
Andaikan ada berita yang mengabarkan tentang seorang anak yang
memperkosa ibu kandungnya sendiri, penulis yakin gelombang kutukan
terhadap pelaku perbuatan keji tersebut akan tak kuasa untuk dibendung!
Bisa dipastikan tidak ada satupun orang yang berakal sehat mendukung
perilaku munkar tersebut!
Namun, bagaimana halnya jika ada iklan bank yang mempromosikan pinjaman
dengan bunga lunak? Akankah ada pengingkaran terhadap praktek ribawi
tersebut? Ataukah justru hal itu dianggap sebagai berita yang lazim,
atau bahkan akan menuai pujian lantaran lunaknya bunga yang ditawarkan?
Lalu sebaliknya, ustadz yang memperingatkan umat dari bahaya berhubungan
dengan bank dalam model transaksi seperti itu, akan dicap sebagai orang
yang kaku, keras, saklek, dan segudang stigma lainnya?
Begitulah kira-kira sekelumit realita ketidaksadaran banyak umat dengan
bahaya riba. Padahal menurut kacamata Islam, berzina dengan ibu kandung
dan memakan riba dosanya adalah selevel!
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ”
“Riba ada tujuh puluh tiga tingkatan. Yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya”. HR. Al-Hakim dan dinyatakan sahih oleh beliau dan al-Albany.
Numismatik Indonesia
Riba adalah sumber
kerusakan di dunia ini. Anehnya riba semakin populer dan kokoh
mencengkram kita. Melalui Bank Sentral, riba masuk ke kantong dan dompet
kita berupa uang kertas dan uang digital (fiat money). Riba adalah dosa
besar setelah syirik dan durhaka kepada orang tua, dosa teringan dari
pelaku riba sama seperti dosa barzina kepada orang tua!
Berabad yang lalu, para banco (rentenir Yahudi) telah memperkenalkan
riba yang terselubung dalam berbagai modus, sehingga mayoritas umat
Islam kini hampir tak mengenali lagi bentuk dan wujud riba yang kian
mewabah. Empat belas abad silam, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasalam telah bersabda: “Sungguh akan datang kepada manusia, pada masa
itu tidak ada seorang pun dari mereka melainkan makan riba. Jika tidak
memakan riba, ia akan terkena debunya.”(HR. Abu Daud, Mishkat – dan Ibnu
Majah). Di antara riba yang terselubung adalah bank yang berlabel
syariah, pasar saham syariah, uang kertas, sampai kartu kredit syariah.
Tapi riba yang paling berbahaya tapi populer sehingga ia ada dalam
genggaman manusia adalah uang kertas.Uang kertas dilihat dari segi
fiqih, sudah jelas biangnya riba, ia mengandung sekaligus dua jenis
riba, yaitu riba al-fadl dan an-nasiah, riba uang kertas takkan dijumpai
dalam modus riba jenis lain. Riba al-fadl adalah kelebihan (surplus)
yang diperolehnya melalui pencetakan nominal uang di atas kertas, dengan
angka harga yang ditetapkan itu jauh di atas nilai intrinsiknya (harga
bendanya).
Misalnya uang Rp.100.000,- biaya intrinsiknya Rp.266,-/lembar, maka
kelebihannya adalah Rp.99.734. Inilah yang disebut riba tafadul (riba
yang ditentukan) atau disebut Seigniorge. Dan riba an-nasiah terjadi
karena penundaan pembayaran akhibat penimbunan uang (emas-perak) oleh
bank sentral di setiap negara. Ini menyebabkan neraca kredit berjalan
antar bilyet memaksa ditetapkannya bunga atas penundaan waktu untuk
kliring, yang disebut jasa penyewaan uang atau interest. (Sumber:
Dokumen Peruri & BI, Majalah Tempo, 25 Maret 2007).
Pertukaran uang kertas dengan berbagai barang dan jasa merupakan
pertukaran sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang nyata. Uang kertas
disebut ghaib karena pada hakikatnya uang kertas ini adalah banknote,
yaitu surat janji (note) dari bank yang menerbitkannya dan disebut
bilyet. Nota ini merupakan dayn atau utang, padahal utang pada bilyet
(banknote) tersebut tidak jelas kepada siapa ditujukannya? Dan kapan
dilunasinya?
Uang kertas hadir lewat penipuan para bankir sejak abad ke-17 masehi,
yang mendompleng penjajahan bangsa Eropa terhadap bangsa lain, yang
populer disebut imperialisme. Bukti bahwa uang kertas itu tak berharga
sama sekali, misalnya Rp.100.000,-, sobek menjadi tiga serpihan atau
lebih, maka lenyaplah sihir dan janji pada bilyet itu! Karena Bank
Sentral menolak penukaran uang kertas yang termultilasi lebih dari dua
bagian. Dan Bank Sentral memperlakukan uang kertas sesuai masa
berlakunya, sehingga seseorang yang terlambat menukarkan uang kertas
lama menjadi uang kertas baru, akan kehilangan assetnya yang tersimpan
dalam uang kertas itu.
Bank Sentral: Alat Mengeruk Kekayaan
Bagaimana mereka
melakukan ini? Sederhana. Pertama, mereka kuasai saham Bank Sentral,
lalu mereka memulai aksinya. Katakanlah uang yang beredar di sebuah
negara adalah 5 miliar riyal, kemudian Bank Sentral menerbitkan 15
miliar riyal baru yang diedarkan dalam bentuk pinjaman pembangunan. Maka
jumlah uang yang beredar menjadi 20 miliar riyal, ini akan melemahkan
daya beli dari 5 miliar riyal di masyarakat sebelumnya, karena nilainya
tinggal 25% dari perekonomian. Inilah yang disebut inflasi. Lalu
harga-harga melonjak, misalnya: semula 1 riyal = 1 kg kurma, dengan
inflasi tadi kini 1 riyal = 1/4 kg kurma. Dengan demikian Bank Sentral
mengontrol 75 % dari sirkulasi uang di negara tersebut. Tapi ini baru
tahap I.
Karena nilai uangnya merosot, maka pengusaha kembali ke bank untuk
mengajukan pinjaman baru untuk tambahan modal, sebab ongkos produksi
menjadi mahal. Kaum buruh menuntut kenaikan upah agar dapat hidup layak,
karena naiknya harga-harga. Saat Bank Sentral cukup puas dengan tingkat
utang di masyarakat, mereka mulai mengetatkan suplai uang dengan
mempersulit pinjaman dan menaikkan suku bunga. Uang yang beredar justru
tersedot kembali ke Bank Sentral, karena suku bunga deposito yang
menarik. Kehidupan ekonomi terasa sulit bagi kaum miskin, sebab uang
sulit diperoleh, begitu dapat uang daya belinya rendah. Sebagian warga
terpaksa mencari uang tambahan agar dapat membeli kebutuhan mereka, kaum
buruh kerja lembur, dan yang lain bisnis sampingan. Hidup mereka
diforsir untuk mencari uang. Ini tahap II.
Tahap III, para bankir duduk manis dan menunggu sebagian debitur gagal
bayar dan bangkrut. Ini akan memberi kesempatan kepada bank untuk
menyita kekayaan riil, bisnis, properti dan sebagainya, dengan membayar
harga murah lewat kredit macet. Dengan demikian Bank Sentral dapat
meraih untung, meski sebelumnya mereka telah menguasai 75 % perekonomian
lewat inflasi uang. Pabrik dan bisnis menjadi lesu, sebagian buruh di
PHK, ibu-ibu menggadaikan emas perhiasan mereka untuk bertahan hidup dan
bea pesantren anaknya. Aset masyarakat terus tersedot ke bank. Bahkan
emas perak harus diekpor ke luar negeri sesuai permintaan para bankir
(baca: Kaum Yahudi).
Setelah itu mereka mulai menguasai industri vital, sumber daya alam,
tanah, properti dan media massa. Pemilik saham Bank Sentral negara ini
kemudian berkomplot dengan rekan mereka sesama Yahudi di pasar valuta
asing (Valas). Konspirasi ini untuk merontokan nilai uang kertas riyal
negara Islam tersebut. Kenapa? Sebab sulthan telah lancang menegakkan
syariat Islam secara kaffah, dengan mencetak nuqud nabawi dinar dirham
sebagai wasilah muamalah rakyatnya. Tentu saja Iblis murka dong.
Pabrik-pabrik dibuat seakan-akan kolaps, harga-harga kembali meroket,
bisnis-bisnis pindah ke luar negeri, pengangguran kembali marak dan
kriminal merajalela, rakyatpun panik. Dahulu mereka mengharamkan
demokrasi apalagi turun ke jalan, namun krisis ekonomi telah berubah
menjadi krisis sosial dan krisis kepercayaan publik. Semua orang
menyalahkan sulthan karena menegakkan Islam secara benar. Media massa
mulai menghujat pemerintah, LSM nasionalis menuding sulthan terlalu niaf
dan ketinggalan jaman, bahkan sulthan mulai dikait-kaitkan dengan Osama
bin Laden, karena sama-sama Islam fundamental. Islam kaffah zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wasalam jangan diterapkan di zaman modern
ini.Batalkan nuqud nabawi sekarang! Zakat dan muamalah cukup dibayar
dengan riyal kertas. Begitu kira-kira tulisan di spanduk-spanduk
pendemo.
Demo berubah menjadi huru-hara. Dunia Internasional mengecam sulthan,
ulama panik dan mendesak sulthan untuk mengalah, asalkan Islam dibiarkan
hidup, meski hanya diseputar masjid saja. “Ibadah rutin & menuntut
ilmu saja ya, jangan diterapkan sekarang, tunggu khilafah tegak dulu,
baru Islam boleh kaffah dech” Kata investor Yahudi menasihati sulthan.
Pertanyaan: Apakah Riba boleh menjadi halal dengan terbitnya
Undang-undang? Apakah yang Haram menjadi Halal hanya karena mayoritas
manusia telah menggunakan barang Haram tersebut? Apakah sah status
darurat Anda ketika Pemerintah RI telah membolehkan dinar dirham beredar
sejak tahun 2000, sementara dakwah mengenai uang kertas = riba telah di
hadapan anda? Jawabnya cukup di dalam hati Anda saja.
Sejak awal kebangkitan para pemakan riba dari alam kubur saja, mereka
sudah berpenampilan mengenaskan; seperti orang gila yang kesurupan
setan!
“Orang-orang yang memakan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
“Orang-orang yang memakan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
Kelanjutannya, mereka terancam dengan siksaan yang sangat pedih di neraka.
“Barangsiapa mendapat peringatan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali (memakan riba), maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
“Barangsiapa mendapat peringatan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali (memakan riba), maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya”. QS. Al-Baqarah (2): 275.
Sunnah Nabi shallallahu’alaihiwasallam mendeskripsikan berbagai jenis siksaan yang disiapkan Allah untuk para pemakan riba.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menuturkan ‘kunjungannya’ ke neraka,
“Kami mendatangi sungai yang airnya merah seperti darah. Tiba-tiba ada
seorang lelaki yang yang berenang di dalamnya, dan di tepi sungai ada
orang yang mengumpulkan batu banyak sekali. Lalu orang yang berenang itu
mendatangi orang yang telah mengumpulkan batu, sembari membuka mulutnya
dan memakan batu-batu tersebut … Orang tersebut tidak lain adalah
pemakan riba”.HR. Bukhari (no. 7047) dari Samurah bin Jundub radhiyallahu’anhu.
Dalam hadits lain diceritakan,
“أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ، فَقُلْتُ: “مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ؟” قَالَ: “هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا”
“Pada
malam Isra’ aku mendatangi suatu kaum yang perutnya sebesar rumah, dan
dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut terlihat dari luar. Akupun
bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?”. “Mereka adalah para pemakan
riba” jawab beliau”. HR. Ibn Majah (no. 2273) dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinilai lemah oleh al-Albany.
Semoga tulisan sederhana ini bisa lebih menyadarkan kaum muslimin bahwa
riba hanyalah akan membawa kesusahan di dunia dan akhirat, maka ayo
bersegeralah untuk meninggalkan riba!
Sumber : kisahislami.com & tunasilmu.com
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama