“Engkau semua dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak kekayaan”, lalu
beliau bersabda: “Anak adam itu berkata, “hartaku, hartaku! Padahal
harta yang benar-benar menjadi milikmu itu hai anak adam, ialah (1)
Apa-apa yang engkau makan lalu engkau habiskan, (2) Apa-apa yang engkau
pakai lalu engkau rusakan, atau (3) apa-apa yang engkau sedekahkan lalu
engkau lampaukan dengan tetap adanya pahala” (Riwayat Muslim No. 5258).
Kesempitan ekonomi yang menimpa sebagian
kita maka ini termasuk sunnatullah, menjadikan manusia
bertingkat-tingkat dalam ekonomi.
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ
فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ
فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.” (Qs. 16:71)
Sebagian Allah luaskan rezekinya dan
sebagian Allah sempitkan Dan Allah melakukan apa yang Dia inginkan..
Allah meluaskan rezeki untuk sebagian dengan hikmah dan tujuan. Dan
Allah sempitkan rezeki bagi yang lain dengan hikmah dan tujuan. Allah
Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita, Allah Maha Adil tidak akan
mendhalimi hamba-hambaNya
Diantaranya hikmahnya adalah supaya
manusia bisa saling memenuhi kebutuhan hidupnya. Bayangkan seandainya
Allah menjadikan semua orang punya harta banyak maka siapa yang mau
kerja menjadi pembantu, menjadi sopir, jualan di pasar, nelayan, kuli,
guru dll. Dan kalau semuanya miskin maka siapa yang akan membeli barang
dagangan, siapa yang menggaji pegawai dll.
Allah berfirman:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ
مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ
بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ
رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. 43:32)
Ketahuilah akhi, sesungguhnya kehidupan
dunia hanyalah kehidupan sementara. Oleh karena itu janganlah bersedih
karena Allah telah menyediakan bagi orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh kenikmatan yang luar biasa yang kekal abadi di akhirat. Allah
berfirman:
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا
بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا
مَتَاعٌ
“Allah meluaskan rezeki dan
menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan
kehidupan didunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan)
kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Qs. 13:26)
Hendaknya kita bersabar atas cobaan ini, sungguh kesabaran kita itu lebih baik bagi kita.
Berbaik sangkalah kepada Allah, Allah mengurangi rezeki untuk kemashlahatan kita, karena Allah tahu bahwa kalau kita diberi maka akan membuat kita lalai .
Berbaik sangkalah kepada Allah, Allah mengurangi rezeki untuk kemashlahatan kita, karena Allah tahu bahwa kalau kita diberi maka akan membuat kita lalai .
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ
وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ
بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan
rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di
muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan
ukuran.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi
Maha Melihat.” (Qs. 42:27)
Mana yang kita pilih, mendapatkan apa
yang kita inginkan tapi kita menjadi jauh dari Allah, atau hidup
sederhana tapi dekat kepada Allah?
Koreksilah diri kita, mungkin kita
memiliki dosa-dosa yang masih kita kerjakan, entah itu kedhaliman kepada
keluarga, durhaka kepada orang tua, dosa terhadap Allah, kurang
memperhatikan kewajiban (shalat, puasa dll). Allah berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Qs. 42:30)
Allah juga berfirman:
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ
سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولا وَكَفَى
بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (Qs. 4:79)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak menolak ketentuan Allah kecuali doa, dan tidak menambah umur kecuali kebaikan, dan sungguh seseorang tertahan dari rezeki karena dosa yang dia lakukan.” (HR. Al-Baghawy dalam Syarhussunnah, hadist hasan, dari tsauban)
Kalau kita mau bertaubat dan kembali kepada Allah maka bergembiralah dengan kabar dari Allah :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. 7:96)
Keberkahan dari langit dan bumi. Dan
keberkahan tidak harus banyaknya harta namun kebaikan yang banyak dan
kecukupan yang dibawa harta tersebut meskipun hanya sedikit.
Allah balas orang yang mau takwa dan
takut kepadaNya dengan diberikan jalan keluar terhadap semua masalah,
dan diberikan rezeki dari arah yang tidak dia sangka.
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ
فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ
لَهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan baik, atau lepaskanlah mereka dengan baik, dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu, dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu, karena Allah. Demikianlah diberi pelajaran
dengan itu, orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” (Qs.
65:2)
Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs. 65:3)
Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs. 65:3)
Adapun keluasan rezeki tanpa ada
ketakwaan kepada Allah seperti yang dimiliki oleh orang-orang kafir dan
orang-orang yang bermaksiat kepada Allah maka itu adalah istidraj
(diberi supaya bertambah jauh dari Allah kemudian diadzab dengan adzab
yang pedih). Allah berfirman:
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ
لأنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ
عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan janganlah sekali-kali orang
kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih
baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka
hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang
menghinakan.” (Qs. 3:178)
Allah juga berfirman:
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ
“Dan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan
berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka
ketahui.” (Qs. 7:182)
Kemudian untuk memperbaiki kehidupan
kita dalam masalah ekonomi maka tidak ada jalan lain kecuali kembali
kepada agama Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, yang perbendaharaan langit
dan bumi menjadi milikNya.
Diantara bentuk kembali kepada agama Allah adalah:
Pertama: Beriman kepada takdir
Seseorang muslim hendaklah meyakini
dengan seyakin-yakinnya bahwa rezeki sudah ditulis dan ditentukan oleh
Allah, tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah telah menulis takdir-takdir untuk ciptaanNya 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash.)
Lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi sudah ditulis takdir kita, diantaranya sudah ditulis
rezekinya. Si fulan selama hidupnya akan memakan beras berapa ton,
meminum air berapa ribu liter, kekayaan sekian semuanya sudah Allah
tulis di lauhil Mahfudz.
Kemudian dalam hadist Ibnu Mas’ud:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa ketika janin
dalam perut berumur 120 hari atau 4 bulan kurang lebih:
“Maka malaikat meniupkan ruh
kepada janin tersebut, dan diperintah untuk menulis 4 perkara,
rezekinya, ajalnya, amalannya, dia termasuk penduduk neraka yang celaka
atau penduduk surga yang bahagia.” (HR. Muslim)
Demikianlah seorang bayi sebelum lahir
sudah ditulis rezekinya oleh malaikat dengan perintah dari Allah, dan
apa yang ditulis malaikat tersebut tidak menyimpang dari apa yang sudah
tertuang di Al-lauhil Mahfudz.
Kemudian apa yang tertulis tersebut pasti akan terjadi. Tidak akan ada seorangpun yang bisa merubahnya. Seseorang tidak bisa merebut rezeki orang lain, dan tidak bisa direbut rezekinya. Masing-masing sudah memiliki rezeki yang sudah ditentukan.
Kemudian apa yang tertulis tersebut pasti akan terjadi. Tidak akan ada seorangpun yang bisa merubahnya. Seseorang tidak bisa merebut rezeki orang lain, dan tidak bisa direbut rezekinya. Masing-masing sudah memiliki rezeki yang sudah ditentukan.
Kedua: Mengambil sebab rezeki dengan bekerja dan berusaha
Allah yang telah menulis rezeki kita Dia
pulalah yang telah memerintah manusia untuk berusaha dan bekerja dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagaimana dalam firmanNya:
“Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga memberikan motivasi kepada kita untuk berusaha dan tidak
bergantung kepada orang lain, sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah:
“Sungguh salah seorang dari
kalian mencari kayu bakar dan memikulnya di atas punggungnya itu lebih
baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, baik memberi atau tidak
memberi” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dan bukan berarti kalau kita berusaha
kemudian kita tergolong orang yang tidak bertawakkal kepada Allah,
bahkan ini termasuk kesempurnaan ketawakkalan seorang mukmin kepada
Allah.
Dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya kalian benar-benar
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian
sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung-burung, pergi pagi-pagi
dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. At-Tirmidzy dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)
Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa termasuk tawakkal kepada Allah
adalah berusaha, karena burung-burung mereka bertawakkal kepada Allah
dan keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Demikian pula ada seorang sahabat
bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, aku ikat unta ini kemudian
bertawakkal atau aku lepaskan kemudian aku bertawakkal?Maka beliau
menjawab: Ikatlah kemudian bertawakkal (HR. At-Tirmidzy dari Anas bin Malik’ , dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Dan seorang muslim dalam mencari rezeki hendaknya mengikuti adab-adab berikut:
A. Tujuan kita bekerja adalah untuk menopang ibadah kita.
Allah ta’ala tidaklah menciptakan kita kecuali untuk beribadah kepadaNya, Allah beriman :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”
Dan tidaklah Allah menciptakan alam
semesta dan seiisinya kecuali supaya menjadi pendukung kita beribadah
untuk mencari kebahagiaan di akhirat. Allah berfirman:
“Dan carilah negeri akhirat di dalam apa-apa yang Allah berikan kepadamu, dan janganlah engkau lupakan bagianmu di dunia.”
Oleh karena hendaklah kita camkan bahwa
niat kita berusaha dan bekerja adalah untuk mendukung ibadah kita kepada
Allah. Kita bekerja untuk mendapatkan uang , untuk menutupi aurat kita,
bisa kuat beribadah shalat, haji, shadaqah, untuk silaturrahmi ke rumah
saudara, membiayai anak yatim, menjaga diri dari meminta-minta dll.
Yang sangat disayangkan adalah menjadikan uang menjadi seakan-akan tujuan kita diciptakan, dan melupakan ibadah.
Yang sangat disayangkan adalah menjadikan uang menjadi seakan-akan tujuan kita diciptakan, dan melupakan ibadah.
B. Mencari rezeki yang halal
Rezeki yang haram merupakan sebab
seseorang terjerumus ke dalam neraka, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Ath-Thabrany, dan dishahihkan Al-Albany dalam Shahihul Jami 4519)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa rezeki yang haram adalah
diantara sebab tidak dikabulkannya doa. Siapa yang akan mengabulkan doa
selain Allah?
C. Tidak bertawakkal kepada sebab tersebut.
Mengambil sebab adalah disyari’atkan,
akan tetapi bertawakkal dan berserah diri kepada sebab dan menganggap
bahwa sebab tersebut yang dengan sendirinya memberi manfaat maka ini
adalah kesyirikan. Yang seharusnya adalah mengambil sebab dan tetap
bertawakkal kepada Allah yang telah menciptakan sebab tersebut. Kalau
Allah menghendaki maka kita akan diberi rezeki dengan sebab tersebut,
dan kalau Allah menghendaki maka kita tidak diberi rezeki dengan sebab
tersebut.
Dalam dzikir setelah shalat disebutkan:
“Ya Allah tidak ada yang memberi apa yang Engkau tahan, dan tidak ada yang menahan apa yang Engkau beri” (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Al-Mughirah bin Syu’bah)
D. Merasa cukup dengan pemberian Allah (Qanaah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bukanlah kekayaan itu dari
banyaknya perhiasan dunia, akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah
kekayaan jiwa (merasa cukup dan kaya dengan pemberian Allah)”( HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Hurairah)
Orang yang tidak memiliki rasa qanaah
maka hidupnya akan senantiasa dirundung rasa tamak dan kurang terus
meskipun dia sudah memiliki banyak harta. Tidak pernah merasa puas dan
cukup dengan harta yang Allah berikan. Dia tidak akan sadar sampai ajal
menjemputnya.
E. Berdoa
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha
bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap selesai salam dari
shalat subuh beliau mengatakan:
“Ya Allah aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, dan rezeki yang baik, dan amal shaleh yang diterima.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany )
Dan dalam doa keluar masjid:
“Ya Allah aku memohon diantara rezekiMu.” (HR. Muslim)
Sebagian ulama mengatakan: Kita
mengucapkan doa ini karena ketika kita keluar masjid maka kita akan
disibukkan dengan mencari rezeki.
F. Jangan sampai kesibukkan kita dalam mencari rezeki melalaikan kita dari menuntut ilmu, beribadah dan berdakwah.
Mencari rezeki dan menuntut ilmu
bukanlah 2 hal yang bertentangan bagi siapa yang diberi taufiq oleh
Allah dan memiliki kesungguhan. Dari Umar bin Khaththab beliau berkata:
“Dulu aku dan tetanggaku dari
kaum Anshar tinggal di qabilah Umayyah bin Zaid di Awali Al-Madinah,
kami bergantian pergi ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, hari ini aku yang pergi,kemudian besok dia yang pergi. Kalau aku
yang pergi maka aku akan kembali kepadanya dengan membawa kabar hari
itu baik wahyu maupun yang lain, dan kalau dia yang pergi maka juga
melakukan yang demikian.” (HR. Al-Bukhary)
Namun ini semua tidak bisa dilakukan
kecuali seseorang memiliki qanaah, kalau tidak maka akan terbengkalai
ilmu, ibadah, dan dakwahnya.
Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama