Survei membuktikan, mereka meminjam uang agar bisa membeli barang yang dapat menaikkan status sosial mereka.
Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو
فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ
الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا
تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ
إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).
Maksud do’a di atas adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindung pada Allah dari dosa dan utang. Demikian kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 5: 79.
Namun ternyata seperempat dari
masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang gemar berbelanja. Mereka
bisa dibilang sebagai kelompok “besar pasak daripada tiang” atau lebih
banyak pengeluaran ketimbang pendapatannya.
Berdasarkan hasil riset Share of Wallet,
28 persen masyarakat Indonesia berada dalam kategori “Broke”, atau
kelompok yang pengeluarannya lebih besar ketimbang pendapatannya,
sehingga mengalami defisit sekitar 35 persen.
Rata-rata pendapatan mereka Rp4,3 juta
per bulan, sementara pengeluaran mereka mencapai Rp5,8 juta. Ini
menimbulkan defisit mencapai Rp1,5 juta.
“Tipe Broke memiliki kecenderungan ingin menaikkan status menjadi upper class. Ini
membuat mereka meminjam uang dan utang agar bisa membeli barang yang
dapat menaikkan status sosial mereka,” kata Deputy Managing Director
Kadence International-Indonesia Rajiv Lamba di Hotel Four Seasons,
Jakarta, Rabu (20/11).
Rajiv memandang tuntutan gaya hidup
mereka membuat kalangan kategori Broke ini mengeluarkan uang lebih
banyak. Ia memberi contoh, bila ada ponsel keluaran terbaru atau tren
busana terkini, kalangan kategori Broke ini akan mengeluarkan uang untuk
membeli barang-barang tersebut.
“Kalau tuntutan gaya hidup mereka tetap
seperti saat ini, membeli ponsel terbaru, tren pakaian terbaru, maka
diprediksi segmen Broke akan bertambah lebih besar,” ujar Rajiv.
Survei Share of Wallet ini dilakukan
oleh perusahaan riset Kadence International. Survei dilaksanakan pada
bulan Juli hingga Oktober 2013 dan dilakukan terhadap 3.000 responden.
Adapun lokasi survei adalah di daerah urban, seperti Jabodetabek,
Surabaya, Medan, Balikpapan, Makassar, serta daerah perdesaan di wilayah
Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.
Dalam Islam, tentunya muamalah hutang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan. Dan ini masuk dalam bab at-ta’awun alal birri wat taqwa (التعاون على البر والتقوى), saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Jadi, semboyah hutang-piutang itu harus ta’awun (saling tolong menolong), bukan membinasakan–mengeruk keuntungan sebanyak-banyak dari muamalah hutang-piutang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
… وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ …
“… (Dan) tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa. Dan jangan kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan maksiat (pelanggaran) …” (Q.S. Al-Ma’idah (5): 2)
Namun, walaupun hutang itu dibolehkan, sebaiknya seorang muslim hendaklah menghindarinya, karena hutang itu dapat mendatangkan kehinaan dan menjadi sebab terhalangnya seorang hamba masuk surga, bahkan bisa menjadi sebab terjerumusnya ia ke dalam neraka.
Rasulullah pernah menolak menshalatkan
jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak
meninggalkan harta untuk membayarnya Rasulullah bersabda :
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash)
Diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah, bahwa Beliau bersabda :
« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).
« نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ »
“Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR. Ibnu Majah II/806 no.2413, dan At-Tirmidzi III/389 no.1078. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).
Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah bersabda :
« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ »
“Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.”(HR. Ibnu Majah II/807 no: 2414. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).
Semoga bermanfaat
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama