Di bangku kuliah, kita biasa mendengar ada istilah “guru besar” alias professor. Pada hari ini, di dunia almamater muncul “guru besar” yang jauh lebih hebat pengaruhnya dibandingkan pak Prof. Siapakah dia? Jawabnya, itulah barang malang yang disebut dengan “televisi”. Kehebatannya
dalam mempengaruhi orang tidak perlu diragukan lagi. Mulai balita, anak
kecil, ABG, orang dewasa, dan lansia, baik laki-laki, maupun perempuan
dari kalangan orang rakyat jelata sampai professor; semuanya “bertekuk
lutut” di hadapan TV. Semua terpukau dan silau dengan gemerlapnya
tayangan televisi, seakan-akan tak ada cacat, aib, dan kesalahannya. Tapi, bagi orang yang memiliki sedikit ilmu din (agama) akan tahu tentang bahaya dan kerugian yang ditimbulkan oleh televisi di dunia dan akhirat.
Tayangan Televisi telah melatih para pemuda untuk berbuat kekerasan
melalaui berbagai adegan yang ditampilkan kepada mereka dalam bentuk
film-film tentang kriminal, karate, pertandingan tinju, dan lain
sebagainya. Pengaruh buruknya bisa kita lihat dalam
kehidupan anak-anak muda yang senang melakukan tawuran dan aksi
kekerasan. Ini disebabkan karena mereka terobsesi dengan
tayangan-tayangan di TV yang merusak akhlak mereka. Waktu mereka untuk
belajar sangat sempit, digeser oleh berbagai jenis hiburan dan tayangan
acara televisi yang menghabiskan waktu dengan materi
yang tidak mendidik. Parahnya lagi, kurangnya jam pendidikan agama di
sekolah-sekolah umum. Itu pun kalau guru agamanya hadir. Terkadang guru agamanya hadir, tapi para remaja sangat sedikit mendapatkan bimbingan-bimbingan rohani. Padahal bimbingan rohanilah yang dapat menyejukkan hati meraka yang merupakan pengontrol dari perbuatan-perbuatan mereka.
Disamping itu, keluarga sebagai lembaga nonformal yang pertama dan
yang paling utama, kini cenderung sepi. Kedua orang tua berkerja dan
anak dibiarkan menentukan pendidikan dan panutannya sendiri; atau
mungkin ibu ada di rumah, namun ia tidak menerapkan pendidikan akhlak di
keluarga, bahkan secara tidak langsung anak disuruh menyesuaikan diri
dengan dunia modern yang penuh kebebasan. Mereka disediakan kamar
sendiri dengan seperangkat video game, televisi dan computer yang
memungkinkan anak menemukan celah-celah buruk dari media tersebut berupa
sex, horor, kekerasan dan penghamburan waktu, tanpa kontrol dari orang
tua. Oleh karena itu, pada akhir-akhir ini kita sering mendengar
berita-berita kriminal, seperti pembunuhan, pencurian, pemerkosaan dan
lainnya. Kesemuanya ini adalah perkara-perkara yang dilarang oleh Allah -Azza wa Jalla-. Mereka mempelajari kejahatan-kejahatan ini melalui film dan tayangan televisi.
Allah –’Azza wa Jalla- berfirman:
Allah –’Azza wa Jalla- berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ
خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ
عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya, serta menyediakan siksaan yang besar baginya” . (QS. An-Nisa`: 93)
Seorang mufassir, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata dalam menafisrkan ayat ini, “Tidak
ada ancaman yang lebih besar dalam semua jenis dosa besar, bahkan tidak
pula semisalnya dibandingkan ancaman ini, yaitu pengabaran bahwa
balasan orang yang membunuh adalah Jahannam. Maksudnya, cukuplah dosa
yang besar ini saja untuk dibalasi pelakunya dengan Jahannam, beserta
siksaan yang besar di dalamnya, kerugian yang hina, murkanya Al-Jabbar
(Allah), luputnya keberuntungan, dan terjadinya kegagalan, dan kerugian.
Kami berlindung kepada Allah dari segala sebab yang menjauhkan dari
rahmat-Nya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 193-194)]
Televisi juga mempropagandakan gaya hidup mewah dan bebas di tengah
dunia nyata. Akibatnya, semakin banyak orang yang hidup tanpa arah yang
jelas; mencuri, merampok, korupsi dan lain-lain.
Guru Besar telah melatih para penjahat tentang seni
terbaru dalam mencuri, menjarah, membuka kunci dan menghapus jejak
kejahatan. Jika kita memperhatikan masa lalu, maka kita akan mendapati
bahwasanya kejahatan dahulu itu sangat sederhana, sehingga dalam waktu
singkat, para petugas mampu menangkap penjahat tersebut. Namun, kini
para penjahat telah mempelajari dan mengetahui berbagai cara dan modus
kejahatan terbaru. Mereka berguru dari film-film action dan selainnya,
yang diajarkan oleh Guru Besar. Oleh karena itu, betapa
seringnya kita mendengar terjadinya penjarahan rumah-rumah, pencurian
mobil, pengedaran obat terlarang, penculikan gadis-gadis, perkosaan,
pembunuhan dan lain sebagainya. Semua berhasil dengan sempurna berkat
strategi yang jitu sehingga mampu melemahkan petugas. Dari mana mereka
belajar semua itu? di universitas manakah mereka belajar? siapa yang
mengajarkan semua itu kepada mereka? Tentunya dari Guru Besar alias TV.
Televisi dan Keretakan Rumah Tangga
Televisi adalah faktor utama tersebarnya problem perceraian dan kegagalan ramah tangga. Televisi telah mengajarkan para wanita untuk berbuat durhaka kepada suaminya. Waktunya
lebih banyak dihabiskan di depan TV untuk menunggu sinetron-sinetron
favoritnya, kabar-kabar para selebriti, film-film India dan telenovela kesayangannya.
Sehingga banyak tugas dan kewajibannya yang dilalaikan sebagai seorang
istri, seperti melayani dan memperhatikan suami serta anak-anaknya.
Dia juga melihat para suami yang ditayangkan di sinetron TV adalah
orang-orang yang memiliki rumah yang besar, perabot-perabot yang
lengkap, mobil yang mewah, dan selalu memberikan istrinya perhiasan yang
indah-indah. Kemudian, ia membandingkan suaminya dengan apa yang
dilihatnya di TV Dia menginginkan suaminya mampu seperti laki-laki ideal
yang ada di televisi. Ketika suaminya tidak mampu berbuat seperti itu,
dianggapnya suatu kekurangan dari suaminya dan menganggap bahwa suaminya
tidak mampu membahagiakan dirinya. Sehingga, Suaminya pun marah, lalu
perselisihan berkecamuk, ikatan perkawinan retak, ikatan keluarga
terputus. Akibatnya banyak kasus perceraian diakibatkan sikap istri yang
kurang perhatian dan pengertian kepada suaminya Penyebabnya, tiada lain
adalah TV. Padahal, hak-hak suami yang wajib dipenuhi oleh istri itu
banyak sekali dan sangat agung. Karena demikian agungnya hak tersebut ,
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَا يَنْبَغِى لِأََحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ وَلَوْ كَانَ
أَحَدٌ يَنْبَغِى أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍِ لَأَ مَرْتُ امْرَأَتًا أَنْ
تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا كَمَا عَظَّمَ االلهُ عَلَيْهِ مٍنْ حَقِّهِ
“Tidaklah sepantasnya seorang bersujud kepada yang lain. Andaikata seorang boleh bersujud kepada orang lain niscaya aku akan perintahkan seorang wanita bersujud kepada suaminya karena Allah menganggap besar hak seorang suami atasnya”. [HR. At-Tirmidzi dalam Al-Kubra (7/291), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (415). Al-Albani men-shohih-kannya dalam Takhrij Al-Misykah Al-Mashobih (3255)]
Al-Allamah Muhammad Abdur Rahman Al-Mubarakfuriy -rahimahullah- berkata ketika menjelaskan kenapa sampai Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda demikian tadi,
“Karena besarnya hak suami atas diri sang istri, dan ketidakmampuan
seorang istri mensyukurinya. Dalam hadits ini, terdapat penekanan yang
teramat dalam tentang wajibnya seorang istri taat kepada suami, karena
sujud tidak halal, kecuali sujud kepada Allah” [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (4/358)]
Selain itu, seorang akan memandang lawan jenisnya ketika ia menonton TV. Padahal Allah –’Azza wa Jalla-
telah mengharamkan memandang kepada lawan jenis yang bukan mahramnya,
karena bahayanya yang begitu besar, dapat mengantarkan kepada sesuatu
yang lebih berbahaya yaitu zina.
Allah –’Azza wa Jalla- berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ …وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka menundukkan pandangan mereka… Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman agar menundukkan pandangan mereka”. (QS. An-Nur: 30-31)
Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasqiy -rahimahullah- berkata dalam Tafsir Ibnu Katsir (3/373), “Ini
merupakan perintah dari Allah -Ta’ala- kepada para hamba-Nya yang
beriman, agar mereka menundukkan pandangan mereka dari sesuatu yang
haram atas mereka. Maka mereka hendaknya tidak memandang, kecuali kepada
sesuatu yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka untuk dipandang; dan
agar menundukkan pandangannya dari wanita-wanita. Jika kebetulan
pandangannya tertuju pada sesuatu yang haram (dipandang), tanpa ada
kesengajaan, maka hendaknya ia memalingkan pandangannya dari hal itu
dengan cepat “.
Beliau -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
يَا عَلِيُّ لاَ تٌتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ اْلأُوْلىَ وَلَيْسَتْ لَكَ اْلآخِرَةُ
“Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (2149), dan At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2777). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Jilbab Al-Mar'ah (77)]
Perintah untuk menundukkan pandangan, tidak mungkin bisa dilaksanakan
selama barang haram ‘televisi’ ada dirumah kita. Sebab
tayangan-tayangan yang ditampilkan, tidak lepas dari perkara haram:
mulai dari pameran aurat (sedang aurat wanita, seluruh tubuhnya), ikhtilat (campur baur laki-laki dan wanita), berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya), wanita-wanita yang bertabarruj (menampakkan kecantikan), nyanyian dan musik.
Televisi dan Penghancuran Aqidah
Televisi telah menghancurkan aqidah kaum muslimin dengan berbagai
tayangan-tayangan yang merusak dan sarat dengan kesyirikan. Dengan
menampilkan kuburan-kuburan para wali di berbagai tempat (daerah),
sedang di samping kuburan itu ada orang yang berdoa, shalat,
menyembelih, bernadzar, meminta jaminan, meminta bantuan, meminta
pertolongan, meminta rezki, mencari keterangan, mencari petunjuk atas
orang atau barang yang hilang supaya bisa kembali, atau melakukan
ritual-ritual ibadah dan lain sebagainya.
Padahal Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لاَ تُصَلُّوْا إِلىَ قَبْرٍ وَلاَ تُصَلُّوْا عَلىَ قَبْرٍ
“Janganlah engkau shalat menghadap ke kubur, dan jangan pula shalat di atasnya”. [HR. Ath-Thabraniy dalam Al-Kabir (3/145/2). Hadits ini dishohihkan oleh Al-Albaniy dalam Tahdzir As-Sajid (hal. 31)]
Televisi juga menampilkan kebohongan para tukang sihir, dukun dan
peramal. Para dukun itu menampilkan diri seolah-olah sebagai seorang
tabib dan kiyai, sehingga mereka memerintahkan orang yang sakit agar
menyembelih kambing atau ayam dengan ciri-ciri tertentu; menuliskan
untuk para pasiennya sebuah tulisan (mantra-mantra) syirik dan
permohonan perlindungan syaithoniyah dalam bentuk bungkusan yang
dikalungkan di leher, diletakkan di laci atau di atas pintu. Sebagian
lagi menampakkan diri sebagai wali yang memiliki karamah dan hal-hal
diluar kebiasaan manusia, seperti masuk ke dalam api, tetapi tidak
terbakar; menebas dirinya dengan pedang, namun tidak terluka; atau
dilindas mobil, tetapi tidak apa-apa, dan lainnya di antara keanehan,
hakekatnya adalah sihir dan perbuatan syaithan yang diperjalankan
melalui tangan mereka untuk membuat kerusakan aqidah di antara manusia.
Pengakuan mereka mengetahui ilmu ghaib dan perkara-perkara ghaib,
kesemuanya itu melalui permohonan bantuan syethan-syethan yang mencuri
dengar dari langit. Allah -Ta’ala- berfirman:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ .
تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ . يُلْقُونَ السَّمْعَ
وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ
“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syethan-syethan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syetan) itu, dan kebanyakan mereka adalah pendusta”. (QS. Asy-Syuara’ : 221-223).
Al-Imam Al-Lalika’iy -rahimahullah- berkata, “Mereka
itu (para wali syetan) menjadikan syetan-syetan sebagai wali penolong
mereka. Mereka telah menjual agamanya dengan imbalan berupa
kemampuan-kemampuan luar biasa dan bentuk pertolongan lain yang
diberikan syetan-syetan itu kepada mereka”. [Lihat Syarh Ushul hal. 27)
Syetan mencuri kalimat dari ucapan malaikat kemudian disampaikan ke
telinga mereka, dan mereka berbohong dengan kalimat (yang diterimanya
itu) sebanyak seratus kali kebohongan di layar kaca lalu para pemirsa
mempercayainya, disebabkan oleh satu kalimat (yang benar tersebut) yang
didengar oleh syethan dari langit. Apa yang dikatakan tukang sihir,
dukun dan peramal, sebenarnya hanyalah dugaan dan kebetulan saja.
Umumnya, tidak lebih dari dusta karena bisikan syethan. Tidak ada
yang terbujuk, kecuali orang yang kurang akal dan agamanya saja. Realita
ini merupakan fenomena yang aneh! Aneh, tapi nyata.
Orang yang berakal sehat akan bertanya-tanya, mengapa di zaman modern
ini, zaman globalisasi, zaman teknologi, dan komunikasi semakin canggih
hingga sebagian orang memuja-mujanya setinggi langit, namun khurafat,
mistik, dan perdukunan masih lengket, bahkan terkesan semakin lengket
dengan kehidupan masyarakat.
Dalam acara-acara TV banyak kita temukan perkara-perkara sihir.
Biasanya ditampilkan dalam bentuk acara yang berbau kemistikan, sepeti “Pemburu Hantu”, “Misteri Gunung Merapi”, “Kera Sakti”, “Gerhana”, “Mariam si Manis Jembatan Ancol”, “Mahkota Mayangkara”, dan masih banyak lagi tayangan lainnya yang ternyata sebagai “Dalang Penghancur Aqidah”.
Padahal di dalam kitab-kitab aqidah, para ulama telah banyak membahas
tentang bahaya sihir terhadap aqidah. Mereka menyebutkan bahwasanya
sihir dapat membatalkan keislaman seseorang sehingga menjadikan dia
tidak beraqidah Islam lagi. Kalau hal ini sampai terjadi maka tidak ada
lagi harapan kebahagian bagi dirinya. Karena Allah telah menjelaskan di
dalam firman-Nya:
وَلاَ يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Dan tidak akan beruntung tukang sihir dari manapun dia datang”. (QS. Thaha: 69)
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama