Ali dilahirkan di Kota Mekah, di daerah
Hejaz Jazirah Arab sekitar 10 tahun sebelum kenabian Muhammad SAW.
Ayahnya adalah: Abu Thalib, paman
Nabi saw, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy.
Ibunya
adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Sebelum
datangnya
Islam, keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih
sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat.
Sejak kecil, Ali RA dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani. Ali RA mengikuti Nabi SAW sejak umur 6 tahun. Ia juga termasuk dalam golongan yang pertamakali mengakui kenabian Muhammad SAW. Ia dikenal sebagai sosok yang gagah berani dan sederhana (zuhud). Keberaniannya itu ia tunjukkan dalam kesanggupannya untuk menggantikan posisi nabi ditempat tidur ketika Nabi SAW akan hijrah. Kala itu kaum kafir sudah mengepung rumah Nabi SAW, namun Ali RA tidak sedikitpun merasa takut.
Ali meminang salah seorang anak Nabi SAW, yaitu Fatimah Az-zahra. Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein,
Zainab, Ummu Kultsum, dari Fathimah binti Rasulullah Saw. Seorang isteri yang
tidak pernah diperlakukan buruk oleh Ali r.a. selama hidupnya. Bahkan Ali tetap
selalu mengingatnya setelah kematiannya. Ia juga mempunyai beberapa orang anak
dari isteri-isterinya yang lain, yang ia kawini setelah wafatnya Fathimah r.a.
Baik isteri dari kalangan wanita merdeka maupun hamba sahaya. Yaitu: Muhsin,
Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu Bakar, Abbas, Utsman, Ja'far,
Abdullah al Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al Awsath,
Ummu Hani, Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab ash Shugra, Ummu Kaltsum ash
Shugra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummu al Karam, Ummu Salmah, Ummu Ja'far,
Jumanah, dan Taqiyyah.
Keberaniannya itu pula ia tunjukkan untuk membela
panji-panji Islam. Dalam perang Badar,
dimana pasukan muslimin hanya sedikit, sedangkan kaum kafir yang menyerang
berlipat-lipat jumlahnya. Ali RA menjadi
penyemangat kaum muslimin, sehingga meraih kemenangan. Karena sulitnya
menghadapi lawan yang berlipat jumlahnya, maka saat meraih kemenangan, para
pejuang Islam disambut dengan takjub dan diberi sebutan “ahlul Badar”.
Ali RA juga terkenal dengan pedang "dzulfikar”nya. Pada perang Uhud, Ali melindungi Nabi SAW yang
kala itu terjepit hingga gigi beliau bahkan rompal dan darah mengalir di
mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para
sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis. Pada perang
tersebut Nabi SAW banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul-Badar
termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Namun demikian, Allah SWT
menggantikannya dengan masuk Islamnya sang Panglima perang Uhud, Khalid bin
Walid. Khalid memberikan kontribusi yang besar bagi perjuangan Islam hingga
akhir hayatnya. Dalam perang Uhud ini pulalah Ali RA melihat kesahajaan sosok
Fatimah binti Muhammad SAW. Fatimah
turut serta dalam perang tersebut dan membasuh luka ayahnya dan juga Ali RA,
berikut pedang dan baju bersimbah darah.
Dalam perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud Ali bertarung satu lawan satu. Ali dengan pedang “dzulfikar”nya berhasil menebas ‘Amr sehingga terbelah menjadi dua. Sementara dalam perang Khaibar, dimana kaum Yahudi melanggar perjanjian Huaibiah dan memerangi kaum Muslim, Ali berhasil menerobos Benteng Khaibar yang amat kokoh dan menghancurkan pertahanan kaum Yahudi.
Dalam perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud Ali bertarung satu lawan satu. Ali dengan pedang “dzulfikar”nya berhasil menebas ‘Amr sehingga terbelah menjadi dua. Sementara dalam perang Khaibar, dimana kaum Yahudi melanggar perjanjian Huaibiah dan memerangi kaum Muslim, Ali berhasil menerobos Benteng Khaibar yang amat kokoh dan menghancurkan pertahanan kaum Yahudi.
Seluruh
peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk.
Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab
Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan
Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang Tabuk.
Setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut
dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Pada masa inilah, Ali kemudian
mengasah diri mnjadi seorang pemikir. Keperkasaannya dan keberaniannya yang banyak
dikagumi telah berubah menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali terinspirasi
oleh kata-kata mendiang Rasulullah, "jika aku ini adalah kota ilmu, maka
Ali adalah pintu gerbangnya". Dari
ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu terbenam didalamnya, hingga
kemudian ia 'terbangun' kembali dan tersadar melihat begitu banyak perubahan
karena banyaknya perselisihan antar para sahabat yang sulit untuk menemukan
kesepakatan tentang berbagai persoalan.
Dan ia menyadari, hal tersebut karena adanya perbedaan pemahaman
terhadap suatu masalah, ditambah lagi dengan munculnya orang-orang munafik yang
mulai kembali menentang pemerintahan Islam sepeninggal Nabi SAW.
Setelah Utsman wafat, masyarakat
beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Namun demikian,
kemudian timbullah persoalan ketika Ali mulai mengeluarkan kebijakasanaan baru
sebagai khalifah. Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman.
Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.
Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem
distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah
diterapkan Umar. Ali memerintah hanya
enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan.
Ali ibn Abi Thalib menghadapi masalah
selanjutnya, yaitu adanya pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan
mereka, Mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan
secara zhalim, namun Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman.s Ali
sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah
dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara
damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah
dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya.
Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke
Madinah.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah,
yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair,
Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah
besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan namaperang shifiin. ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi
tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya
golongan ketiga, kaum khawariz orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin
Saba’ al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij
(orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan
Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah,
sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M),
Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama