Sebagian kita sudah tak asing lagi dengan sholat sunnah yang satu ini. Namun
pengetahuan belum menunjukkan sebuah perbuatan: sebuah pengamalan dalam
beribadah. Hal ini bisa jadi karena kita malas, tak punya waktu
mengerjakannya, tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya, tak tahu
segenap keutamaannya (fadilah ) yang tersembunyi didalamnya.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan: " Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku mengenai tiga hal :
a). agar aku berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan,
b). melakukan sholat dhuha dua raka’at dan
c). melakukan sholat witir sebelum tidur." ( H.R. Bukhari & Muslim ).
a). agar aku berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan,
b). melakukan sholat dhuha dua raka’at dan
c). melakukan sholat witir sebelum tidur." ( H.R. Bukhari & Muslim ).
Di
hadits yang lain dikatakan bahwa Mu’azah al Adawiyah bertanya kepada
Aisyah binti Abu Bakar r.a :" apakah Rasulullah SAW, melakukan sholat
dhuha ?" Aisyah menjawab," Ya, Rasulullah SAW melakukannya sebanyak
empat raka’at atau menambahnya sesuai dengan kehendak Allah SWT. (H.R.
Muslim,an-Nasa’i, at-Tirmizi, dan Ibnu Majah). Demikianlah hadits
hadits tersebut meneguhkan ihwal kesunnahan sholat dhuha.
Status
sunnah sholat dhuha di atas tentu saja tidak berangkat dari ruang
kosong. Berdasarkan tinjauan agama, paling tidak beragam keutamaanya
(fadilah ) yang bisa ditarik:
PERTAMA:
Sholat dhuha merupakan ekspresi terimakasih kita kepada Allah SWT, atas
nikmat sehat bugarnya setiap sendi tubuh kita. menurut Rasulullah SAW,
setiap sendi ditubuh kita berjumlah 360 sendi yang setiap harinya harus
kita beri sedekah sebagai makanannya. Dan kata Nabi SAW, sholat dhuha
adalah makanan sendi - sendi tersebut.
"Pada setiap manusia diciptakan 360 persendian dan seharusnya orang yang
bersangkutan (pemilik sendi) bersedekah untuk setiap sendinya." Lalu,
para sahabat bertanya:" Ya Rasulullah SAW, siapa yang sanggup
melakukannya? ” Rasulullah SAW menjelaskan: "Membersihkan kotoran yang
ada di masjid atau menyingkirkan sesuatu ( yang dapat mencelakakan orang
) dari jalan raya, apabila ia tidak mampu maka sholat dhuha dua
raka’at, dapat menggantikannya" ( H.R. Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud )
KEDUA:
Sholat dhuha merupakan wahana pengharapan kita akan rahmat dan nikmat
Allah sepanjang hari yang akan dilalui, entah itu nikmat fisik maupun
materi. Rasulullah SAW bersabda, " Allah berfirman, "Wahai anak Adam,
jangan sekali kali engkau malas melakukan sholat empat raka’at pada pagi
hari, yaitu sholat dhuha, niscaya nanti akan Kucukupi kebutuhanmu
hingga sore harinya." ( H.R. al-Hakim dan at-Tabrani).
Lebih
dari itu, momen sholat dhuha merupakan saat dimana kita mengisi kembali
semangat hidup baru. Kita berharap semoga hari yang akan kita lalui
menjadi hari yang lebih baik dari hari kemarin. Disinilah, ruang kita
menanam optimisme hidup. Bahwa kita tidak sendiri menjalani hidup. Ada
Sang Maha Rahman yang senantiasa akan menemani kita dalam menjalani
hidup sehari-hari.
KETIGA:
Sholat dhuha sebagai pelindung kita untuk menangkal siksa api neraka di Hari Pembalasan (Kiamat) nanti. Hal ini ditegaskan Nabi SAW dalam haditsnya, "Barangsiapa melakukan sholat fajar, kemudian ia tetap duduk ditempat shalatnya sambil berdzikir hingga matahari terbit dan kemudian ia melaksanakan sholat dhuha sebanyak dua raka’at, niscaya Allah SWT, akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh atau membakar tubuhnya” (H.R.al-Baihaqi)KEEMPAT:
Bagi orang yang merutinkan shalat dhuha, niscaya Allah mengganjarnya dengan balasan surga. Rasulullah SAW bersabda, “Di dalam surga terdapat pintu yang bernama bab ad-dhuha ( pintu dhuha ) dan pada hari kiamat nanti ada orang yang memanggil," Dimana orang yang senantiasa mengerjakan sholat dhuha ? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah." ( H.R. at-Tabrani).
Bila
menilik serangkaian fadilah di atas, cukup beralasan, bila Nabi SAW
menghimbau umatnya untuk senantiasa membiasakan diri dengan sholat dhuha
ini. Kendati demikian, untuk meraih fadilah tersebut, beberapa tata
cara pelaksanaannya, kiranya perlu diperhatikan.
WAKTU SHOLAT DHUHA
Kata
dhuha yang mengiringi sholat sunnah ini berarti terbit atau naiknya
matahari. Wajar bila sholat ini, kemudian, dilakukan pada pagi hari
ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Namun, beberapa ulama fikh
berbeda pendapat tentang ketentuan waktunya.
Imam
Nawawi di dalam kitab ar-Raudah mengatakan bahwa waktu sholat dhuha itu
dimulai, sejak terbitnya matahari, yakni sekitar setinggi lembing
(lebih kurang 18 derajat). Sementara Abdul Karim bin Muhammad ar-Rifai,
seorang ahli fikih bermazhab Syafi’i berkomentar bahwa sholat itu lebih
utama bila dikerjakan saat matahari lebih tinggi dari itu
Ada
sebuah hadits yang menentukan perihal dhuha di atas. Zaid bin Arqam
meriwayatkan: " Rasulullah SAW keluar menemui penduduk Quba di saat
mereka melaksanakan sholat dhuha, lalu Rasulullah SAW, bersabda :
"Sholat dhuha dilakukan apabila anak anak unta telah merasa kepanasan
(karena tersengat matahari)" ( H.R. Muslim & Ahmad bin Hanbal).
RAKAAT DHUHA
Sholat
dhuha merupakan sholat yang tidak menyusahkan untuk dikerjakan. Sebab,
pasalnya sholat dhuha itu menyesuaikan kemampuan dan kesempatan muslim
yang hendak mengamalkannya. Poin ini tergambar dengan jelas pada
bilangan raka’atnya. Mulai dari 2 raka’at, 4 raka’at, 8 raka’at hingga
12 raka’at. Masing masing raka’at memiliki sandaran hadits Rasulullah
SAW, sebagaimana yang penulis singgung di atas.
Sayid
Sabiq, ahli fikih dari Mesir, menyimpulkan bahwa batas minimal sholat
dhuha itu 2 raka’at sedangkan batas maksimalnya adalah delapan raka’at.
Pada ketentuan minimal dapat ditemukan pada hadits riwayat Abu Hurairah.
Sementara ketentuan maksimal dapat ditemukan pada hadits fi’li (
perbuatan ) yang diriwayatkan Aisyah,r.q, " Rasulullah SAW, masuk
kerumah saya lalu melakukan sholat dhuha sebanyak delapan raka’at." (
H.R. Ibnu Hiban )
Bahkan lebih dari itu, menurut ulama mazhab Hanafi jumlah maksimal raka’at sholat dhuha itu enam belas raka’at . Sedang Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi’i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk jumlah raka’at sholat dhuha. Semuanya tergantung pada kemampuan dan kesanggupan orang yang ingin mengerjakannya.
Bahkan lebih dari itu, menurut ulama mazhab Hanafi jumlah maksimal raka’at sholat dhuha itu enam belas raka’at . Sedang Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari, pengarang kitab Tafsir Jami al-Bayan, sebagian ulama mazhab Syafi’i dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk jumlah raka’at sholat dhuha. Semuanya tergantung pada kemampuan dan kesanggupan orang yang ingin mengerjakannya.
Wallahu’alam bish shawab. ( Muaz/Hidayah).
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama