Waspadai Orang Ini ( Debat Dengan Ingkarus Sunnah )

Ana pernah di datangi oleh seseorang yang memiliki pemahaman Ingkarus Sunnah (penolak hadits/sunnah). Orang itu mengajak ana untuk berdialog atau berdebat seputar masalah agama, sekaligus mengajak ana untuk bergabung ke dalam kelompoknya. Sebelumnya ana mengetahui sedikit profil orang itu, sebatas mengenal wajah saja, karena ana sering melihatnya di daerah ana. Beliau berprofesi sebagai tukang ojek dan sering mangkal di dekat toko ana. Walaupun sehari-hari ana sering melihat orang itu, namun ana belum pernah melihat orang itu shalat di masjid dengan berjama’ah ketika masuk waktu shalat. Ana mencoba beranggapan lain, barangkali dia shalat di rumah atau tidak tepat waktu, namun masih melaksanakan shalat. Namun rupanya anggapan ana itu keliru setelah ana berdialog dan berdebat dengannya tentang permasalahan agama, yang akhirnya ana mengetahui bahwa dia adalah seorang ingkarus sunnah, dan dia menganggap bahwa shalat itu belum wajib pada saat ini, karenanya dia tidak shalat.


Awalnya dia datang ke toko ana dan mengajak berkenalan. Ana menanggapinya dengan senang karena punya kenalan baru. Setelah kami saling kenal, barulah dia berbicara tentang permasalahan agama. Dari pembicaraannya menunjukkan bahwa dia memiliki banyak pemahaman tentang agama, karena sebentar2 dia selalu mengeluarkan dalil2 dari ayat2 Al Qur’an. Ana menilai bahwa dia adalah seorang da’i yang memiliki kepandaian dalam berbicara dan berdakwah. Obrolan tersebut berlanjut selama beberapa hari, karena kesibukan kami yang sering membuat obrolan kami terputus ditengah2, sehingga obrolan pun dilanjutkan esok harinya. Dan sampai saat itu, ana masih berprasangka baik dan menaruh simpati kepadanya, kalau orang itu adalah seorang yang faqih dalam agama.

Tapi dari semua pembicaraannya, ana melihat ada sesuatu yang ganjil di balik itu. Iya, keganjilan yang nyata bagi ana selama beberapa hari kami saling berdialog. Apakah keganjilan itu?

Keganjilannya adalah, sepanjang pembicaraannya selama itu dia selalu mengeluarkan dalil2 dari ayat2 Al Qur’an, namun dia tidak pernah sekalipun mengeluarkan dalil dari hadits Nabi!!

Agar ana tidak memiliki keraguan terhadapnya, maka ana tanyakan kepadanya kenapa dia tidak membawakan dalil dari hadits Nabi? Barulah dia menjawab dengan jawaban yang membongkar kedok dia selama ini dan menghilangkan keraguan ana. Rupanya dia adalah seorang Ingkarus Sunnah, orang yang menolak hadits Nabi. Dia tidak membutuhkan hadits Nabi sama sekali untuk beragama, dan hanya mencukupkan kepada Al Qur’an saja. La hawla wala quwwata illa billah…

Disinilah awal dari perdebatan kami dimulai, dan disinilah awal dari dialog kami yang sebenarnya dimulai. Dia mengeluarkan berbagai macam argumen dan hujjah untuk membela pemahamannya, dan ana juga berusaha mengeluarkan bantahan2nya. Namun tiba2, ketika kami sedang berbantah2an, terdengarlah kumandangan adzan zhuhur yang menunjukkan sudah masuk waktu zhuhur di daerah kami. Sudah menjadi rutinitas ana ketika masuk waktu shalat maka ana menutup toko dan shalat di masjid. Maka ana memutuskan dialog kami dan mengajak orang itu untuk shalat berjama’ah ke masjid. Orang itu pun menerima ajakan ana untuk shalat berjamaah di masjid. Ana merasa sangat senang ketika orang itu menerima ajakan ana ke masjid untuk shalat berjamaah karena dua alasan. Alasan pertama orang itu mau melaksanakan shalat bersama kami, padahal ana belum pernah melihat orang itu shalat selama ini. Alasan kedua, umpan ana berhasil dimakan olehnya. Dan selama shalat berjamaah di masjid, ana mencoba memperhatikan segala tingkah lakunya, siapa tahu bisa menjadikan bumerang untuknya nanti.

Setelah kami selesai shalat, maka ana bertanya ke orang itu: “Tadi anda mengatakan kalau anda tidak membutuhkan hadits Nabi, benar?”

Orang itu menjawab: “Iya.”

Ana bertanya lagi: “Dan anda hanya mencukupkan kepada Al Quran saja dalam beragama, benar?”

Orang itu menjawab: “Iya.”

Ana katakan kepadanya: “Lantas kenapa tadi anda shalat Zhuhur 4 rakaat? Darimana dalilnya? Bukankah hal itu tidak ada dalam Al Qur’an?

Begitu juga ketika anda takbiratul ihram, sedekap, duduk diantara dua sujud, duduk tahiyat dan salam ketika anda shalat barusan ini, darimana anda mengambil dalil itu semua?

Padahal semua itu tidak disebutkan dan dijelaskan dalam Al Qur’an, tapi hanya ada di dalam hadits yang anda tolak!

Lantas kenapa semua itu anda lakukan padahal anda menolak hadits?!”

Orang itu terdiam dan tidak bisa menjawab. Lalu ujung2nya orang itu berkata kepada ana: “Saya memiliki guru yang ahli dalam masalah ini. Dan guru saya itu bisa menjawab semuanya walaupun hanya dari Al Quran. Saya akan mengajak guru saya menemui anda, dan menjawab pertanyaan2 anda nanti. Mau?”

Ana katakan kepadanya: “Ana tidak butuh guru anda. Ana mau berhadapan dengan guru anda kalau anda mau shalat bersama kami lagi.”

Akhirnya kami pun berpisah dan tidak melanjutkan dialog kami. Sejak saat itu, orang itu tidak pernah datang ke toko ana lagi dan mengajak berdialog, walaupun ana sering berjumpa dan melihatnya di daerah ana.

Wallahul musta’an.


========================

Syubhat yang lain dari mereka:

- Ingkarus Sunnah (IS) : “Sumber kebenaran kita adalah AlQuran dan Alhadits. Kita semua sepakat. Mari kita tekankan masalah ini kepada Alhadits. Hadits ditulis oleh bukhari dan muslim pada abad ke 2 setelah nabi wafat. Jadi ada sekitar 200 tahun. Mari kita renungkan sejenak apakah hadits2 yang ditulis oleh Bukhari+Muslim benar-benar sampai semuanya ke Rasulullah tanpa cacat sama sekali? Tanpa bermaksud menimbulkan keragu-raguan dalam diri anda.

Kita mengenal ilmu hadits, ilmu rijalul hadits. Ilmu-ilmu tersebut memungkinkan kita mengetahui bahwa hadits mana yang dhaif, maudhu, hasan, dan shahih.

Salah satu penentu derajat hadits adalah periwayat? Secara manusiawi kita akan menerima kebenaran jika orang tersebut jujur, tidak cacat, kuat hafalannya dll.

Tapi apakah seseorang yang jujur akan bisa menilai bahwa berita itu benar atau salah tanpa menganalisa itu hak itu dan batil. Bisa saja orang jujur itu menerima berita dari seseorang tanpa menganalisa kebenaran berita tsb. Apakah ada kaitan suatu kebenaran berita dengan si pembawa berita?

Contoh: saya mempunyai akhlak mulia (tampak luar) lalu sy mengaku mendengar dari seseorang yang saya percayai bahwa ada tamu yang akan datang kepada saya dan memberikan kepada saya uang. Bagaimana saya percaya bahwa berita itu benar ya dari si orang kepercayaan saya. Lalu orang kepercayaan saya tadi diberitahu oleh seseorang kan. Nah, apakah ada jaminan orang yang memberitahu teman saya itu baik atau jelek. Jadi jaminan itu bukan dari saya tapi dari orang saya percayai. Jadi seperti itulah kiranya hadits. Jadi jaminan kebenaran suatu hadits itu berasal dari penilaian -penilaian sahabat, tabiin. Bukan dari hakikat kebenaran si hadits itu sendiri. Dalam kenyataannya bisa saja orang yang memberikan kepada saya uang akan berbohong.

Banyaknya perbedaan hadis2 tentu saja sangat membingungkan. Walaupun hadits kedudukannya sebagai penjelas AlQuran tapi jika hadits itu berlainan dengan AlQuran mana yang kita Ambil AlQuran/Alhadis. Kalo saya tentu saja AlQuran.

Contoh:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melakukan shalat, maka basuhlah wajah dam tangan kalian sebatas siku dan usaplah kepala dan kaki kalian sebatas mata kaki.”(10)(6) (AlQuran).

Sementara kita tahu bahwa banyak hadits meriwayatkan bahwa kita harus membasuh kepala kita.

Apakah mungkin/bisa hadits bertentangan dg AlQuran? saya kira benar-benar beda fungsi hadits sebagai penjelas. JIka hadist diatas penjelas Alquran apakah membasuh menjelaskan mengusap. Tentu tidak mungkin. Jadi harus ada satu yang salah. Apakah mungkin AlQuran salah? jelas tidak mungkin. Lalu haditskah yang salah. Bisa jadi. Karena kembali faktor-faktor yang saya sebutkan tadi waktu, metodelogi pembukuan hadits bisa memungkinkan kesalahan dalam menulis hadits-hadits.” (syubhat ini diambil dari forum diskusi).

- Ahlus Sunnah (AS) : “Jadi intinya anda menolak hadits karena hadits dibawa oleh para periwayat atau ulama yang mereka juga bisa salah?”

- IS : “Iya. Jadi hadits tidak mutlak bisa dibenarkan.”

- AS : “Lantas darimana anda mendapatkan Al Qur’an sekarang ini? Apakah dari malaikat jibril yang membacakannya ke anda?”

- IS : “….ee…tidak dari malaikat Jibril…” (mulai kena umpannya)

- AS : “Lantas darimana??”

- IS : “…ee…dari guru2 saya…” (mulai terjebak)

- AS : “Hmm…bukankah guru2 anda adalah ulama2 menurut anda dan mereka juga bisa salah? Lantas darimana guru2 anda mendapatkan Al Qur’an? dari malaikat jibril atau dari manusia yang juga bisa salah?”

- IS : “….” (sudah masuk perangkap).

- AS : “Anda mengatakan bahwa hadits tidak bisa dipastikan kebenarannya karena berasal dari ulama yang juga bisa salah karena mereka adalah manusia. Begitu juga dengan Al Quran. Bukankah anda mendapati Al Quran itu dari para ulama atau manusia juga? kecuali jika anda mendapati Al Quran langsung dari malaikat Jibril, maka bisa dipastikan kalau Al Quran anda itu adalah benar. Namun buktinya anda masih mengikuti Al Qur’an kami yang sama2 dibawa dari para ulama2. Berarti jika mengikuti pemahaman anda, Al Quran juga tidak bisa dipastikan kebenarannya??? La hawla wala quwwata illa billah…”

(Skak Mattt!!!)

- IS : (kabuuurrrr….)
Share on Google Plus

About Admin

Khazanahislamku.blogspot.com adalah situs yang menyebarkan pengetahuan dengan pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta pengikutnya.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment


Terima Kasih Telah Berkunjung di khazanahislamku.blogspot.com

Berikan Komentar dengan Penuh ETIKA untuk kita Diskusikan bersama