
Ketika awal keluarnya dulu dari sorga, Adam dengan Hawwa
serta iblis, harus terdampar di dunia ini. Pase pembelajaran awal pada
laboratorium pertama yang bernama sorga itu telah mereka lewati. Iblis
dengan segala tipu dayanya berhasil menggelincirkan Adam dan Hawwa untuk
mendekati sebuah pohon yang telah diblack-list oleh Allah
sebagai pohon terlarang. Berbagai cara yang dilakukan oleh Iblis untuk
menundukkan musuhnya itu agar bisa memperdayanya. Sementara obyek yang
bisa dimamfaatkan ketika itu hanyalah satu, yaitu sang pohon terlarang.
Dengan kepiawaiannya dalam berargumen, Iblis mampu meyakinkan keduanya
bahwa dibalik larangan Allah itu ada maksud yang sangat tidak berpihak
kepada keduanya. Yaitu agar keduanya tidak bisa terdaftar dalam
keaggotaan malaikat dan tetap berada dalam sorga. Artinya, Iblis
berusaha meyakinkan Adam dan Hawa agar bisa memakan buah pohon tersebut
agar keduanya tetap bisa tinggal di sorga dengan bergelimang kenikmatan
yang tiada tara. Alasan yang sangat logis inilah yang menjerumuskannya,
sehingga keduanya melanggar larangan Allah swt.
Sejenak setelah larangan itu dilabrak, hiasan sorga yang
melekat pada diri mereka satu persatu lepas. Sehingga untuk menutupi
aurat masing-masing, keduanya berusaha meraih daun pepohonan. Iblis
bersorak penuh kebanggan sambil merayakan kemenanganya yang begitu
mengesankan. Walaupun karena tipu dayanya itu ia harus hengkang pula
dari sorga dan turun ke bumi bersama Adam dan Hawwa. Keduanya
diproklamirkan sebagai musuh bebuyutan, karena arus yang mereka bawa
berbeda. Satu mewakili hawa panas dengan kegelapannya, sementara yang
lain membawakan cahaya dengan kesejukannya. Di bumi inilah serial
pertempuran yang kedua, setelah babak pertama berakhir dengan keputusan
Allah untuk mengeluarkan mereka ke bumi, kembali dilanjutkan. Pesan
Allah ketika itu kepada Adam dan Hawwa hanya satu. Yaitu, bahwa jika
petunjuk-Nya telah datang, maka siapa pun mengikuti petunjuk-Nya maka ia
tidak akan merasa takut dalam menghadapi hidup dan tidak akan sedih
karena dirundung berbagai masalah yang berkepanjangan (QS Al-Baqarah :
38).
Namun sebelum Iblis keluar dari sorga, ia meminta kepada
Allah swt. agar diberi perpanjangan jata hidup di dunia hingga datangnya
hari kiamat. Dengan Hikmah-Nya, Allah mengabulkan permintaannya
tersebut (QS al-A’raf : 15). Setelah mendapat fasilitas umur, ia
bersumpah serapah akan menempuh berbagai cara dan arah untuk
menggelincirkan bani adam dari jalan-Nya yang lurus (QS al-A’raf : 16).
Untuk sumpah serapah itu, Allah menegaskan kepadanya bahwa
hamba-hamba-Nya yang ikhlas tidak akan mampu ditundukkan oleh tipu
dayanya. Adapun yang tunduk kepada Iblis, nantinya akan menjadi temannya
di neraka untuk menikmati berbagai panorama siksaan nan pedih lagi tak
berketepian.
KEIKHLASAN VERSUS KESYIRIKAN.
Senjata kaum muikmin adalah keikhlasan yang lahir dari
akumulasi keimanannya kepada Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, para
nabi-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir dan qadha serta qadar-Nya.
Keikhlasan ini memoles setiap ibadah murni (mahdah) yang dilakukan oleh sang hamba, seperti ; syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Begitu pun pada ibadah-ibadah ghairu mahdah,
seperti ; berderma, mencari rezki, tidur, makan dan aktivitas lainnya,
keikhlasan tetap mengalir dan menguatkan sendi-sendinya. Sehingga setan
merasa tidak ada pelung untuk menggugat dan menorobosnya. Terhadap hamba
demikian, setan hanya bisa gigit jari penuh penyesalan.
Tetapi bukan setan namanya kalu tidak punya nyali untuk
mencari berbagai larangan untuk dijadikan umpan. Kesyirikanlah menjadi
media paling ampuh untuk menggiring manusia agar ikut pada jalur
salahnya. Dengan nama ini, iblis bisa membuka berbagai lorong untuk
manusia agar bisa menjabak mereka dalam praktek kemusyrikian.
Kemisyrikan ini dikemas oleh Iblis dalam beragam bentuk. Ada kemusyrikan
yang terjadi katika berdo’a, ada pula yang terjadi ketika bersumpah,
dan berbagai bentuk kesyirikan lainnya.
RAGAM KESYIRIKAN.
Pada perkembagannya, syirik yang telah dirancang Iblis
semenjak awal kehadirannya di pentas dunia hingga saat ini terbagi atas
dua bagian besar. Pembagian ini berdasarkan pada bahaya yang
ditimbulkannya terhadap keyakinan seseorang. Keduanya adalah :
- Syirik pada masalah rububiyah Allah swt. (Penciptaan dan pegaturan segala kejadian di alam yang merupakan hak mutlak Allah swt.).
Syirik jenis ini terjadi ketika seseorang meyakini adanya
peran serta pihak lain selain Allah dalam mencipta, menjaga dan mengatur
kejadian di alam semesta ini. Seperti seseorang yang meyakini adanya
kekuatan pada benda keramat yang bisa menolak bala dan mendatangkan
rezqi. Seperti pula orang yang meyakini bahwa berhala bisa memberi
manfaat berupa rezqi dan menolak bahaya.
- Syirik pada masalah uluhiyyah Allah swt. (Ibadah).
Syirik ini terjadi ketika seseorang melakukan ibadah yang
nota bene disyariatkan oleh Allah swt., tetapi ia meniyatkan untuk Allah
dan untuk selain-Nya. Sebagai contoh ; seseorang yang berdo’a kepada
selain Allah atau seseorang yang menyembelih hewan untuk dipersembahkan
kepada jin atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Bahkan orang yang
berpuasa mutih dengan tujuan untuk kekebalan juga masuk dalam kategori
ini.
Syirik jenis ini juga terbagi dua, yaitu :
1. Syirik Besar.
Syirik jenis ini akan menyebabkan pelakunya
keluar dari Islam. Karena dengan melakukannya dengan penuh kesadaran
akan menghancurkan sendi-sendi akidah tauhid yang berbasis pada kalimat La Ilaha Illallah.
Kalimat yang menghendaki orang yang meyakininya tunduk dan patuh
terhadap konsekwensi yang dikandungnya.
Konsekwensi yang dimaksud adalah seperti :
(1) Ilmu yang yang dapat menghilangkan kebodohan tentang Allah swt,
(2) Keyakinan kepada Allah yang akan menghilangkan keraguan kepada-Nya,
(3) Menerima konsekwensi kalimat tauhid dengan hati dan lisannya yang dapat menghilamgkan sikap penolakan terhadap-Nya,
(4) Tunduk dan patuh terhadap kandungan kalimat tauhid yang nantinya akan menghilangkan sikap acuh tak acuh kepada-Nya,
(5) Jujur terhadan kalimat tauhid sehingga hilang darinya sikap munafik,
(6) Ikhlas yang akan menghilangkan riya dan kesyirikan, dan
(7) Kecintaan terhadap kalimat tauhid yang akan menghapus kebenciannya kepadanya.
Konsekwensi yang dimaksud adalah seperti :
(1) Ilmu yang yang dapat menghilangkan kebodohan tentang Allah swt,
(2) Keyakinan kepada Allah yang akan menghilangkan keraguan kepada-Nya,
(3) Menerima konsekwensi kalimat tauhid dengan hati dan lisannya yang dapat menghilamgkan sikap penolakan terhadap-Nya,
(4) Tunduk dan patuh terhadap kandungan kalimat tauhid yang nantinya akan menghilangkan sikap acuh tak acuh kepada-Nya,
(5) Jujur terhadan kalimat tauhid sehingga hilang darinya sikap munafik,
(6) Ikhlas yang akan menghilangkan riya dan kesyirikan, dan
(7) Kecintaan terhadap kalimat tauhid yang akan menghapus kebenciannya kepadanya.
Dengan kepiawaiannya, iblis berusaha menghancurkan
manusia dan jin dengan mengalihkan mereka kepada lawan dari konsekwensi
kalimat tauhid di atas. Yang mana, lawan dari konsekwensi tauhid itu
adalah ketidaktahuan
tentang Allah yang mengakibatkan kepada pencarian tuhan lain yang bisa
dainggap memiliki kemampuan untuk mendatangkan kebaikan dan menjauhkan
bahaya. Akibat dari ketidaktahuan ini, manusia kemudian ragu
terhadap Allah dan meyakini selain-Nya (berhala) sebagai pemegang
manfaat dan dianggap mampu melindungai merka dari bahaya. Dengan
keraguan terhadap Allah swt, manusia kemudian menolak aturan Allah dan lebih senang dengan aturan tuhan-tuhan yang disembah selain Allah. Dengan penolakan ini, manusia acuh tak acuh
lagi terhadap hukum Allah dan makin meningkatkan ketaatan mereka
terhadap selain Allah. Karena sikap acuh tak acuh terhadap Allah swt
ini, mereka lalu menjadi munafik. Lalu dari kemunafikan ini mereka beranjak menjadi musyrik kepada Allah swt. Kemusyrikaan inilah yang membuat mereka benci
kepada aturan Allah dan membuat mereka mencintai aturan tuhan-tuhan
selain Allah. Dengan demikian, mereka berada seratus persen di bawah
kerajaan iblis dan lepas dari wilayah Islam. Naudzu billah.
Jika dielaborasi lebih jauh, maka kita bisa memetakan
hal-hal yang bisa menghancurkan keislaman seseorang. Dalam penelitian
ulama, terdapat sepuluh hal yang bisa membatalkan keislaman seseorang.
Kesepuluh hal tersebut adalah sebagai berikut :
- Syirik dalam beribadah kepada Allah swt. firman Allah swt. : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) yang menyekutukan-Nya dan mengampuni dosa-dosa selain itu bagi siapa yang dikehendakinya”. (QS. An-Nisaa’ : 116).
- Mengambil perantara antara Allah dengan dirinya. Misalnya mengambil berhala sebagai perantara antara dirinya dengan Allah swt.
- Tidak mengkafirkan orang kafir, atau meragukan kekafiran mereka, atau cendrung membenarkan kekafiran mereka.
- Meyakini bahwa hukum yang tidak islami lebih sempurna dan integral dibanding dengan hukum Islam.
- Memandang remeh beberapa ajaran Islam atau pahala yang dijanjikan oleh Allah, serta memandang kecil siksaan Allah.
- Melakukan praktek perdukunan dan amalan sihir.
- Membantu kaum kafir dan musyrik dalam memusuhi kaum muslimin.
- Meyakini bahwa ada pihak tertentu yang tidak wajib mengikuti ajaran Rasulullah saw.
- Acuh terhadap agama Allah swt. ia tidak memepelajarinya dan tidak mengamalkannya.
2. Syirik Kecil.
Syirik jenis ini tidaklah membuat pelakunya keluar dari
Islam. Hanya saja, amalan yang terkait dengan syirik ini ikut terhapus
pahalanya. Riya termasuk dalam jenis ini. Jika seseorang melakukan suatu
ibadah dengan disertai riya maka amalan tersebut tidak berpahala.
Iblis pun tidak pernah lupa untuk berkonstribusi penuh
unutk merancang syirik jenis ini agar dilakoni oleh orang yang berilmu.
Dengan demikian, pahala yang dapat diperoleh dari ibadahnya berkurang
ataupun hilang tanpa bekas. Ada banyak pertimbangan kenapa iblis juga
berkepentingan dengan syirk jenis ini. Jika ia merasa bahwa orang-orang
yang menempuh jalur ilmu tidak bisa dikibuli dengan syirik besar maka
syirik kecillah yang menjadi umpan. Dengan inilah iblis bisa merugikan
orang-orang berilmu tanpa mereka menyadarinya.
BAHAYA SYIRIK BESAR.
Syirik besar tak diragukan lagi melemparkan
seseorang ke lorong gelap kekafiran. Jika seseorang melakukan syirik
besar maka segala pahala amalannya akan hancur lebur. Karena sejatinya
adalah bahwa pahala itu dari Allah swt. Jika seseorang berbuat syirik
kepada-Nya maka Ia tentu tidak lagi menjamin pahala yang selama ini
mereka peroleh karena beribadah kepada-Nya. Tentang hancurnya pahala
pelaku kemusyrikan, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya jika engkau
(hai Muhammad) berbuat syirik niscaya batallah amalmu. Dan pasti engkau
termasuk golongan orang-orang yang merugi”. Jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan demikian maka dosanya tidak akan diampuni. Firman Allah swt : “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni (dosa) yang menyekutukan-Nya dan mengampuni
dosa-dosa selain itu bagi siapa yang dikehendakinya”. (QS. An-Nisaa’ : 116) Bahkan syirik besar menyebabkan pelakunya kekal dalam neraka. Firman Allah swt. “Sesunggunya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah maka Allah pasti
mengharamkan kepadanya sorga. Dan tempatnya adalah neraka”. (QS. Al-Ma’idah : 72).
AL-WALA’ DAN AL-BARA SEBAGAI SOLUSI.
Jika kita merujuk kembali penyebab terjadinya
keikhlasan kepada Allah swt dengan menelusuri kembali syarat-sayarat
kalimat tauhid dan lawannya, maka sesunguhnya kita membutuhkan konsep
al-wala dan al-bara. Al-wala adalah pernyataan yang lahir secara murni
dari orang yang beriman unutk mencintai Allah dan membenci tuhan-tuhan
selain-Nya. Sedangkan al-bara adalah sikap berlepas diri yang diseratai
dengan perasaan benci dari semua thoghut besarta segala hukum yang lahir
darinya.
Al-wala’ dan al-bara ini sejatinya merupakan hakikat
kalimat tauhid, la ilaha illallah. karena kalimat la Ilaha sesungguhnya
merupakan bentuk berlepas diri atau meniadakan semua tuhan-tuhan yang
disembah selain Allah swt. sedangkan kalimat illallah merupakan
penegasan tentang al-wala’ kepada Allah swt dengan segala aturan yang
ditetapkan-Nya.
Banyak ayat menegaskan tentang prinsip ini. Misalnya, firman Allah swt : “Siapa
pun yang mengingkari para thogut, lalu beriman kepada Allah swt maka
sungguh ia telah berpegang teguh dengan tali yang kokoh”. (QS.al-Baqarah : 256). Pada ayat lain disebutkan, “Barang
siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sedang ia berbuat baik
(muhsin) maka sungguh ia telah berpegang teguh pada tali yang kokoh”. (QS.Lukman : 22). Ayat ini merupakan bentuk wala’ kepada Allah, sedang bentuk baro’nya dijelaskan oleh ayat lain seperti : “Barang
siapa yang mengikuti agama selain Islam maka amalnya tiadk akan
diterima dan ia termasuk orang yang merugi di akhirat kelak”. (QS.Ali Imran : 85).
Bahkan seluruh nabi yang diutus oleh Allah di
bumi membawa missi besar ini. Lihatlah Nabi Ibrahim AS. yang denga tegas
menyatakan kepada kaumnya yang berkomitmen kepada selain Allah :
“Sungguh aku berlepas diri dari tuhan-tuhan yang kalian sembah, kecuali
Tuhan yang menciptakan Aku”. Yakni bahwa semua yang kalian sembah selain
Allah tidak sama sekali saya gubris. Kecuali jika yang anda sembah
adalah Allah maka akulah orang pertama yang menyatakan komitmen
kepada-Nya (wala). Demikian pula nabi Hud, terhadap kaumnya ia
bertetiak lantang dengan penuh ketegasan, “Sembahlah Allah. Tidak ada
tuhan bagi kalian selain-Nya”. Demikian pula nabi dan rasul lainnya.
WALI ALLAH VERSUS WALI SETAN.
Dari prinsip inilah lahir dua golongan besar
manusia yang selalu mengisi kehidupan dunia dengan berbagai kreatifitas
yang dikembangkannya. Golongan pertama adalah para wali Allah yang
sering menyebut dirinya hizbullah. Sedangkan golongan kedua menjadi
rival yang disebut sebagai hizbussyaitan. Keduanya unjuk kebolehan dalam
menata nilai masing-masing dengan berusaha menyingkirkan berbagai
bentuk nilai yang dibangun oleh pihak lain. Keduanya berusaha membangun
supermasi hukum dengan mengembangkan sayap dalam bentuk intitusi,
lembaga, perusahaan, partai politik dan organisasi massa. Bahkan pada
skala nasional, mereka berusaha hadir dalam level kenegaraan. Kemudian
berusaha tampil di perhelatan internasional dengan memamerkan tekhnologi
persenjataan super canggih sebagai bukti keperkasaan mereka.
Sebenarnya tidak ada yang salah denga semua bentuk demikian. Karena dalam aktualisasi diri dan kelompok, semua manusia membutuhkan wadah sosial yang bernama perkumpulan Kesalahan terjadi ketika yang menjadi dasar semuanya adalah setan. Sehingga sadar atau tidak nilai-nilai Allah dikerdilkan. Ini jauh berbeda dengan lembaga, atauapapun namanya, yang dikembangkan dengan prinsip kecintaan kepada Allah. Pada bingkai demikian, aturan-aturan Allah-lah yang menjadi acuan. Sehingga jika terjadi kesalah maka kesalahan itu murni akibat kecerobohan personal yang tidak sama sekali tidak terkait dengan Islam sebagi produk Allah swt.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, di mana posisi kita dari sekian banyak lembaga yang bekerja di lapangan. Apakah kita, secara tidak sadar, berada dalam bingkai sebuah lembaga yang tidak menjadikan Allah sebagai landasan dalam berbuat. Sehingga mau tidak mau, sedikit demi sedikit, kita merasa memiliki sikap dualisme. Pada satu sisi, kita hendak menjadikan semua aktifitas kita sebagai ibadah, sedang di sisi yang lain kita terjebak pada mekanisme yang tidak mendukung, bahkan cendrung memusuhi nilai yang kita yakini. Ya Allah ! berikanlah kami jalan keluar dari kesyirikin, apa pun bentuknya. Dan tempatkanlah kami dalam jajaran hamba-Mu yang bekerja untuk-Mu.
Amin.
Oleh :Ust. Idrus Abidin
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama