
Sejarah Nabi Muhammad SAW
BAB IX - IKRAR 'AQABA
Kabilah-kabilah Menolak Muhammad Secara Kasar, Tanda Kemenangan Dari Arah Yathrib, Hubungan Yahudi dengan Aus dan Khazraj, Beberapa Orang Yathrib Masuk Islam, Perang Bu'ath, Ikrar2 'Aqaba yang Pertama, Mush'ab b. 'Umair, Orang-orang Islam dari Yathrib, Ikrar 'Aqaba yang Kedua, Beritanya di Kalangan Quraisy, Komplotan Quraisy Mau Membunuh Muhammad, Catatan kaki.
Kabilah-kabilah Menolak Muhammad Secara Kasar
ORANG-ORANG
Quraisy tidak dapat memahami arti isra', juga mereka yang sudah Islam
banyak yang tidak memahami artinya seperti sudah disebutkan tadi. Itu
sebabnya, ada kelompok yang lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya
sudah sekian lama menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap
Muhammad dan terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka
sudah merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan bagi
Muhammad akan mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah ternyata
Thaqif dari Ta'if menolaknya dengan cara yang tidak baik. Demikian juga
kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb, Banu 'Amir dan Banu Hanifa semua
menolaknya, ketika ia datang mengenalkan diri kepada mereka pada musim
ziarah.
Sesudah itu Muhammad merasa, bahwa tiada
seorangpun dari Quraisy itu nampaknya yang dapat diharapkan diajak
kepada kebenaran. Kabilah-kabilah lain di luar Quraisy yang berada di
sekitar Mekah dan yang datang berziarah ke tempat itu dari segenap
penjuru daerah Arab, melihat keadaannya yang dikucilkan itu dan melihat
sikap permusuhan Quraisy kepadanya demikian rupa, membuat setiap orang
yang mendukungnya jadi memusuhi mereka. Sekarang sikap Quraisy tambah
keras pula menentangnya.
Meskipun Muhammad sudah merasa berbesar
hati karena adanya Hamzah dan 'Umar, dan meskipun ia sudah yakin, bahwa
Quraisy tidak akan terlalu membahayakan melebihi yang sudah-sudah
mengingat adanya pertahanan pihak keluarganya dari Banu Hasyim dan Banu
Abd'l-Muttalib, tapi ia melihat -sampai pada waktu itu- bahwa risalah
Tuhan itu akan terhenti hanya pada suatu lingkaran pengikutnya saja.
Mereka yang terdiri dari orang-orang yang masih lemah dan sedikit
sekali jumlahnya, hampir-hampir saja punah atau tergoda meninggalkan
agamanya kalau tidak segera datang kemenangan dan pertolongan Tuhan. Hal
ini berjalan cukup lama. Muhammad makin dikucilkan di tengah-tengah
keluarganya, kedengkian Quraisy juga bertambah besar.
Adakah pengasingan yang demikian ini telah
melemahkan jiwanya dan dapat mematahkan semangatnya? Sekali-kali tidak!
Bahkan kepercayaannya akan kebenaran yang datang dari Tuhan itu lebih
luhur daripada sekedar pertimbangan-pertimbangan yang akan dapat
melemahkan jiwa biasa. Bagi orang yang berjiwa luar biasa hal ini
justru akan lebih memperkuat kepercayaannya.
Dalam keadaan terasing itu - dengan
sahabat-sahabat di sekelilingnya - Muhammad yakin sekali Tuhan akan
memberikan pertolongan kepadanya dan agamanyapun akan mengatasi semua
agama. Badai kedengkian tidak sampai menggoyangkan hatinya. Bahkan
tetap ia tinggal di Mekah selama beberapa tahun. Tidak peduli ia harta
Khadijah dan hartanya sendiri akan habis. Keadaannya yang sangat miskin
tidak sampai melemahkan hatinya. Jiwanya tak pernah gandrung kepada
apapun selain dari pertolongan Tuhan yang sudah pasti akan diberikan
kepadanya.
Apabila musim ziarah sudah tiba,
orang-orang dari segenap jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah,
iapun mulai menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami
kebenaran agama yang dibawanya itu. Tidak peduli ia apakah
kabilah-kabilah tidak mau menerima ajakannya, atau akan mengusirnya
secara kasar. Beberapa orang pandir dari Quraisy berusaha menghasut
ketika diketahui ia terus menyampaikan amanat Tuhan itu kepada orang
ramai. Mereka memperlakukannya dengan segala kejahatan. Tetapi semua
itu tidak mengubah ketenangan jiwanya dan ia yakin sekali akan hari
esok. Allah Maha Agung telah mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu
Dialah Pembela dan Pendukung kebenaran itu. Tuhan juga Yang telah
mewahyukan kepadanya, supaya dalam berdebat hendaknya dilakukan dengan
cara yang sebaik-baiknya.
"Sehingga permusuhan antara engkau dengan
dia itu sudah seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur'an, 41: 34)
Dan supaya bicara dengan mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau mereka
mau sadar dan merasa gentar. Jadi, tabahkanlah hati menghadapi siksaan
mereka. Tuhan bersama mereka yang tabah hati.
Tanda Kemenangan Dari Arah Yathrib
Tidak
selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu tiba-tiba tampak tanda
permulaan kemenangan itu datang dari arah Yathrib. Bagi Muhammad
Yathrib mempunyai arti hubungan bukan hubungan dagang, tetapi suatu
hubungan yang dekat sekali. Di tempat itu ada sebuah kuburan, dan
sebelum wafat, sekali setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang
famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga kakeknya
Abd'l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah makam ayahnya,
Abdullah b. Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah Aminah sebagai isteri yang
setia berziarah. Dulu Abd'l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan
anak yang sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia
enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya. Jadi
bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu. Kemudian mereka
berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di tengah perjalanan, sampai
wafat. Lalu dikuburkan di Abwa' - pertengahan jalan antara Yathrib
dengan Mekah.
Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda
kemenangan bagi Muhammad itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang
mempunyai hubungan sedemikian rupa. Ke arah ini jugalah dulu ia
menghadap, tatkala dalam sembahyang itu al-Masjid'l-Aqsha di
Bait'l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa dan Isa.
Tidak heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yathrib. Di tempat ini
Muhammad akan beroleh kemenangan, di tempat ini Islam akan beroleh
kemenangan, di tempat ini pula Islam akan memperoleh sukses dan
berkembang.
Hubungan Yahudi dengan Aus dan Khazraj
Nasib
baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak terjadi pada kota
yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan Khazraj adalah penyembah
berhala di Yathrib. Mereka saling bertetangga dengan orang-orang
Yahudi. Sering pula timbul kebencian antara mereka itu dan dari
kebencian ini sampai timbul pula peperangan.
Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang
Masehi di Syam, yang berada di bawah pengaruh Rumawi Timur (Bizantium)
sangat membenci orang-orang Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka
inilah yang telah menyiksa dan menyalib Isa al-Masih. Mereka menyerbu
Yathrib guna memerangi orang-orang Yahudi. Akan tetapi karena tidak
berhasil mereka lalu membujuk dan meminta bantuan Aus dan Khazraj.
Tidak sedikit jumlah orang-orang Yahudi itu kemudian yang mereka bunuh.
Dengan demikian kedudukan orang-orang Yahudi sebagai yang dipertuan
dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj yang tadinya
terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah itu orang-orang
Arab itu berusaha lagi akan menghantam orang-orang Yahudi supaya
kekuasaan mereka atas kota yang makmur dan subur dengan pertanian dan
air itu lebih besar lagi. Siasat mereka ini berhasil baik sekali.
Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian
menyadari akan bencana yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan
kebencian pihak Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam,
Aus dan Khazrajpun demikian juga terhadap Yahudi.
Sekarang pengikut-pengikut Musa ini
melihat, bahwa pertempuran yang dilawan dengan pertempuran berarti akan
menghabiskan mereka sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai
bersahabat baik1 dengan orang-orang Arab, yang seagama dengan Ahli
Kitab. Maka dalam siasat mereka, mereka menempuh suatu cara bukan
mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan dengan menggunakan
siasat memecah-belah. Mereka melakukan intrik di kalangan Aus dengan
Khazraj, menyebarkan provokasi permusuhan dan kebencian di kalangan
mereka, supaya masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling
bertempur.
Dengan demikian selamatlah propaganda
mereka itu. Mereka sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan
mereka. Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali,
termasuk rumah-rumah dan harta tidak bergerak lainnya.
Di samping konflik karena berebut
kedaulatan dan kekuasaan dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib
itu, masih ada pengaruh lain yang lebih dalam pada pihak Aus dan
Khazraj melebihi penduduk jazirah Arab yang manapun juga - yaitu dalam
arti pengaruh rohani.
Beberapa Orang Yathrib Masuk Islam
Orang-orang
Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur monotheisma sangat mencela
tetangga-tetangga mereka yang terdiri dari kaum pagan dengan penyembah
berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan.
Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada
seorang nabi yang akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi
propaganda ini tidak sampai membuat orang-orang Arab itu mau menganut
agama Yahudi. Soalnya karena dua sebab: pertama karena selalu ada
perang antara kaum Nasrani dan kaum Yahudi, yang lalu membuat Yahudi
Yathrib hanya hidup cari selamat, yang berarti akan menjamin lancarnya
perdagangan mereka. Kedua, orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa mereka
adalah bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain
memegang kedudukan ini. Di samping itu mereka memang tidak pernah
mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun tidak pula keluar
dari lingkungan Keluarga Israil. Atas dasar ke dua sebab tersebut,
hubungan tetangga dan hubungan dagang antara Yahudi dengan Arab -Aus
dan Khazraj - membuat lebih banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian
dan masalah-masalah agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang
lain. Ini menunjukkan bahwa tak ada suatu golongan dari kalangan Arab
yang dapat menerima ajakan Muhammad dalam arti spiritual seperti yang
dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.
Suwaid bin'sh-Shamit adalah seorang
bangsawan terkemuka di Yathrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya,
kebangsawanan dan keturunannya, masyarakatnya sendiri menamakannya
al-Ramil (yang sempurna). Pada waktu membicarakan ini Suwaid sedang
berada di Mekah berziarah. Muhammad lalu menemuinya dan diajaknya ia
mengenal Tuhan dan menganut Islam.
"Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku," kata Suwaid.
"Apa yang ada padamu?" tanya Muhammad.
"Kata-kata mutiara oleh Luqman."
Lalu Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan.
"Memang itu kata-kata yang baik," kata
Muhammad setelah oleh Suwaid dikemukakan. "Tapi yang ada padaku lebih
utama tentunya, yaitu Qur'an sebagai bimbingan dan cahaya."
Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur'an itu
kepadanya disertai ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali
Suwaid mendengar ini.
"Memang baik sekali ini," katanya. Lalu ia
pergi hendak memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata
ketika ia dibunuh oleh Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.
Peristiwa Suwaid b. Shamit ini bukan contoh
satu-satunya yang menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di
Yathrib yang bertetangga itu, dari segi rohani.
Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu
bermusuhan sebagai akibat provokasi pihak Yahudi seperti yang sudah
kita ketahui, satu sama lain mencari sekutu di kalangan kabilah-kabilah
Arab untuk memerangi lawannya. Dalam hal ini kedatangan Abu'l Haisar
Ans b. Rafi' ke Mekah disertai pemuda-pemuda dari Banu Abd'l-Asyhal -
termasuk Iyas b. Mu'adh - adalah dalam rangka mencari persekutuan
dengan pihak Quraisy dan golongannya sendiri dari pihak Khazraj.
Muhammad mengetahui hal ini. Ditemuinya mereka itu, dan
diperkenalkannya Islam kepada mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur'an
kepada mereka.
Pada waktu itu, Iyas b.Mu'adh sebagai
pemuda remaja mengatakan: "Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada
apa yang ada pada kita semua."
Perang Bu'ath
Mereka
kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk Islam di antara
mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang sibuk mencari sekutu
sebagai suatu persiapan karena adanya insiden Bu'ath yang telah
melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam api perang saudara itu, tidak lama
sesudah Abu'l Haisar dan rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi
kata-kata Muhammad 'alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke
dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu membuat
Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi, sebagai Rasul,
sebagai wakil dan pemuka mereka.
Memang, terjadinya insiden Bu'ath itu tidak
lama sesudah Abu'l-Haisar kembali ke Yathrib. Pada waktu itulah
pertempuran sengit antara Aus dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat
timbulnya permusuhan yang berakar dalam sekali. Setiap golongan lalu
bertanya-tanya kalau-kalau mereka itu yang menang: akan tetapkah mereka
dengan kawan-kawan mereka itu, ataukah akan dikikis habis. Abu Usaid
Hudzair sebagai pemuka Aus, sangat dendam sekali kepada Khazraj.
Tatkala pertempuran sudah dimulai, pihak
Aus mengalami suatu kekacauan. Mereka lari tunggang-langgang ke arah
Najd, yang oleh pihak Khazraj lalu diejek. Hudzair yang mendengarkan
ejekan itu menetakkan ujung lembingnya ke pahanya; lalu turun dengan
mengatakan:
"Sungguh luar biasa! Tidak akan tinggal
diam sebelum aku mati terbunuh. Wahai masyarakat Aus, kalau kamu mau
menyerahkan aku, lakukanlah!"
Pihak Aus sekarang mau bertempur lagi.
Pengalaman pahit yang telah menimpa mereka menyebabkan mereka kini
berjuang mati-matian. Khazraj dapat mereka hancurkan. Rumah-rumah dan
kebun kurma Khazraj oleh Aus dibakar. Kemudian Sa'd b. Mu'adh
al-Asyhadi bertindak melindungi Khazraj. Sementara itu Hudzair
bermaksud akan mendatangi rumah demi rumah, membunuhi satu-satu mereka
sampai tak ada yang hidup lagi, kalau tidak segera Abu Qais ibn'l-Aslat
kemudian datang mencegahnya guna menjaga solidaritas kepercayaan
mereka. "Bertetangga dengan mereka lebih baik daripada bertetangga
dengan rubah."
Sejak itu orang-orang Yahudi dapat
mengembalikan kedudukannya di Yathrib. Baik yang menang maupun yang
kalah dari kalangan Aus dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang
akibat buruk yang telah mereka lakukan itu. Hal ini yang sekarang
terpikir oleh mereka, dan mereka sudah mempertimbangkan pula akan
mengangkat seorang raja atas mereka itu. Untuk itu mereka lalu memilih
Abdullah b. Muhammad dari pihak Khazraj yang sudah kalah, mengingat
kedudukan dan pandangannya yang baik. Akan tetapi karena perkembangan
situasi yang begitu pesat, keinginan mereka itu tidak sampai
terlaksana. Soalnya ialah karena ada beberapa orang dari Khazraj pergi
ke Mekah pada musim ziarah.
Di tempat ini Muhammad menemui mereka dan
menanyakan keadaan mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka
adalah kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi di
Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.
"Sekarang akan ada seorang nabi utusan
Tuhan yang sudah dekat waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami
dengan dia akan memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan
diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling
berpandang-pandangan.
"Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan
orang-orang Yahudi kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka
mendahului kita."
Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri mereka masuk Islam. Lalu kata mereka:
"Kami telah meninggalkan golongan kami -
yakni Aus dan Khazraj - dan tidak ada lagi golongan yang saling
bermusuhan dan saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan
mereka dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan
tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."
Ikrar2 'Aqaba yang Pertama
Orang-orang
itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara mereka itu dari
Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari pihak ibu - kakek Muhammad
yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka
menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula
dengan senang hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi
golongan monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih
baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus
atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Muhammad 'alaihissalam.
Tiba giliran tahun berikutnya, bulan-bulan
sucipun datang lagi bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke
tempat itu datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini
bertemu dengan Nabi di 'Aqaba. Di tempat inilah mereka menyatakan ikrar
atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian dikenal dengan nama) Ikrar
'Aqaba pertama. Mereka berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan
Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak
mengumpat dan memfitnah, baik di depannya atau di belakang. Jangan
menolak berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat
pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada
Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa.
Mush'ab b. 'Umair
Dalam
hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush'ab bin 'Umair supaya
membacakan Qur'an kepada mereka, mengajarkan Islam serta seluk-beluk
hukum agama.
Setelah adanya ikrar ini Islam makin
tersebar di Yathrib. Mush'ab bertugas memberikan pelajaran agama di
kalangan Muslimin Aus dan Khazraj. Gembira sekali ia melihat kaum
Anshar itu makin teguh kepercayaannya kepada Allah dan kepada
kebenaran. Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, ia datang lagi ke
Mekah dan kepada Muhammad diceritakannya keadaan Muslimin di Yathrib
itu; tentang ketahanan dan kekuatan mereka, dan bahwa pada musim haji
tahun ini mereka akan datang lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar
dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat.
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab
ini membuat Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di
Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat juga. Dari
orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka tidak mendapat
gangguan seperti yang dialami oleh kawan-kawannya di Mekah karena
gangguan Quraisy. Di samping itu Yathrib lebih makmur daripada Mekah -
ada pertanian, ada kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali
apabila Muslimin Mekah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara mereka
di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas dari Quraisy
yang selalu memfitnah agama mereka.
Orang-orang Islam dari Yathrib
Selama
Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan orang-orang dari
Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang menceritakan
adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan
perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada
orang yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah
dipertemukan Allah bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga
hijrah? Ia tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar
bahwa ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun Keluarga Hasyim dan Keluarga
Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka tidak akan membelanya
dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka yang sudah menjadi
pengikutnya juga takkan dapat melindungi diri dari penganiayaan Quraisy
dan segala macam -kejahatannya.
Ikrar 'Aqaba yang Kedua
Tahun
ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya banyak
sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga pria dan
dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini, terpikir oleh Muhammad
akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak terbatas hanya pada seruan
kepada Islam seperti selama ini, yang selama tigabelas tahun ini
terus-menerus dilakukannya, dengan lemah-lembut, dengan segala
kesabaran menang gung pelbagai macam pengorbanan dan kesakitan -
melainkan kini lebih jauh lagi dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi
suatu pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin dapat
mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan dengan
serangan. Muhammad lalu mengadakan pertemuan rahasia dengan
pemimpin-pemimpin mereka.
Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya
pertemuan itu akan diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari
Tasyriq3. Peristiwa ini oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari
kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu sampai lewat
sepertiga malam dari janji mereka dengan Nabi, mereka keluar
meninggalkan kemah, pergi mengendap-endap seperti burung ayam-ayam,
sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu terbongkar.
Sesampai mereka di gunung 'Aqaba, mereka
semua memanjati lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua
wanita itu. Mereka tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.
Kemudian Muhammad pun datang, bersama
pamannya 'Abbas b. Abd'l-Muttalib - yang pada waktu itu masih menganut
kepercayaan golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu ia sudah
mengetahui dari kemenakannya ini akan adanya suatu pakta persekutuan;
dan adakalanya hal ini dapat mengakibatkan perang. Disebutkan juga,
bahwa dia sudah mengadakan perjanjian dengan Keluarga Muttalib dan
Keluarga Hasyim untuk melindungi Muhammad. Maka dimintanya ketegasan
kemanakannya itu dan ketegasan golongannya sendiri, supaya jangan kelak
timbul bencana yang akan menimpa Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib,
dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib itu akan kehilangan
pembela. Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang pertama kali bicara.
"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata
'Abbas. "Posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah sama-sama
tuan-tuan ketahui. Kami dan mereka yang sepaham dengan kami telah
melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang
yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di
negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan juga.
Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji seperti yang
tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat melindunginya dari mereka
yang menentangnya, maka silakanlah tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi,
kalau tuan-tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar
sesudah berada di tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik
tinggalkan sajalah."
Setelah mendengar keterangan 'Abbas pihak
Yathrib menjawab: "Sudah kami dengar apa yang tuan katakan. Sekarang
silakan Rasulullah bicara. Kemukakanlah apa yang tuan senangi dan
disenangi Tuhan."
Setelah membacakan ayat-ayat Qur'an dan memberi semangat Islam, Muhammad menjawab:
"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."
Ketika itu Al-Bara' b. Ma'rur hadir. Dia
seorang pemimpin masyarakat dan yang tertua di antara mereka. Sejak
ikrar 'Aqaba pertama ia sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban
agama, kecuali dalam sembahyang ia berkiblat ke Ka'bah, sedang Muhammad
dan seluruh kaum Muslimin waktu itu masih berkiblat ke
al-Masjid'l-Aqsha. Oleh karena ia berselisih pendapat dengan
masyarakatnya sendiri, begitu mereka sampai di Mekah segera mereka minta
pertimbangan Nabi. Muhammad melarang Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.
Setelah tadi Muhammad minta kepada Muslimin
Yathrib supaya membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak
mereka sendiri, Al-Bara' segera mengulurkan tangan menyatakan ikrarnya
seraya berkata: "Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang
peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur
kami."
Tetapi sebelum Al-Bara' selesai bicara, Abu'l-Haitham ibn't-Tayyihan datang menyela:
"Rasulullah,
kami dengan orang-orang itu - yakni orang-orang Yahudi - terikat oleh
perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa jadinya kalau
kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan,
tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"
Muhammad tersenyum, dan katanya: "Tidak,
saya sehidup semati dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya
adalah tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan
perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang tuan-tuan ajak
berdamai."
Tatkala mereka siap akan mengadakan ikrar
itu, 'Abbas b. 'Ubada datang menyela dengan mengatakan:
"Saudara-saudara dari Khazraj. Untuk apakah kalian memberikan ikrar
kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak melakukan
perang terhadap yang hitam dan yang merah4 melawan orang-orang itu5.
Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis binasa
dan pemuka-pemuka tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan akan menyerahkan
dia (kepada musuh), maka (lebih baik) dari sekarang tinggalkan saja
dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan lakukan, ini adalah suatu
perbuatan hina dunia akhirat. Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat
menepati janji seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu, sekalipun
harta-benda tuan-tuan akan habis dan bangsawan-bangsawan akan mati
terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu
perbuatan yang baik, dunia akhirat."
Orang ramai itu menjawab:
"Akan kami terima, sekalipun harta-benda
kami habis, bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah,
kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.
Mereka lalu mengulurkan tangan dan dia juga membentangkan tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.
Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:
"Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:
"Tuan-tuan adalah penanggung-jawab
masyarakat tuan-tuan seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa
bin Mariam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."
Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:
"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu
suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata
yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik
siapapun atas jalan Allah ini."
Peristiwa ini selesai pada tengah malam di
celah gunung 'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai, atas dasar
kepercayaan, bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan
tetapi, begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka mendengar ada
suara berteriak yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan
orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah berkumpul akan memerangi
kamu!"
Suara itu datangnya dari seseorang yang
keluar untuk urusannya sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit
dengan melalui pendengarannya yang selintas, ia lalu bermaksud hendak
mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan kegelisahan dalam hati
mereka, bahwa rencana mereka malam itu diketahui. Akan tetapi pihak
Khazraj dan Aus tetap pada janji mereka. Bahkan 'Abbas b. 'Ubada -
setelah mendengar suara si mata-mata itu - berkata kepada Muhammad:
"Demi Allah Yang telah mengutus tuan atas
dasar kebenaran, kalau sekiranya tuan sudi, penduduk Mina itu besok
akan kami habiskan dengan pedang kami."
Ketika itu Muhammad menjawab:
"Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah tuan-tuan."
Merekapun kembali ke tempat mereka bermalam, lalu tidur. Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.
Beritanya di Kalangan Quraisy
Akan
tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar itu.
Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemuka-pemuka Quraisy mendatangi
Khazraj di tempatnya masing-masing. Mereka menyesalkan Khazraj dan
mengatakan, bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi
kenapa mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika itu juga
orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal
semacam itu tidak ada sama sekali. Sedang Muslimin malah diam saja
setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan mempercayai keterangan
orang-orang yang seagama dengan mereka itu.
Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat
mengiakan atau meniadakan berita tersebut. Tetapi mereka terus
menyelidiki, kalau-kalau dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya.
Sementara itu orang-orang Yathrib sudah mengangkat perbekalan mereka
dan kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy mengetahui benar
apa yang mereka lakukan itu.
Setelah kemudian Quraisy mengetahui, bahwa
berita itu memang benar, mereka berangkat mencari orang-orang Yathrib
itu. Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain
Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke Mekah. Ia disiksa.
Tetapi kemudian Jubair b. Mut'im b. 'Adi dan al-Harith b. Umayya datang
menolongnya. Dulu orang ini pernah menolong mereka ketika mereka dalam
perjalanan perdagangan ke Syam lewat Yathrib.
Kalau begitu kekuatiran Quraisy kiranya
tidak berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang
telah ikrar kepada Muhammad akan memerangi mereka itu. Mereka telah
mengenalnya selama tigabelas tahun terus-menerus, sejak permulaan
kenabiannya. Mereka sudah berusaha mati-matian melancarkan perang pasif
itu kepadanya, dan masing-masing sudah pula menghadapinya. Mereka
mengetahui itu adalah karena keyakinannya kepada Tuhan, karena teguhnya
ia berpegang pada ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat dilunakkan dan
tak dapat pula dibujuk. Ia tak pernah gentar menghadapi gangguan,
menghadapi siksaan, menghadapi pembunuhan. Sesudah ia dan
pengikut-pengikutnya disakiti dengan pelbagai macam gangguan, sesudah ia
dikepung di celah-celah bukit, seluruh penduduk Mekah diteror dengan
bermacam-macam ketakutan supaya jangan jadi pengikutnya, terbayang oleh
Quraisy bahwa mereka sudah hampir mengalahkannya, kegiatannya hanya
akan terbatas dalam lingkaran sempit pengikut-pengikutnya yang masih
berpegang pada agama itu saja. Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama
lagi sudah akan jemu dalam pengasingan, dan akan kembali tunduk
menyerah di bawah kekuasaan mereka.
Tetapi sekarang, dengan adanya perjanjian
persekutuan baru ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka didepan
Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Setidak-tidaknya harapan kebebasan
menyebarkan agama, serta menyerang berhala-berhala dan
penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang akan terjadi kelak terhadap
masyarakat seluruh jazirah Arab itu, bila sudah mendapat bantuan
Yathrib berikut Aus dan Khazrajnya, dan sesudah mendapat perlindungan
dari serangan musuh, disertai adanya kebebasan melakukan upacara agama
serta mengajak pihak lain turut bergabung. Kalau Quraisy tidak dapat
mengikis gerakan ini di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran
mereka pada hari kemudiannya tetap selalu membayang, dan kemenangan
Muhammad terhadap mereka masih tetap menggelisahkan mereka.
Oleh karena itu sungguh-sungguh mereka
memikirkan apa yang harus mereka lakukan guna menggagalkan usaha
Muhammad itu, serta menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia
sendiri tidak kurang dari Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang
telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah pintu kehormatan bagi
agama Allah, pintu yang akan memberi tempat pada arti kebenaran.
Perjuangan yang sekarang berkecamuk antara dia dengan pihak Quraisy,
adalah suatu peristiwa yang paling hebat terjadi sejak masa
kerasulannya, yakni suatu perjuangan hidup atau mati bagi kedua belah
pihak. Sudah tentu, kemenangan itu ada pada pihak yang benar.
Keputusannya sudah bulat. Bolehlah ia minta pertolongan Tuhan. Biarlah,
segala tipu-daya yang sudah dilakukan Quraisy itu akan bersifat lebih
menghina mereka sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju,
tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati. Masalahnya adalah
masalah kecekatan politik dan kecerdikan seorang pemimpin yang saksama.
Muhammad Mengijinkan Muslimin Mekah Hijrah ke Yathrib
Dimintanya
sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke Yathrib. Hanya saja
dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka terpencar-pencar, supaya
jangan sampai menimbulkan kepanikan pihak Quraisy terhadap mereka.
Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah
secara sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal
itu rupanya sudah diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera
bertindak, berusaha mengembalikan yang masih dapat dikembalikan itu ke
Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan mereka,
kalau tidak akan disiksa dan dianiaya. Sampai-sampai tindakan itu ialah
dengan cara memisahkan suami dari isteri; kalau si isteri dari pihak
Quraisy ia tidak dibolehkan pergi ikut suami. Yang tidak menurut,
isterinya yang masih dapat mereka kurung, dikurung.
Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat
lebih dari itu. Mereka kuatir akan pecah perang saudara antar-kabilah
jika mereka mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.
Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke
Yathrib, sedang Muhammad tetap berada di posnya. Tak ada orang yang
mengetahui, dia akan tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah
mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu juga mereka tidak
mengetahui, ketika sahabat-sahabatnya diijinkan hijrah ke Abisinia,
sedang dia sendiri tetap di Mekah menyerukan anggota-anggota
keluarganya yang lain ke dalam Islam. Bahkan Abu Bakrpun, ketika minta
ijin akan turut hijrah ke Yathrib, ia hanya berkata: "Jangan
tergesa-gesa; kalau-kalau Tuhan menyertakan seorang kawan." Dan tidak
lebih dari itu.
Sungguhpun begitu pihak Quraisy sendiri
sudah seribu kali memperhitungkan hijrah Nabi ke Yahtrib itu. Jumlah
kaum Muslimin di sana sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir mereka
itu menjadi pihak yang menentukan. Sekarang datang pula mereka yang
hijrah dari Mekah menggabungkan diri, sehingga mereka jadi bertambah
kuat juga adanya. Dalam pada itu, apabila Muhammad - orang yang sudah
mereka kenal berpendirian teguh dengan pendapatnya yang tepat dan
berpandangan jauh - sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk
Yathrib itu kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur
perjalanan perdagangan mereka ke Syam atau akan membuat mereka mati
kelaparan seperti yang pernah mereka lakukan dulu terhadap Muhammad dan
sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam pemboikotan dan
memaksa mereka tinggal di celah-celah gunung selama tigapuluh bulan.
Komplotan Quraisy Mau Membunuh Muhammad
Apabila
Muhammad masih tinggal di Mekah dan berusaha akan meninggalkan tempat
itu, maka mereka masih merasa terancam oleh adanya tindakan pihak
Yathrib dalam membela Nabi dan Rasul. Jadi tak ada jalan keluar bagi
mereka selain dengan membunuhya. Dengan begitu mereka lepas dari
malapetaka yang terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka
membunuhnya, tentu Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib akan menuntut
balas. Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana yang
sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.
Sekarang mereka mengadakan pertemuan di
Dar'n-Nadwa membahas semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya.
Salah seorang dari mereka mengusulkan:
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup
pintunya rapat-rapat kemudian awasi biar dia mengalami nasib seperti
penyair-penyair semacamnya sebelum dia; seperti Zuhair dan Nabigha."
Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.
"Kita keluarkan dia dari lingkungan kita,
kita buang dari negeri kita. Sesudah itu tidak perlu kita pedulikan
lagi urusannya," demikian terdengar suara yang lain. Tetapi mereka
kuatir ia akan terus menyusul ke Medinah dan apa yang mereka takuti
justru akan menimpa mereka.
Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap
kabilah akan diambil seorang pemuda yang tegap, dan setiap pemuda itu
akan dipersenjatai dengan sebilah pedang yang tajam, yang secara
bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya dapat
dipencarkan antar-kabilah. Dengan demikian Banu 'Abd Manaf takkan dapat
memerangi mereka semua. Mereka akan menebus darah itu kemudian dengan
harta. Maka terlepaslah Quraisy dan orang yang membuat porak-poranda
dan mencerai-beraikan kabilah-kabilah mereka itu.
Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa
cukup puas. Mereka mengadakan seleksi di kalangan pemuda-pemuda mereka.
Mereka menganggap bahwa soal Muhammad akan sudah selesai. Beberapa
hari lagi ia akan terkubur habis ke dalam tanah, bersama ajarannya, dan
mereka yang sudah hijrah ke Yathrib akan kembali ke tengah-tengah
masyarakat, akan kembali kepada kepercayaan dan kepada dewa-dewa
mereka. Quraisy dan negeri Arab yang sudah dipecah-belah, kedudukannya
yang sudah mulai lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.
Catatan kaki:
[1]
Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau bersahabat baik
antar kabilah bersangkutan yang biasa berlaku dalam tradisi masyarakat
Arab pada masa itu. Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang mengadakan
persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
[2] Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan dan sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).
[3] Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
[4] Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang (A).
[5] Yakni Quraisy (A).
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama