Meratap atau niyaahah adalah perbuatan yang menggambarkan kesedihan seseorang atas musibah yang menimpanya dengan berteriak menangis, merobek-robek baju, menampar-nampar pipi, menyakiti diri, dan sejenisnya. Dalam perspektif Ahlus-Sunnah, sudah menjadi satu kesepakatan bahwa perbuatan ini adalah terlarang. Terlarang menurut nash dan akal sehat.
Allah ta’ala berfirman :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun“. Mereka itulah
yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” [QS. Al-Baqarah : 155-157].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Ada empat perangai Jahiliyah yang
masih melekat pada umatku dan mereka belum meninggalkannya : (1)
Membanggakan kedudukan, (2) mencela nasab (garis keturunan), (3) meminta
hujan dengan bintang-bintang, (4) dan niyahah (meratapi mayit). Orang
yang meratapi mayit, jika ia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba, maka
pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai baju panjang dari
aspal panas dan baju besi yang sudah karatan” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 934, ‘Abdurrazzaaq no. 6686, Ibnu Abi Syaibah 3/390, Ahmad
5/342-344, Ibnu Maajah no. 1581, Abu Ya’laa no. 1577, Ibnu Hibbaan no.
3143, Ath-Thabaraaniy 3/3426, Al-Baihaqiy 4/63, dan Al-Baghawiy no.
1533].
“Bukan termasuk golongan kami siapa
saja yang memukul-mukul pipi, merobek-robek baju, dan menyeru dengan
seruan Jahiliyyah (meratap)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
1294 & 1297 & 1298 & 3519, Muslim no. 103, At-Tirmidziy no.
999, An-Nasaa’iy no. 1860, Ibnu Maajah no. 1584, Ibnul-Jaaruud no. 516,
Ahmad 1/432 & 456 & 465, Ibnu Hibbaan no. 3149, Al-Baihaqiy
4/63, dan Al-Baghawiy no. 1534].
Dari Abu Umaamah : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat
wanita yang merusak wajahnya, mengoyak-ngoyak bajunya, dan
meraung-raung sambil mengutuk dan mencela diri” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Maajah no. 1585, Ibnu Hibbaan no. 3156, Ibnu Abi Syaibah 3/290, dan
Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir no. 759 & 775; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Ibni Maajah 2/40].
Di sini saya tidak akan membahas
larangan ini menurut perspektif Ahlus-Sunnah, namun akan memperkenalkan
fiqh rekan-rekan Syi’ah yang diambil kitab-kitab mereka. Kita akan
berkenalan dengan mereka. Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah.
Disebutkan oleh Penulis kitab Nahjul-Balaaghah, bahwasannya ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu pernah berkata setelah wafatnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamdengan sebuah perkataan yang ditujukan kepada beliau :
“Seandainya engkau tidak melarangku
berkeluh-kesah dan memerintahkaku bersabar, niscaya akan aku tumpahkan
air mata (kesedihan)” [Nahjul-Balaaghah hal. 576. Lihat juga : Mustadrak Al-Wasaail 2/445].
‘Aliy bin Abi Thaalib pernah berkata :
“Barangsiapa yang memukul pipinya dengan tangannya saat musibah, sungguh telah batal amal (kebaikan)-nya” [Lihat : Al-Khishaal oleh Ash-Shaduuq hal. 621 dan Wasaailusy-Syii’ah 3/270].
Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib
pernah berkata kepada saudara perempuannya yang bernama Zainab di
Karbalaa’, sebagaimana dinukil oleh Penulis kitab Muntahaa Al-Aamaaldalam bahasa Persia, dimana terjemahan bahasa Arabnya adalah sebagai berikut :
“Wahai saudariku, aku memintamu
bersumpah atas nama Allah yang (jika telah engkau ucapkan) engkau harus
menjaga sumpahmu itu. Seandainya aku terbunuh, janganlah engkau
merobek-robek saku bajumu, jangan mencakar-cakar wajahmu dengan
kuku-kukumu, dan jangan pula meraung-raung dengan mengutuk dan mencela
diri saat aku gugur sebagai seorang syahid” [1/248].
Al-Kulainiy menyebutkan riwayat bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah membaiat para wanita dan bersabda :
“Janganlah kalian menampar-nampar
pipi, mencakar-cakar wajah, mencabuti rambut, merobek saku baju, memakai
baju warna hitam, dan meraung-raung dengan kata-kata celaka” [Al-Kaafiy, 5/527].
Al-Kulainiy juga menyebutkan riwayat bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat kepada anaknya Faathimah dengan sabdanya :
“Apabila aku meninggal, janganlah
engkau mencakar-cakar wajah, mengurai rambut, meraung-raung dengan
kata-kata celaka, dan mengadakan ratapan atasku” [idem].
Muhammad bin Babawaih Al-Qummiy atau Ash-Shaduuq pernah berkata :
“Termasuk perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam yang belum pernah diucapkan sebelumnya : ‘An-Niyaahah (ratapan) termasuk perbuatan Jahiliyyah” [Man Laa Yahdluruhul-Faqiih 4/271-272. Diriwayatkan juga oleh Al-Hurr Al-‘Aamiliy dalamWasaailusy-Syii’ah 2/915, Yuusuf Al-Bahraaniy dalam Al-Hadaaiqul-Naadlirah 4/149, dan Al-Haaj Husain Al-Buruujardiy dalam Jaami’ Ahaadiitsisy-Syii’ah 3/488. Diriwayatkan oleh Al-Majlisiy dengan lafadh : “An-Niyaahah adalah amalan Jahiliyyah” –Bihaarul-Anwaar 82/103].
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com
Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama