Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri [pada bulan Ramadhan kepada manusia]” [Hadits Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984 dan tambahannya pada Muslim]
Dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri” [Riwayat Abu Dawud 1622 dan An-Nasa'i 5/50, padanya ada Al-Hasan
yang ber-'an'anah. Dan hadits sebelumnya sebagai syahid]
Sebagian Ahul ilmi menyatakan bahwa zakat fithri telah mansukh oleh
hadits Qais bin Sa’ad bin Ubadah, berkata : “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kami dengan shadaqah fithri sebelum
diturunkan (kewajiban) zakat dan tatkala diturunkan (kewajiban) zakat
beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami, tetapi
kami mengerjakannya (mengeluarkan zakat fithri)”.
Al-Hafidz Rahimahullah menjawab sangkaan tersebut dengan perkataannya
3/368 : “Bahwa pada sanadnya ada seorang rawi yang tidak dikenal[1] dan
kalaupun dianggap shahih tidak ada dalil yang menunjukkan atas naskh
(dihapusnya) hadits Qais yang menunjukkan wajibnya zakat fithri, mungkin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencukupkan dengan perintah
yang pertama, karena turunnya suatu kewajiban tidaklah menggugurkan
kewajiban yang lain”.
Imam Al-Kahthabiy Rahimahullah berkata dalam Ma’alimus Sunnan 2/214 :
“Ini tidak menunjukkan hilangnya kewajiban zakat fithri, tetapi hanya
menunjukkan tambahan dalam jenis ibadah, tidak mengharuskan dimansukhnya
hukum sebelumnya, kedudukan zakat harta (sebagaimana) kedudukan zakat
fithri (yaitu) berkaitan dengan riqab (orang-perorang)”
[2]. Siapa Yang Wajib Zakat ?
Zakat fithri atas kaum muslimin, anak kecil, besar, laki-laki,
perempuan, orang yang merdeka maupun hamba. Hal ini berdasarkan hadits
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri sebanyak satu gantang kurma, atau satu gantang gandum atas hamba
dan orang yang merdeka, kecil dan besar dari kalangan kaum muslimin”
[Hadits Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984]
Sebagian ahlul ilmi ada yang mewajibkan zakat fithri pada hamba yang kafir karena hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
Artinya : “Hamba tidak ada zakatnya kecuali zakat fithri” [Hadits Riwayat Muslim 982]
Hadits ini umum sedang hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits
khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata. “Tidak wajib atas
orang yang puasa karena hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri, pensuci bagi orang yang puasa dari perbuatan sia-sia, yang jelek
dan (memberi) makanan bagi orang miskin” [Telah Lewat Takhrijnya]
Imam Al-Khathabiy dalam Ma’alimus Sunan 3/214 menegaskan : “Zakat
fithri wajib atas orang yang puasa yang kaya atau orang fakir yang
mendapatkan makanan dari dia, jika illat diwajibkannya karena pensucian,
maka seluruh orang yang puasa butuh akan hal itu, jika berserikat dalam
‘illat berserikat pula dalam hukum”.
Al-Hafidz menjawab 3/369 : “Pensucian disebutkan untuk menghukumi
yang dominan, zakat fithri diwajibkan pula atas orang yang tidak
berpuasa seperti diketahui keshahihannya atau orang yang masuk Islam
sesaat sebelum terbenamnya matahari”.
Sebagian lagi berpendapat bahwa zakat fithri wajib juga atas janin,
tetapi kami tidak menemukan dalil akan hal itu, karena janin tidak bisa
disebut sebagai anak kecil atau besar, baik menurut masyarakat maupun
istilah.
[3]. Macam Zakat Fithri
Zakat dikeluarkan berupa satu gantang gandum, satu gantang korma,
satu gantang susu, satu gantang anggur kering atau salt, karena hadits
Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu.
“Artinya : Kami mengeluarkan zakat (pada zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam) satu gantang makanan, satu gantang gandum, satu
gantang korma, satu gantang susu kering, satu gantang anggur kering”
[Hadits Riwayat Bukhari 3/294 dan Muslim 985]
Dan hadits Ibnu Umar Radhiyallalhu ‘anhuma :
“Artinya : Rasulullah mewajibkan satu gantang gandum, satu gantang
korma dan satu gantang salt” [Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/80 dan
Al-Hakim 1/409-410]
Telah ikhtilaf dalam tafsir lafadz makanan dalam hadits Abu Said
Al-Khudri ada yang bilang hinthah (gandum yang bagus) ada yang bilang
selain itu, namun yang paling kuat (yang membuat hati ini tenang) lafadz
di atas mencakup seluruh yang dimakan termasuk hinthah dan jenis
lainnya, tepung dan adonan, semuanya telah dilakukan oleh para sahabat
berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami untuk
mengeluarkan zakat Ramadhan satu gantang makanan dari anak kecil, besar,
budak dan orang yang merdeka. Barangsiapa yang memberi salt (sejenis
gandum yang tidak berkulit) akan diterima, kau mengira beliau berkata,
“Barangsiapa yang mengeluarkan berupa tepung akan diterima, barangsiapa
yang menerima berupa adonan diterima” [Dikeluarkan Ibnu Khuzaimah 4/180,
dan sanadnya Hasan]
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Zakat Fithri satu gantang makanan, barangsiapa yang membawa gandum
diterima, yang membawa korma diterima, yang membawa salt (gandum yang
tidak berkulit) diterima, yang membawa anggur kering diterima, aku
mengira beliau berkata : “Yang membawa adonan diterima” [Dikeluarkan
Ibnu Khuzaimah 4/180, dan sanadnya Hasan]
Adapun hadits-hadits yang menafikan adanya hinthah (gandum) atau
bahwasanya Muawiyah Radhiyallahu ‘anhua berpendapat untuk mengeluarkan
dua mud dari samara (gandum) Syam, dan bahwa satu mud hinthah sebanding,
ini dimungkinkan karena jarangnya dan banyaknya jenis lain, atau karena
jenis-jenis hinthah itu melebihi yang ada di sini. Ini dikuatkan oleh
perkataan Abu Sa’id : “Dulu makanan kami adalah gandum, anggur kering,
susu yang dikeringkan dan korma” [Telah lewat takhrijnya]
Yang membantah seluruh dalil orang yang menyelisihi kita adalah satu
pembahasan yang akan datang ketika menjelaskan takaran zakat fithri,
menurut hadits-hadits shahih yang menegaskan adanya hinthah bahwa dua
mud hinthah sama dengan satu gantang anggur, agar kaum muslimin yang
mendudukan sahabat sesuai dengan kedudukan mereka, bahwa pendapat
Mu’awiyah bukanlah ijtihad hasil pikiran sendiri, tetapi berdasarkan
hadist marfu’ sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[4]. Ukuran Zakat Fithri
Seorang muslim diperbolehkan zakat fithri sesuai dengan jenis yang
disebutkan tadi, mereka ikhtilaf tentang hinthah, ada yang mengatakan
setengah gantang ini yang rajih, dan yang paling shahih berdasarkan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tunaikanlah satu gantang gandum atau korma, untuk dua orang satu
gantang dari gandum atas orang merdeka, hamba, anak kecil atau besar”
[Dikeluarkan oleh Ahmad 5/432 dari Tsa'labah bin Shuair, sanad rawinya
seluruhnya tasiqah, ada hadits oleh Daruquthni 2/151 dari Jabir dengan
sanad Shahih]
Gantang yang teranggap adalah gantang-nya penduduk Madinah, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
“Timbangan yang teranggap adalah timbangannya Ahlu Mekah, dan kiloan
yang teranggap adalah kiloan-nya orang Madinah” [Riwayat Abu Dawud 2340,
Nasa'i 7/281, Al-Baihaqi 6/31 dari Ibnu Umar dengan sanad Shahih]
[5]. Siapakah Yang Harus Dibayar Zakatnya ?
Seorang muslim harus mengeluarkan zakat fithri untuk dirinya dan
seluruh orang yang dibawah tanggungannya, baik anak kecil ataupun orang
tua laki-laki dan perempuan, orang yang merdeka dan budak, berdasarkan
hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma : “Kami diperintah oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam (mengeluarkan) shadaqah fithri atas anak
kecil dan orang tua, orang merdeka dan hamba dari orang-orang yang
membekalinya” [1]
[6]. Kemana Disalurkannya
Zakat tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang berhak
menerimanya, mereka adalah orang-orang miskin berdasarkan hadits Ibnu
Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
zakat fithri sebagai pembersih (diri) bagi yang berpuasa dari perbuatan
sia-sia dan perbuatan kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang
miskin”[2] Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam di dalam
Majmu’ Fatawa 2/71-78 serta murid beliau Ibnul Qayyim pada kitabnya yang
bagus Zaadul Ma’ad 2/44.
Sebagian Ahlul ilmi berpedapat bahwa zakat fithri diberikan kepada
delapan golongan, tetapi (pendapat) ini tidak ada dalilnya. Dan Syaikhul
Islam telah membantahnya pada kitab yang telah disebutkan baru saja,
maka lihatlah ia, karena hal tersebut sangat penting.
Termasuk amalan sunnah jika ada seseorang yang bertugas mengumpulkan
zakat tersebut (untuk dibagikan kepada yang berhak, -pent). Sungguh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewakilkan kepada Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah mengkhabarkan kepadaku agar
aku menjaga zakat Ramadhan” [Dikeluarkan oleh Bukhari 4/396]
Dan sungguh dahulu pernah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anuma mengeluarkan
zakat kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia
yang dibentuk oleh Imam (pemerintah, -pent) untuk mengumpulkannya.
Beliau (Ibnu Umar) mengeluarkan zakatnya satu hari atau dua hari sebelum
Idul fithri, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/83 dari jalan Abdul
Warits dari Ayyub, aku katakan : “Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu
gantang ?” Berkata Ayyub : “Apabila petugas telah duduk (bertugas)”. Aku
katakan : ‘Kapankah petugas itu mulai bertugas?” Beliau menjawab :
“Satu hari atau dua hari sebelum Idul Fithri”.
[7]. Waktu Penunaian Zakat
Zakat fithri ditunaikan sebelum orang-orang keluar (rumah) menuju
shalat ‘Id[3] dan tidak boleh diakhirkan (setelah) shalat atau dimajukan
penunaiannya, kecuali satu atau dua hari (sebelum Id) berdasarkan
riwayat perbuatan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berdasarkan kaidah rawi
hadits diketahui dengan makna riwayat dan apabila penunaian zakat itu
diakhirkan (setelah) shalat maka dianggap sebagai shadaqah berdasarkan
hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma : ” … Barangsiapa yang menunaikan
zakatnya sebelum shalat maka dia adalah zakat yang diterima, dan
barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah merupakan
suatu shadaqah dari beberapa shadaqah (yang ada)” [Telah lewat
Takhrijnya]
[8]. Hikmah Zakat
Allah Ta’ala mewajibkan zakat sebagai penscucian diri bagi
orang-orang yang berpuasa dari (perbuatan) sia-sia dan kotor serta
sebagai makanan bagi orang-orang miskin untuk mencukupi (kebutuhan)
mereka pada hari yang bagus tersebut berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma yang telah lalu.
[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul
Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]
_________
Foote Note.
[1]. Dikeluarkan oleh Daruquthni 2/14 dan Al-Baihaqi 4/161 dari Ibnu
Umar dengan sanad dhoif (lemah). Dan dikeluarkan Al-baihaqi 4/16 dari
jalan yang lain dari Ali, dan sanadnya terputus. Dan padanya ada jalan
yang mauquf dari Ibnu Umar pada Ibnu Asi Syaibah dalam Al-Mushannaf 4/37
dengan sanad shahih. Maka -dengan jalan-jalan ini maka haditsnya
menjadi hasan-
[2]. Telah lewat takhrijnya
[3]. Lihat pada kitab Ahkamul ‘Idain fis Sunnah Al-Muthahharah karya Ali Hasan Ali Abdul Hamid, cet. Maktabah Al-Islamiyah
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama