang ada dalam jiwa
ini adalah ketulusan yang tidak terwarnai dengan noda-noda riya’, sum’ah
(agar didengar) dan syuhrah (ketenaran). Manhaj (aturan ) yang diproduk
pemikiran ini mustahil bertentangan dengan yang telah digariskan oleh
Allah swt. Dan begitu pula gerakan-gerakan, tindakan-tindakan dan
seluruh aktivitas seorang mukmin benar-benar mengarah kepada titik yang
dikehendaki syahadat itu sendiri. Inilah “revolusi diri” yang lahir dari
pemahaman makna syahadat secara benar dan pengamalan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Perubahan totalitas itulah yang diinginkan,
ketika mukmin menyadari dan memahami arti syahadat yang sebenarnya. Ia
juga sadar bahwa bersyahadat adalah awal transaksi bisnis ukhrowi antara
dirinya dengan Allah. Ia telah menjual harta dan jiwa raga kepada Allah
swt. Inilah harga mati syahadat dan iman yang telah dilakukan oleh
mukmin. Tanpa ada penawaran dan penolokan dalam transaksi ini.
Perhatikan firman Allah swt;
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah;
lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang
lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar.” (QS: 9:111)
Begitu
juga hidup di bawah naungan panji-panji tauhid ini akan melahirkan wala
(loyalitas) terhadap Allah semata. Dan pada saat yang sama ia harus
bebas dari al-Alihah (Tuhan-tuhan), thogut-thogut (Syetan, dukun-dukun
dan sesembahan selain Allah), Arbab (Tokoh, cendekiawan, ilmuan dan
agamawan) dan sistem-sistem yang dimilikinya.
Buah Syahadat
Setelah makna syahadat mengakar dalam jiwa seorang mukmin, maka akan bermunculan dahan-dahan “inqilab syakhshy” (revolusi diri) yang semakin kokoh dan mempesona. Revolusi diri atau perubahan secara totalitas yang di bangun di atas pondasi keimanan akan berdampak pada semua lini kehidupan seorang mukmin. Baik secara individu, keluarga, masyarakat dan sampai tingkat perbaikan bangsa. Seorang muslim yang memiliki kekuatan syhadatain dalam dirinya, ia akan mempesona di hadapan Rabbnya dan manusia lain. Pesona-pesona islam selalu menghiasi lembaran kehidupannya. Apapun jabatannya, apapun nasabnya dan apapun sukunya, ia senantiasa menawan dengan nilai-nilai kebenran dan kebaikan islam.
Dan
bahtera keluarga yang dinahkodai pasangan suami istri yang memeliki
pemahaman dan kesadaran yang utuh tentang makna syahadatain, maka akan
semakin kokoh dan tenang dalam mengarungi samudra rumah tangganya. Pulau
mawaddah rahmah dan pelabuan sakinah adalah tujuan utama dan cita-cita
yang diharapkan.
Bangunan
individu dan keluarga yang kokoh merupakan tonggak awal kebaikan dalam
bangunan masyarakat. Karena salah satu kompenen utama atau variabel yang
mempengaruhi buruk dan baiknya sebuah masyarakat adalah kembali kepada
kwalitas individu dan keluarga yang berada di tengah-tengah masyarakat
tersebut. Dan akhirnya, fenomena kekuatan syahadatain dalam sebuah
masyarakat, menjadi gambaran sebuah bangsa. Bangsa yang kokoh adalah
bangsa yang di mana setiap individu dan keluarga yang hidup di dalamnya,
memiliki kekuatan pemahaman akan makna syahadatain dan semangat
mengimplementasikan dalam realitas kehidupannya. Penyair Arab berkata:
“Bangsa itu tergantung akhlak dan moralnya, Apabila moral dan akhlak
bangsa itu hilang maka hilanglah eksistensi bangsa tersebut.”
Maka bisa dikonklusikan bahwa buah syahadatain adalah adanya;
- Perbaikan individu muslim
- Perbaikan keluarga muslim
- Perbaikan masyarakat muslim
- Perbaikan bangsa dan negara.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama